Pendidikan yang Membebaskan

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 11 พ.ย. 2024

ความคิดเห็น • 247

  • @dyahayunda9230
    @dyahayunda9230 4 ปีที่แล้ว +114

    Pas banget lagi baca bukunya Freire "pedagogy of the oppressed" yg juga menyatakan bahwa seharusnya pendidikan menciptakan manusia yg otentik. Pendidikan seharusnya tidak bertumpu pada pengukuran nilai secara kuantitatif dimana siswa "dipaksa" untuk menghapal ilmu yg didapat (banking education), tapi pendidikan seharusnya membantu manusia agar ia secara sadar dapat mengolah rasa dan pikiran dalam menghadapi permasalahan atau keadaan lingkungannya (problem-posing education).
    Terima kasih untuk videonya, sangat mencerahkan!

    • @giriam1253
      @giriam1253 4 ปีที่แล้ว +6

      uda cantik, pintar lg. maen ps yuk

    • @Rchmtkrn
      @Rchmtkrn 4 ปีที่แล้ว

      Sama ka aku juga lagi baca buku nya paulo feirre pendidikan kau tertindas, suka banget sama kerangka cara belajar sih pedagody nya feirre.

    • @dedeyusufbom311
      @dedeyusufbom311 4 ปีที่แล้ว

      Konsep ke ilmuan si matasatu..materma..matarama.

    • @sosialeksperimen7018
      @sosialeksperimen7018 3 ปีที่แล้ว +4

      Coba baca juga bukunya pak Dharmaningtyas - pendidikan yang kemiskinan. Ide pokok yang hampir sama dengan Freire, tapi lebih relate dengan kondisi yg ada di Indonesia.

    • @dyahayunda9230
      @dyahayunda9230 3 ปีที่แล้ว +1

      @@sosialeksperimen7018 Terima kasih Mas rekomendasi bukunya!

  • @dean4755
    @dean4755 4 ปีที่แล้ว +61

    Pendidikan yg membuat seseorang mengenal jati dirinya adalah pendidikan yg benar dan membebaskan.
    17-11-2020.
    15.50

  • @titemuhammad6997
    @titemuhammad6997 4 ปีที่แล้ว +5

    Kurikulum kita melahirkan santuyisme... ideologi tepat guna

  • @EGGYGRAHA
    @EGGYGRAHA 4 ปีที่แล้ว +45

    Salam bung Martin, saya guru sekolah swasta. Saya orang lapangan atau orang teknis lah. Sekarang saya mau ikut diskusi menggunakan pendekatan empiris terkait linieritas dan idealnya pendidikan seperti yang pak Martin kemukakan.
    1. Connecting the Dots
    Berbicara skills, sebetulnya cenderung ada determinasi atau spesialisasi setiap individu walaupun lintas bidang seperti Da Vinci, tetap orang akan mengenal beliau sebagai seniman, bukan dokter, fisikawan atau psikolog, tetap saja orang akan determining dia identiknya sebagai seniman, sampai namanya ada yang pakai untuk software editing gambar, padahal dia kan lintas bidang bukan seni saja, kenapa? karena justru sebaliknya, untuk ahli dalam suatu bidang, orang tersebut harus menguasai skill-skill pendukung. Saya ambil contoh seorang musisi modern. Untuk publish karyanya yang ideal tidak cukup bisa main alat musik saja, banyak bidang pendukung lainnya. Idealnya, dia harus aware filsafat salah satunya untuk interpretasi penyajian karya, dia harus aware ekonomi agar karyanya berlanjut dan kebutuhan dasarnya terpenuhi, dia harus bisa sound engineering, dia harus tahu ilmu akustika (fisika), dia harus aware ilmu psikologi untuk target karya dan self-management, dia harus aware ilmu kesehatan juga, dia harus aware ilmu hukum juga untuk legalitas copyright dll, dan masih banyak lagi sampai karya musiknya betul-betul otentik, nah determinasi dia sebagai seorang musisi behind the scene nya ya di dukung dari banyak lintas bidang, connecting the dots.
    2.
    Res ipsa loquitur - Let the thing speaks for itself
    Saya tidak mengatakan Link and Match itu benar secara absolut, tapi ada benarnya. Disini pentingnya Link and Match. Ini pengalaman asli istri saya. Waktu itu mengalami kehamilan ektopik (hamil di luar rahim) dan ini harus dioperasi, ini berkaitan dengan nyawa dan sangat urgent, sedangkan banyak pengalaman kalau operasi ini sering terjadi mal-praktek, oleh karena itu operasi ini harus dilakukakn oleh dokter spesialis obgyn, bahkan dokter spesialis bedah pun tidak bisa, harus ada pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman asli yang khusus di obgyn (reproduksi), it means sangat-sangat khusus, ini yang saya maksud pentingnya link and match. Jika saja waktu itu istri saya di operasi oleh Da Vinci, walaupun beliau multi-talented dan super lintas bidang kemungkinan besar istri saya tidak akan selamat. Res ipsa loquitur, terbukti sendiri link and match penting kok ini berkaitan dengan nyawa (empirically). Dokter yang operasi istri saya, saya yakin beliau behind the scene nya banyak sekali bidang pendukungnya (connecting dots), untung sekali beliau memutuskan untuk menjadi dokter kandungan, saves many people's lives, termasuk istri saya, matched.
    3. Tentang Spesialisasi dalam Ekonomi
    Saya yakin baju yang Pak Martin pakai bukan buatan Pak Martin from scratch, atau dari benang sampai jadi kain terus dijahit sama pak martin sendiri, kemungkinan pasti beli, ini bukti asli personal benefit yang Adam smith kemukakan. Manusia itu mahluk kolaboratif dengan personal benefitnya yang ujungnya di sebut invisible hand, disini pentingnya link and match, kalau tidak ada penjahit (meskipun penjahit itu sebetulnya ingin jadi astronot) ya simply tidak ada baju, bikin sendiri dari raw material, kembali ke zaman primitif communal.
    4. Tentang "Merdeka Belajar"
    If we really need to find something to be blamed, ya itu di sistemnya, bukan di link and match nya. Ini sifatnya lebih ke ilmu terapan dalam pendidikan (pedagogy), lebih ke teknis. Tentang Pendidikan yang membebaskan yang pak martin kemukakan. Hal ini sudah disederhanakan dan "ditekniskan" oleh pak Nadiem yaitu perubahan aim pendidikan untuk fokus ke literasi dan numerasi, ini adalah core dari input seluruh ilmu pengetahuan, we read before we write, we receive before we produce, vice versa. Jadi bukan linier atau tidak liniernya tapi goalnya lebih ke students' self-interest, bukan sekolah yang menentukan siswanya harus jadi apa (disuguhi 15 mapel yang wajib dibawah KKM semuanya). Tapi, sekolah memfasilitasi siswanya mau seperti apa mau jadi apa, jika siswanya tidak tahu ya diarahkan dengan pendekatan yang tidak memaksa.
    Penutup, Pribadi saya kalau memikirkan pendidikan yang membebaskan yaitu lebih ke pertanyaan, "What kind of lives do you want to live in?".
    Terima kasih Pak Martin, thank you keeping producing discourses. I'm one of your regular subscribers. :)

    • @miftahulmunir4562
      @miftahulmunir4562 4 ปีที่แล้ว +2

      Point ke 4 tentang merdeka belajar, semoga berhasil.
      Saya pribadi sudah tdk terlalu berharap dg pendidikan, krn saya sudah tua. Sedangkan untuk anak2 saya, saya mulai belajar realistis, yaitu,
      Jika anak saya punya salah satu bakat (cerdas / skill terampil / kemampuan fisik / jiwa seni) yg bagus, kemungkinan besar dia akan ada yg membantu. Tetapi jika tdk, yg penting kelak bisa cari nafkah yg cukup untuk hidup saja.
      Tapi saya percaya / memperkirakan jika peningkatan kualitas kemampuan/ilmu, bisa juga dioptimalisasi dg cara peningkatan sarana dan prasarana penunjang. Dan itu tidaklah murah. Dan saya sadar saya tdk/belum mampu untuk meningkatkan tunjangan pendidikan anak2 saya. Dan saya juga sadar untuk tdk menuntut pemerintah memberi tunjangan pendidikan yg bagus ketika prestasi anak saya biasa2 saja.
      Ada harga ada kualitas,
      Ada bakat/kemampuan akan ada yg bisa meng"harga"i.
      🙏🙏🙏

    • @storykhidmah9943
      @storykhidmah9943 ปีที่แล้ว

      6

  • @irsyadpashajj1026
    @irsyadpashajj1026 4 ปีที่แล้ว +117

    Sedihnya selain spesialisasi, pendidikan kontemporer sekarang mengurung kita dengan waktu, belum paham sampai ke level menghayati sebuah mata kuliah eh semester udah berganti, mata kuliah juga berganti. Pendidikan hanya sekedar ladang bisnis

    • @ElanPatria
      @ElanPatria 4 ปีที่แล้ว +1

      Bener bgt bro

    • @MindBodyRevolution77
      @MindBodyRevolution77 4 ปีที่แล้ว +7

      semua kalah ama kepentingan dan waktu hahaha

    • @13julietririssukmahadi68
      @13julietririssukmahadi68 4 ปีที่แล้ว +1

      Setuju bangeeetttt

    • @Nazriel_Ilham
      @Nazriel_Ilham 4 ปีที่แล้ว +1

      Bener kerasa bgt

    • @fifajrina7008
      @fifajrina7008 4 ปีที่แล้ว +14

      Ketika masuk waktunya pengerjaan skripsi, saya malah menundanya dan lebih memilih menelusuri lg apa yg telah saya pelajari selama ini. Sebegitu tidak bermaknanya ilmu yg saya terima selama ini dalam bingkai-bingkai waktu.

  • @irsalalfred3920
    @irsalalfred3920 4 ปีที่แล้ว +42

    agak menarik,
    ada beberapa hal yang saya pikirkan:
    1. Dulu saat pendidikan itu tidak linear, bagaimanakah orang-orang hebat tersebut yang memiliki banyak keahlian atau serba bisa itu bisa tercipta atau bagaimana prosesnya?
    2. Dulu saat pendidikan itu tidak linear, bagaimanakah persaingan keahlian pada zaman itu? seperti sekarang ada persaingan global, atau globalisasi.
    Mungkin ada kaitannya dengan segala kondisi pada zaman itu seperti:
    1) jumlah populasi manusia pada zaman itu,
    2) kondisi ilmu pengetahuan termasuk teknologi pada zaman itu,
    3) jumlah lapangan pekerjaan,
    4) jumlah rumah hunian yang "terjangkau",
    5) bagaimana perbandingan jumlah orang kaya dan miskin atau seberapa kayanya orang yang kaya raya atau lebih tepatnya berapa banyak kepemilikian atau kekayaan yang hanya dimiliki segelintir orang atau mungkin kelompok 1%?
    6) sistem keuangan pada zaman itu? sebab saya pernah membaca sebuah buku yang dirinya sendiri pernah mengomentari pada sistem keuangan global, bahwa sistem keuangan pada zaman sekarang atau lebih tepatnya semenjak tahun sekitar 1973 (saya lupa) saat standar uang kertas sudah tidak lagi hanya pada emas, definisi kemakmuran hidup itu berubah menjadi "ekonomi rasanya baik" atau lebih tepatnya kemakmuran semu. Sehingga wajar terjadinya inflasi uang yang cepat, bahkan orang yang menghutang bisa jadi pemenang (dari sisi ekonomi menjadi) daripada yang tidak berhutang dengan sistem keuangan semenjak sekitar 1973 itu. Sehingga istilah hemat pangkal kaya sudah tidak relevan semenjak sekitar 1973.
    7) Saya mengaitkan pendidikan dengan kekayaan atau hal-hal ekonomi, sebab peperangan antar negara sudah bukan lagi perang senjata melainkan perang ekonomi (termasuk bagaimana nilai mata uang saling mengalahkan secara internasional). Kemudian terkait jumlah orang kaya + kekayaan/kepemilikan masing2 setiap orang kaya tersebut, mereka juga secara tidak langsung "berperan sebagai investor atas inovasi yang menguntungkan", dan inovasi membutuhkan minimalnya keahlian spesifik. Selanjutnya juga ketika jumlah lapangan pekerjaan semakin banyak membutuhkan keahlian spesifik, kira-kira apa yang harus dilakukan oleh orang yang tidak punya keahlian spesifik tersebut? Kemudian bermunculanlah "tenaga kerja asing" di indonesia,
    Nanti bisa-bisa disebutnya "wah indonesia banyak yang miskin karena males2 nih orangnya atau bodoh2, wajar datang tenaga asing makin banyak", + saya masih ingat ada berita pernyataan dari orang yang menjabat suatu perusahaan yang mendatangkan banyak "tenaga kerja asing" dengan menyatakan "indonesia itu SDA nya bagus2 saya akui, tapi SDM nya buruk".
    Jadi, bagaimana mau menjadi pendidikan tidak linear sedangkan kondisi ekonomi saat ini seperti itu? Siapa yang akan bertanggung jawab pada orang-orang yang dilabeli miskin tersebut? Tentu jawaban secara umumnya adalah "ya itu sih salah diri sendiri, masa nyalahin orang lain, apalagi pemerintah". Membuka lapangan pekerjaanpun tentu ujung-ujungnya ada persaingan pekerjaan sejenis (membutuhkan inovasi, keahlian spesifik), persaingan harga : kualitas, seperti bagaimana brand xiaomi merusak harga pasar 😁
    Sehingga asumsinya dengan pendidikan linear, minimal dia punya keahlian spesifik yang bisa bersaing dengan standar global. Terlepas dari apakah manusia-manusia tersebut memiliki modalnya atau tidak, atau siapapun investornya,
    Selebihnya inisiatif kemampuan survive, 😁
    Demikianlah, pendapat saya. 🙏

    • @evangelstark496
      @evangelstark496 4 ปีที่แล้ว +1

      Saya merekomendasikan buku eipstein bernama Range

    • @Itidakimashu
      @Itidakimashu 4 ปีที่แล้ว +2

      Di komentar ts ini saya simpulkan bahwa pendidikan sejati itu udah mati sekarang eranya industri yg berkedok PENDIDIKAN mungkin seperti ini
      12 thn masa sekolah + 4 thn masa kuliah = 16 thn masa pendidikan cuman di bayar 6jt/ bln masuk kerja Fikiran ini membuat saya terasa frustasi 'Keknya masa pendidikan di era sekarang itu gk guna'. kerja keras selama 16 thun cumn di bayar 6jt/bulan :v
      itulah fikiran saya tentang kegunaan pendidikan modern (Klo memang ngincer pekerjaan mending kuliah di negri yg pendapatan rata² pegawainya gede)

    • @hamonangann9850
      @hamonangann9850 2 ปีที่แล้ว

      @@Itidakimashu kalau acuan Anda adalah persekolahan formal tentu saja tidak puritan lagi menjalankan pendidikan. akan tetapi, selalu ada orang-tua/pengasuh yang mempraktikkan pendidikan sepenuh hati dan anak yang mendapat pengasuhan yang demikian bisa menyikapi hidupnya dengan baik, terlepas apakah mereka bergaji besar atau tidak.

    • @hamonangann9850
      @hamonangann9850 2 ปีที่แล้ว +1

      dilema ini mungkin terjawab pada abad ke-21 dimana pendulum berayun lagi ke arah sebaliknya, industri mulai mendorong kompetensi model T. jadi selain mendalami 1 bidang, juga ada pemahaman bidang-bidang lain yang menopang keahliannya. menarik jika titik ekuilubrum antara manusia renaisans dengan spesialis (yang berada di dua kutub yang berbeda) bisa terlihat di masa mendatang.
      di sisi lain saya memandang pendidikan sebagai sarana mencapai kemandirian dan melepaskan ketergantungan yang tidak perlu. linear/non-linear adalah cara dan bukan tujuan.

    • @natsumisunny
      @natsumisunny ปีที่แล้ว

      Dulu belum ada lembaga-isasi ilmu pengetahuan. Belum dikotak2an. Mereka punya kesadaran adanya koneksi tentang semua hal. Contoh, saat melihat bagaimana tumbuhan wortel menyimpan cadangan makanannya di akar, orang akan berpikir tentang fotosintesis (biologi dan biokimia), reaksi kimia dalam fotosintesis, fisika tentang cahaya yang paling berperan dalam proses tersebut. Belajar juga bagaimana menggambarnya, memasaknya, kapan wortel harus ditanam dan dipanen, menjualnya..
      Dari wortel saja anda bisa (dianggap) menjadi seorang cendikiawan biologi, kimia, fisika, pertanian, seni, ekonomi jika dilihat oleh orang masa kini yang sudah terbiasa dengan pengkotak2an disiplin ilmu.

  • @andreaciptapratama319
    @andreaciptapratama319 4 ปีที่แล้ว +20

    Alhamdulillah membuka pikiran menjadi lebih jauh lagi mengenai pendidikan.

  • @yohanesnada9645
    @yohanesnada9645 4 ปีที่แล้ว +47

    Saya sepakat. Jika anda menulis buku tentang ini semua, saya ingin membelinya.

    • @bagasalkautsar8851
      @bagasalkautsar8851 3 ปีที่แล้ว +2

      Beli aja buku pendidikan kaum tertindas dan pendidikan yang membebaskan bro

    • @daffaradityafarandi6671
      @daffaradityafarandi6671 3 ปีที่แล้ว +2

      Atau buku filsafat ilmu itu lumayan fokus ke hakikatnya

    • @lutsgutsmedia9770
      @lutsgutsmedia9770 2 ปีที่แล้ว

      Coba aja beli bukunya pak roem

  • @maspuri700
    @maspuri700 4 ปีที่แล้ว +12

    Saya sangat setuju, pada akhirnya kepandaian seseorang sifatnya hanya fakultatif saja. Pengennya melakukan hal baru tapi takut salah dan apabila salah tidak dibenarkan oleh ahlinya tapi malah di olok2. Dan inilah imbas dr spesialisasi.

  • @hayumacaliteracyandbeyond6756
    @hayumacaliteracyandbeyond6756 4 ปีที่แล้ว +7

    Jika ditarik lagi lebih mundur, ada jaman dimana pendidikan lebih holistik lagi daripada jaman Renaissance, yaitu jaman saat ilmu pengetahuan berkembang terutama di Baghdad. Di jaman ini, manusia tidak hanya mengembangkan sains berkait dunia semata, namun semua perkembangan sains dikaitkan dengan peran manusia di dunia, yang bukan hanya bisa mengeksplorasinya tapi juga menjaga kelestariannya, juga bahwa ilmu pengetahuan ini adalah bagian dari ibadah sehingga fokus perhatiannya bukan hanya pada sesama manusia, mahkluk lain, alam, tapi juga kepada Tuhan nya. Nah, Renaissance mereduksi ini, Renaissance justru yang paling awal berperan dalam separatisme ilmu pengetahuan, dia lah yang memisahkan manusia (ilmu pengetahuan) dari Tuhan nya.

  • @vmarsoed97
    @vmarsoed97 4 ปีที่แล้ว +7

    Menarik sekali, Mas. Saya punya 1 filosofi pendidikan yg bs menyumbang korespondensi Renaissance dan Ki Hajar Dewantara yaitu cosmic education dr Dr. Maria Montessori. "Cosmic education tells the story of the interconnectedness of all things, role edu as comprehensive, holistic, and purposeful" fokusnya ke anak2 usia dini, anak2 diajarkan dengan value freedom within limits. Rencana saya pengen bgt buka NGO rumah belajar gratis pake sistem pendidikan itu. Semoga bisa. Amin

  • @hendrosiswa60
    @hendrosiswa60 3 ปีที่แล้ว

    Bagus sekali. Mencerahkan. Seperti Ki Hajar Dewantara. Pendidikan, seharusnya memerdekakan manusia.

  • @Viperberbisa
    @Viperberbisa ปีที่แล้ว

    Semua kembali ke pribadinya masing - masing, ketika orang itu memang mencintai ilmu, orang tersebut pasti akan mengeksplorasi seluas luasnya pengetahuan yang ada di dunia walaupun mungkin dia hanya ahli di satu bidang tertentu tapi secara batiniyyah dia mencintai semua ilmu... Karena ilmu adalah cahaya..

  • @renoarruba7016
    @renoarruba7016 4 ปีที่แล้ว +3

    Thanks pak martin udh nambah subtansi jalur berpikir sy pribadi

  • @hamonangann9850
    @hamonangann9850 2 ปีที่แล้ว

    wah, konten dan diskusi di kolom komentar ini membuat saya terpukau.
    menurut saya, di abad 21 ini pendulum sudah berayun lagi ke arah sebaliknya. salah satu yang terkenal adalah kompetensi T-shaped, yaitu mendalam di satu aspek, ditopang dengan pemahaman yang meluas di aspek-aspek lainnya. misalnya seorang pengembang aplikasi dituntut selain untuk memahami pengembangan aplikasi secara mendalam, pemahamannya tentang ilmu ekonomi, bisnis, atau bahkan filsafat juga tidak buta.
    hal ini juga diwujudkan dalam berbagai model pendidikan multidisplin seperti major-minor yang juga mulai coba diterapkan di kampus-kampus Indonesia.

  • @handalonline4045
    @handalonline4045 ปีที่แล้ว

    Sangat menarik, mantappp

  • @korekkuping7438
    @korekkuping7438 3 ปีที่แล้ว

    Betul. Pendidikan itu shrsnya bukan menyempit tp meluas. Pendidikan tdk hanya utk spesialisasi secara teknis, tp diharapkan mampu untuk memandang segala aspek kehidupan. Sangat penting untuk membangun fundamental berpikir, tidak saklek.

  • @ofimedia4173
    @ofimedia4173 3 ปีที่แล้ว +1

    saya praktisi sekaligus pengamat pendidikan, menghargai perspektif filsafat mengenai pendidikan. Dan secara fundamental dari dulu memang pendidikan diarahkan pada generalitas. Yaitu pengembangan cipta, karsa dan rasa. Atau dalam istilah pendidikan kognitif, afektif dan psikomotorik. Dimana pendidikan menciptakan manusia seutuhnya. Namun yang harus digaris bawahi, pendidikan memfasilitasi manusia atas kecenderungan alamiah, atau natural. Yaitu bakat. Pendidikan menjadi wadah untuk menggali potensi dan memaksimalkannya. Jadi bukan tujuan pendidikan yang menjadi problem, melainkan minset industrial itulah yang menjadi masalah yang harus dicerahkan.

    • @albertwidjaja5938
      @albertwidjaja5938 2 ปีที่แล้ว

      Ya betul! Saya sangat setuju dengan pendapat ini! Sebagaimana bisa, memang semua manusia harus diasah kemampuannya sesuai dengan bakatnya! Tapi ada satu hal juga yang tidak bisa dilupakan soal peran industri dalam mempengaruhi pendidikan. Konsepsi kita tentang "bakat" itu juga "diinform" oleh industri. Ada tes2 kepribadian yang menentukan, oh Si A cocoknya jadi HRD, oh, si B cocoknya jadi akuntan, dsb. Padahal kan bakat kan tidak sesempit kebutuhan industri. Ada yang bakatnya menulis puisi, atau melukis misalnya, mau dikemanakan? Yang bakatnya melukis mungkin diarahkan ke DKV misalnya, tapi apakah bakat alam melukis itu sesempit kebutuhan industri akan perancang iklan dan logo, misalnya, yang notabene, setelah hasil karya itu daya gunanya habis, ya dibuang begitu saja, ganti dengan yang baru. Lain dengan karya2 pelukis Renaisans yang sampai hari ini tetap dikagumi dan kemungkinan besar akan dipandang sebagai "karya seni yang universal". Pada intinya saya sangat setuju dengan pendapat ini, cuma ingin menjabarkan dan memberi contoh aja mengenai "gimana" industri itu membentuk pendidikan sedemikian rupa.

  • @pemudamuslim7659
    @pemudamuslim7659 4 ปีที่แล้ว +3

    Jaman pertengahan peradaban islam juga seperti itu bro. Gk cuma di barat. Dulu para ulama banyak yg ahli ilmu falak / perbintangan, seni, matematika, kimia, teknik, fisika, dll. Tapi menurut gua, industrialisasi dan spesialisasi itu tidak lepas dari efek radiasi dari ekonomi kapitalis. Orang jaman sekarang buat kerja untuk kehidupan sehari2 kalau gk punya skill spesifi sulit bro. Beda sama orang jaman dulu yg untuk memenuhi kehidupan sehari2 nya cukup mudah sehingga punya waktu dan sumberdaya yg cukup untuk belajar berbagai aspek keilmua.

  • @alfonsomzrt
    @alfonsomzrt 3 ปีที่แล้ว +2

    Tapi menurut saya, spesialisasi ini seperti yang diawal2 video dikatakan "match" dengan permintaan industri/marketnya, dimana market disinilah yang berperan mensistemkan spesialisasi itu sendiri, seperti 1 orang yang hidupnya didefinisikan sebagai ahli jamur jenis tertentu, dsb. Dan ini menurut saya bisa diterima dengan kondisi modern dengan kecanggihan dan populasi penduduk dunia saat ini, yaitu semakin banyak orang, maka pendidikan semakin dispesialisasikan, perlahan menciptakan manusia-manusia yang berinovasi jauh dibidangnya.

  • @kucingoren4926
    @kucingoren4926 4 ปีที่แล้ว +3

    Pak ini sumpah keren ,alangkah lebih baik , jika bapak menggunakan ruang kosong disebelah bapak menjadi tulisan

  • @insinyurlinguistik
    @insinyurlinguistik 4 ปีที่แล้ว +3

    Menurutku secara praktikal, spesialisasi atau generalisasi itu terserah saja bagi yang bersangkutan. Intinya bukan berarti harus mempelajari semua ilmu, tapi pelajari saja apa yang kalian suka dan jangan membelenggu diri dengan 'linearitas.' Karena pada dasarnya ilmu itu satu. Dikisahkan dosenku dulu, Wallace, seorang naturalis, sewaktu mengumpulkan spesies tanaman sekaligus juga mengumpulkan kata alias menyusun kamus.

    • @mangujang493
      @mangujang493 4 ปีที่แล้ว +1

      yap, untuk apa menggeneralisasi pendidikan apabila kecakapandan minat kita terhadap ilmu tertentu tidak ada?

    • @afraf5
      @afraf5 4 ปีที่แล้ว +1

      Saya sepemikiran kak!

  • @alin4544
    @alin4544 2 ปีที่แล้ว

    Stuju...Skali pendidikan dibawa untuk kmanusiaan

  • @gandisaphire
    @gandisaphire 4 ปีที่แล้ว

    Bener bgt, ini yg sejak dulu sy pikirkan ttg pendidikan saat ini

  • @ibnumubarokeib
    @ibnumubarokeib 4 ปีที่แล้ว +1

    om, klo ngasih pembahasan kasih contoh biar mudah kami awam pahami..
    kayak nilai "benar" itu seperti apa,
    "salah",
    nilai "benar & salah"
    nilai "tidak benar & tidak salah"
    contoh kayak kemaren ,
    orang yg berada di ambang pintu,
    apa dia ada di dalam atau di luar ?,
    itu masuk nilai apa, seperti apa cara membaca/memahaminya..
    klo ada contoh mungkin lebih mudah di pahami..

  • @DanyFradikaID
    @DanyFradikaID 4 ปีที่แล้ว +1

    Sebenerny ini sudah disinggung melui film "divergent". But...ya mgkn byk yg gga ngerasa, karena memang adanya pendidikan sekarang orietasinya => kerja = duit = hidup = survival.

  • @gunawanhendrawijaya7703
    @gunawanhendrawijaya7703 4 ปีที่แล้ว +2

    Perlu diakui bahwa spesialisasi bidang memicu pertumbuhan kompleksitas kemajuan yg signifikan. Hanya jika suatu ketika pemberian pendidikan umum-general-holistik benar-benar dilakukan dengan baik, barulah tak akan jadi masalah adanya spesialisasi bidang.

    • @syarifairlangga4608
      @syarifairlangga4608 4 ปีที่แล้ว

      Cepat tapi ada kelas budak dan elit.
      Bagusan mana lambat tapi natural dan menjunjung tinggi kesetaraan?

    • @yuda160493
      @yuda160493 4 ปีที่แล้ว

      Format dunia industri sungguh sulit dihindari. Pendidikan yg filosofis demikian membutuhkan SDM yg sehat jasmani rohaninya sejak masa kandungan. Spesialisasi dibutuhkan utk mencapai level advance di bidang yg ada. Tp memang disayangkan jika membuat manusia hanya peduli dgn bidangnya. Mgkn memang dalam pendidikan (khususnya pendidikan tinggi) perlu diperbanyak multi-discipline approach dalam proses pendidikan. Pada level pendidikan di bawahnya dapat dipaparkan jg bgmn org dewasa berdialog scr multidisiplin dlm menghadapi persoalan

  • @tomianwar6413
    @tomianwar6413 4 ปีที่แล้ว +1

    Menghidupi dunia secara lengkap. Merangkul berbagai ilmu.

  • @jch1910
    @jch1910 4 ปีที่แล้ว +3

    Dari penjelasan ini, menurut saya Renaissance Man membawa pendidikan ke arah toleransi berpikir. Tentu saja itu hal yang bagus bahwa semua bidang ilmu dipelajari dan dinikmati. Sayangnya seperti Renaissance itu sendiri, pola itu sudah tua, sementara di era modern ini menganut system "the best", Renaissance tidak bisa bertahan di era ini, sebab tak mungkin kita menguasai banyak bidang dalam waktu yang sama, selain itu bidang yang dipelajari itu tidak maksimal.
    Pendidikan modern menyadari kebutuhan yang lebih besar, maka perlu pendidikan itu semakin special, toh juga dasarnya dibangun di atas renaissance. (ini menurut saya sih ☺)

    • @afraf5
      @afraf5 4 ปีที่แล้ว

      Gw sepemikiran sama lu

  • @aripadil526
    @aripadil526 4 ปีที่แล้ว +7

    Lalu bagaimana cara menjadi seorang dan bertahan sebagai manusia reinessance ditengah kondisi zaman yang begini keadaan nya?, pola industri yang hanya mau seorang spesialis Industri juga tidak bisa disalahkan juga

    • @muhammadrizkyjulianto9208
      @muhammadrizkyjulianto9208 3 ปีที่แล้ว

      Menurut gua nih kalau salah koreksi aja biar sama sama belajar. bidang yang paling elu suka apa yang elu bisa merasa hidup baik dan bisa membiayai ekonomi ataupun yang lainnya. Itu jalan yang elu pilih untuk bidang bidang lainnya yang mau lu juga pelajari ya pelajari aja, kek anggapannya hobi atau Sebagai sampingan.

  • @sebastianuno1412
    @sebastianuno1412 4 ปีที่แล้ว +1

    Bersyukur bisa nemu nih channel

  • @TriviaArieHendrawan
    @TriviaArieHendrawan 4 ปีที่แล้ว +3

    Lebih banyak lagi bikin video soal ini, tentang pedagogi kritis. Saya adalah seorang guru.

  • @rifqoafdy3235
    @rifqoafdy3235 ปีที่แล้ว

    Pendidikan yg hakiki adalah apa yg kita lihat, kita dengar dan yang kita rasakan.

  • @simonmahulae2350
    @simonmahulae2350 4 ปีที่แล้ว +1

    I love ur teaching sir.

  • @rassstrawberry2470
    @rassstrawberry2470 3 ปีที่แล้ว

    Srpwkattt, untuk merubah mainset demikian sulit bisa dikatan membutuhkan waktu lama. Karena konsep pendidikan linearitas sudah mendarah daging.👍

  • @adnansuryanaputra8607
    @adnansuryanaputra8607 4 ปีที่แล้ว +8

    Menurut saya linearitas memang cocok khususnya untuk era milenial ini, yang dimana orang2 kebanyakan gak mempelajari banyak hal (mungkin karena banyak tantangan), dan mereka cuma belajar apa yang mereka suka dan mereka mampu. Masih mending sih ada skill walau sudah di spesialisasi, ada kemampuan yang bisa dipakai daripada tidak sama sekali.

  • @arungdifky9550
    @arungdifky9550 4 ปีที่แล้ว +19

    Sama seperti orang banyak bilang, "Lulusan filsafat gunanya apa ? Bisanya cuma mikir doang"

  • @teukuakhyard
    @teukuakhyard 3 ปีที่แล้ว

    Pada akhirnya kita semua jadi sepaket seperdunguan.

  • @FirmanNHadi
    @FirmanNHadi 3 ปีที่แล้ว

    Argumen yang mencerahkan bung, delima sy saat menjadi guru di jenjang SMK yang mana saat ini progam SMK lebih menciptakan siswa siap kerja

  • @agusridhohidayat3308
    @agusridhohidayat3308 4 ปีที่แล้ว +1

    Keinget sejarah di brazil tentang pendidikan tertindas...Yang di revolusi oleh poulo fraire

    • @agniyamaulanaarfiansyah6990
      @agniyamaulanaarfiansyah6990 4 ปีที่แล้ว

      Hemm sepertinya menarik... Bagaimana menurut mu bro ??? Saya mempunyai bukunya namun belum sempat saya baca

  • @pohadijam5401
    @pohadijam5401 2 ปีที่แล้ว

    sebenarnya tergantung dimana kita meposisikan diri kita aja, ketika kita sepakat dengan industrialisasi pendidikan karena memang saat ini itulah yang terjadi ya kita ikuti, namun bukan berarti orang yang menjalankan pendidikan tersebut tidak merdeka secara pengetahuan, mereka memilih spesialisasi itu merupakan sebuah bentuk kemerdekaan pendidikan juga sebenarnya, menjadi spesialisasi itulah cara mereka menyikapi dunia

  • @NailiyaNikmah
    @NailiyaNikmah 3 ปีที่แล้ว +1

    Selama ini berpikir sendiri tentang hal ini. Eh, Tetiba video ini lewat di beranda. Merasa menemukan air di padang pasir. Mencerahkan. Salut.

    • @azharmuhammad48
      @azharmuhammad48 2 ปีที่แล้ว

      Memang begitulah semestinya. Harus membuat manusia merasa lepas, tak ada tanggungan dlm hidup

  • @hugobite
    @hugobite 4 ปีที่แล้ว

    Kerasa memang.,. Kadang ingin merasakan pengalaman di banyak hal, tetapi realita waktu kurang cukup,
    Juga takut tidak cukup skill untuk sekedar mendapat upah demi bertahan hidup.

  • @adnanmuharrom1485
    @adnanmuharrom1485 3 ปีที่แล้ว

    Sebenernya ke sepesialisasi boleh, asal guru sebagai penyedia fasilitas untuk pengembangan potensi siswa. Belajarlah 5 th pada bidang itu, maka kamu akan jadi ahli. Pendidikan lebih ke cara bagaimna hidup dari adap, norma dll, pengajaran lebih ke pemberian pengetahuan & skill.

  • @littleflowerofjesus22
    @littleflowerofjesus22 3 ปีที่แล้ว +1

    Sebutan spesialis atau ahli berarti Anda pintar pada satu bidang tapi bodoh di bidang lain. Semakin anda menguasai satu bidang semakin anda menjauh dari bidang-bidang lain. Pilih mana, tahu banyak tapi sedikit, tahu sedikit tapi banyak?
    Tapi itu bukan poinnya. Yang saya tangkap, apa yang dikritik Mas Martin bukan pada hal menguasai satu ilmu secara spesifik dan mengabaikan ilmu lain tapi lebih pada pendidikan manusia yg tidak holistik. Pendidikan yg tidak membentuk manusia secara utuh-integral tapi parsial pada menjawab kebutuhan industri. Manusia semacam menjadi budak atau alat industri. Hidup kan bukan cuma sekolah, kerja, dapat duit, kawin, tua dan mati. Hidup lebih luas dari itu.
    Makasih Mas Martin untuk refleksi kritisnya.

  • @masokys
    @masokys 4 ปีที่แล้ว

    Mas Martin, this your best video so far. Sangat mengapresiasi pencerahan yang mas berikan. Salut. Saya rasa harusnya lebih banyak orang lagi yang menonton karyamu.

  • @denihidza6696
    @denihidza6696 4 ปีที่แล้ว +1

    Saya setuju pada poin kelemahan spesialisasi pendidikan. Makanya, tak heran pada aeal abad ke-21 munculah berbagai ideologi atau kalo ge sih lebih setuju ke "paham" kapitalis, nasionalis, sosialis, komunis dan lain sebagainya . Contohnya Polarisasi ekstrem yang menghasilkan invidualism yang lebih menonjolkan respon egoistic pada setiap manusia, yg diterapkan pada kaum kapitalis ekstrem yg memang dituntut oleh industrialisasi itu sendiri, pun dengan komunisme yg menurut gw adalah kakak ipar dari kapitalisme yg sama saja menspesialisasi manusia untuk mengikuti industri.
    Oke jadi, perluasan wawasan tanpa sekat memang perlu dan krusial sih mengingat emang dunia kita sekarang ini bisa dikatakan post-modernist atau bahkan bisa disebut pre-mortalist yang maksud gw sih, emang kita udah kaya budak dalam sebuah sistem teratur otonomus yg ngehasilin keuntungan untuk industri beberapa orang aja sih haha.
    This is sexy to talk about. The world got the end after all. Thanks mate!

  • @fransiskusjremiegi4479
    @fransiskusjremiegi4479 3 ปีที่แล้ว

    Bung Martin, lanjutin pembahasan tentang pemikiran dan pandangan Nicolaus Driyarkara terhadap pendidikan

  • @fadliggwp
    @fadliggwp 3 ปีที่แล้ว +1

    makasih ilmunya om gondrong😊

  • @dropdate451
    @dropdate451 2 ปีที่แล้ว

    Keren sekali bang pembahasannya.
    Apakah ada buku yang khusus utk arti kata-kata yang spt abang jelaskan di vidio2nya bang..? 🙏
    Alangkah bagusnya kalau abang menulis dan menerbitkan buku istilah2 spt itu bang 🙏

  • @matematikaasik982
    @matematikaasik982 2 ปีที่แล้ว

    kita ciptakan dua lembaga pendidikan, yang satu berorientasi pendidikan yang linier dan lainnya berorientasi kepada pendidikan yang konferhensif

  • @annezbarus1
    @annezbarus1 3 ปีที่แล้ว

    Bang, buat pembahasan tentang filsafat2 pendidikan dan pandangannya tentang bagaimana pendidikan itu seharusnya. Terima kasih🙏

  • @akhmadroyhanfannani318
    @akhmadroyhanfannani318 4 ปีที่แล้ว +7

    Ki hadjar mengatakan tujuan pendidikan ada tiga, yaitu Hamemayu Hayuning Sarira,Bongso, Buwana

    • @muhihwan528
      @muhihwan528 4 ปีที่แล้ว

      Artinya apa yah bang?

    • @akhmadroyhanfannani318
      @akhmadroyhanfannani318 4 ปีที่แล้ว +4

      @@muhihwan528 memperindah diri, dilanjutkan memperindah bangsa, diakhiri memperindah dunia. Sayangnya, pendidikan Indonesia hanya dianggap orang untuk diri sendiri

  • @handhikaramadhan
    @handhikaramadhan 4 ปีที่แล้ว +21

    Sa vidya ya vimultaye
    "knowledge is that which liberates"

    • @MindBodyRevolution77
      @MindBodyRevolution77 4 ปีที่แล้ว +1

      ujung2nya bakal dirubah juga atas nama kepentingan🤣🤣

  • @kiagengmatraman3807
    @kiagengmatraman3807 2 ปีที่แล้ว

    Mang Martin Surajaya ini sy amati mirip banget dengan guru sy Romo Mudji Sutrisno, waktu sy di Driyarkara.

  • @andikaakbar8914
    @andikaakbar8914 3 ปีที่แล้ว +1

    that is why the current industrialized economy does not produce one thing that humanity really need; wisdom

  • @husni9797
    @husni9797 4 ปีที่แล้ว +10

    Waktu ngisep rokoknya jangan di skip dong.. pingin liat org pinter tu ngerokoknya kayak gimana huehuehue

  • @arassec0_0
    @arassec0_0 3 ปีที่แล้ว

    "Pendidikan Itu Membentuk Manusia Seutuhnya".

  • @bebyrenanthera7696
    @bebyrenanthera7696 4 ปีที่แล้ว

    ... Bukan hanya berpikir tentang dunia tapi juga merasakan dunia ...

  • @Sanahapurba
    @Sanahapurba 4 ปีที่แล้ว +1

    Maturnuwun Mas Martin.

  • @blackrock6664
    @blackrock6664 4 ปีที่แล้ว

    Nice video

  • @RhezTra
    @RhezTra ปีที่แล้ว

    Di zaman ini kita "dirancang" untuk menjadi industrial being

  • @akhmadroyhanfannani318
    @akhmadroyhanfannani318 4 ปีที่แล้ว +5

    Paulo Freire, Ivan Lilich, Ki hadjar, dll

  • @miftahulmunir4562
    @miftahulmunir4562 4 ปีที่แล้ว +1

    Sedikit pertimbangan,
    Dokter spesialis bedah,
    Sekaligus ahli arsitek bangunan,
    Sekaligus master chef,
    Sekaligus petinju kelas berat,
    Sekaligus striker handal,
    Sekaligus jendral ahli strategi,
    Sekaligus hapal kitab suci,
    Sekaligus computer programmer handal,
    Sekaligus musisi.
    👍👍👍
    🙏🙏🙏

    • @EGGYGRAHA
      @EGGYGRAHA 4 ปีที่แล้ว

      Pak ini saya jelaskan lebih detail di komentar saya, saya sependapat dengan bapak..

    • @miftahulmunir4562
      @miftahulmunir4562 4 ปีที่แล้ว

      @@EGGYGRAHA
      Ilmu dan pengetahuan.
      1. Memperluas pengetahuan/wawasan relatif lebih mudah. Terlebih dg dukungan teknologi informasi yaitu internet. Untuk meningkatkan pengetahuan bisa dg membaca, melihat, dan mendengar.
      2. Ilmu harus dilatih secara perlahan ataupun cepat. Dan semakin optimal ketika bakat mendukung, juga ketika sarana prasarana mendukung, juga termasuk dukungan keluarga.
      Saya bukan orang berilmu (praktek), hanya punya sedikit wawasan/pengetahuan(teori) krn suka baca.
      🙏🙏🙏

  • @teammelawanlogika
    @teammelawanlogika 4 ปีที่แล้ว

    Mantab bang

  • @kempohardyan213
    @kempohardyan213 4 ปีที่แล้ว +5

    Woeh mantep mas, nglawan arus tenan ✊✊👍👍
    Semoga ditambah lagi mas pembahasannya terutama buat relasi industrialisasi 4,0 & pendidikan kritis

  • @risampurnama5996
    @risampurnama5996 3 ปีที่แล้ว

    Kendalanya, pendidikan ada pada bayang-bayang kapitalisme. Akhir² ini gencar wacana yang dimuat oleh universitas di Indonesia untuk masuk ke dalam ring word class university. Kenyataan demikian akan menggiring univ menjadi budak daripada kapitalisme, dengan jalan mcdonaldisasi. Harus ada kesadaran yang mengcounter hegemoni tsb!

  • @faqihhasyim4133
    @faqihhasyim4133 3 ปีที่แล้ว

    Terima kasih, mas Martin

  • @Lito1601
    @Lito1601 4 ปีที่แล้ว

    Mantep .

  • @kucingoren4926
    @kucingoren4926 4 ปีที่แล้ว +1

    Saya sangat mendukung bapak jika menggunakan tulisan

  • @chilchannel9240
    @chilchannel9240 4 ปีที่แล้ว

    Topik yang saya suka.

  • @miftahkhoirizaki6626
    @miftahkhoirizaki6626 2 ปีที่แล้ว

    Pendidikan kontemporer semacam tools menciptakan produk (pekerja) yang nanti nya akan dipakai oleh industri atau lembaga

  • @inaceri
    @inaceri 4 ปีที่แล้ว

    terima kasih untuk penjelasan yang mencerahkan.
    saya ingin bertanya bagaimana filsafat untuk kritik ? sejauh mana boleh mengkritik. jika dituangkan dalam bentuk video saya sangat berterima kasih.

  • @yuukiakihime454
    @yuukiakihime454 4 ปีที่แล้ว

    saya rasa lebih manusiawi atau dimanusiawikan , jika sistem pendidikan kita adalah umum dibebaskan mencari apa yang mau kita cari dan apa yang kita fikirkan , dengan ekosistem peduli lingkungan atau respect pada oranglain , dan menjadi apa yang kita inginkan , tanpa ada spesialisasi.

    • @yuukiakihime454
      @yuukiakihime454 4 ปีที่แล้ว

      @Diyan fakih Firmansyah nahh , itu , yang saya cari itu tenang damai ataupun pemikiran yang kadang sesuai apa yang saya rasakan dan harus saya lakukan tapi , ketika saya bertanya kepada guru saya adalah , ya sesuai industri , di situlah saya sedikit merasa tersinggung dengan jawaban dan masih bertanya , apakah dunia di abad 21 ini benar benar begitu , saya rasa jika begitu , rasa untuk menghargai kurang nampak saja .

  • @kenandari7631
    @kenandari7631 2 ปีที่แล้ว

    Bung Martin, kami emak2 dari Charmed Community ada diskusi rutin mingguan via zoom, baca buku2nya Charlotte Mason. Saat ini sedang baca Vol. 6 nya, Towards A Philosophy of Education. Boleh sesekali mampir...? Paparan Bung Martin akan sangat membantu kami para emak2 ini...

  • @roengthemorin3260
    @roengthemorin3260 3 ปีที่แล้ว

    Pendidikan Indonesia adalah pendidikan gaya bank. Yang punya basis material kuat maka dia dapat mengakses pendidikan sedangkan yang miskin tidak bisa mengakses.

  • @jam-johanandimiq3015
    @jam-johanandimiq3015 4 ปีที่แล้ว

    Nyimak,.. om,..👍🙏

  • @boychanel9707
    @boychanel9707 ปีที่แล้ว

    Saya reinesans & punya keahlian spesialis, semuanya berhubungan

  • @fawaidunasuha2102
    @fawaidunasuha2102 4 ปีที่แล้ว

    Cocok

  • @ahmd.sforzo
    @ahmd.sforzo 4 ปีที่แล้ว

    Trima Kasihhhh Bung! #RayakanPendidikan

  • @batalireborn
    @batalireborn 4 ปีที่แล้ว

    Sangat bermanfaat sekali bang,sekali2 bahas mengenai filsafat stoisisme mas klau boleh

  • @wiranggafikrahaekal8690
    @wiranggafikrahaekal8690 4 ปีที่แล้ว +1

    Request Filsafat Hukum kak

  • @alfalach3565
    @alfalach3565 4 ปีที่แล้ว

    Sampean memang menginspirasi
    Maturnuwun, cak

  • @neneklampir6664
    @neneklampir6664 4 ปีที่แล้ว +6

    Tapi Mas Martin. Apa cukup waktu hidup kita mempelajari itu semua? Carl Sagan pernah bilang bahwa waktu hidup kita dalam membaca buku itu tidak sampai satu rak. Sehingga mustahil kita bisa menyerap semua ilmu.
    Ini menarik bung Martin. Karena ini akan ada hubungannya ke proses Dialektikanya dari Hegel yang mengatakan bahwa proses dialektika akan menyelesaikan sejarah. Dan ini dikritik oleh Foucault. Dia bilang bahwa proses scientific itu tidak maju kedepan, tetapi pengetahuan yang lama dilupakan dan ditutupi oleh pengetahuan baru.
    Menurut saya spesialisasi tetap diperlukan. Tetapi, interdisciplinary juga diperlukan. Sehingga hal hal yang spesial tadi dapat dicari hubungannya ke Ilmu yang lebih general, yaitu Filsafat.

  • @Nu_Gelo
    @Nu_Gelo ปีที่แล้ว

    saya lebih suka spesialis mas, saya suka mempelajari satu bidang hingga kedalaman yang lebih, general itu halnya multitasking sangat sulit dan melelahkan. tapi di waktu luang saya memang mempelajari apapun, ya tidak banyak tapi dikit2 jadi bukit. menurut saya itu semua tergantung pada diri kita sendiri lebih tertarik ke mana dan general maupun spesial adalah dua aspek tak terpisahkan mereka harus bekerja sama karena memilki kelebihan dan kekurangan yang saling melengkapi.

  • @okarimba93
    @okarimba93 4 ปีที่แล้ว +2

    Hei Martin Suryajaya. Saya baru melihat channel Anda di beranda. Pemikiran Anda ini adalah racun bagi dunia karir kapitalisme saya. Juga penawar untuk jiwa intelektualitas yang mengering semakin tua. Maka izinkan saya berterima kasih sekaligus mengutuk: Semoga suara Anda terus menghantui manusia-manusia tanpa jiwa saat ini.

  • @udiscot4693
    @udiscot4693 3 ปีที่แล้ว

    Konsep yg dijelaskan sama persis dengan pemikiran elon musk, gila emang gua sangat setuju

  • @pengabdisetan2232
    @pengabdisetan2232 4 ปีที่แล้ว

    Inspection

  • @aryamaulana802
    @aryamaulana802 4 ปีที่แล้ว +3

    Menurut saya jika kita mengambil sudut pandang pendidikan dari spesifik atau generalnya, model pendidikan di Indonesia juga sudah menerapkannya sebenarnya, dimana untuk dasar pemikiran kita (bersifat general), yaitu 12 tahun belajar dari TK sampai SMA, merupakan suatu proses pembentukan pribadi renaisance, namun setelah kita lulus kita dihadapkan pada pilihan dan spesifikasi atau keahlian sebagai pembentukan terhadap lingkungan dunia kerja , tidak ada salahnya sebenarnya karena proses berfikir renaisance masih tetap bisa diterapkan walau tidak setinggi para renaisance di Eropa pada masa lalu, karena memang sejatinya pikiran manusia itu bersifat dinamis , seketat apa pun kita menggolongkan manusia tetap saja dasar pemikiran itu liar dan akan terus bergerak sesuai keadaan,misalnya kita adalah seorang liberalis tak mungkin kita tidak pernah sefaham dengan komunis ada suatu titik dimana komunis lebih baik dari liberalis dan sebaliknya. Oleh karena itu sia sia kita menggolongkan pemikiran karena pada dasarnya pemikiran itu bebas baik kita sadari sesuai dengan apa yang sudah dibahas di video maupun tidak terima kasih🙏

    • @afraf5
      @afraf5 4 ปีที่แล้ว

      Wah.. Saya sepemikiran dengan kakak. Kalo boleh, kesimpulan kakak mengenai penjelasan bang martin itu seperti apa ya?.
      Saya susah mencerna penjelasan bang martin soalnya, saya masih SMA btw.

    • @afraf5
      @afraf5 4 ปีที่แล้ว

      Tambahan kak, hehe.
      12 thn, kita belajar disekolah (khususnya indonesia) dengan kurikulum dan sistem seperti ini.
      Apakah yang telah kita pelajari memang benar2 kepake dalam kehidupan kita?

  • @mard6114
    @mard6114 4 ปีที่แล้ว +3

    1:55 betul 🤝

  • @Mahmud-ey4ee
    @Mahmud-ey4ee 5 หลายเดือนก่อน

    iR soekarno,,K, H, Dewantoro R, A, Kartini ,, beriKan maKna luas wawasan Nusantara,,, "MeRdEkA" dan "BaHagiA"

  • @rottencorpse480
    @rottencorpse480 4 ปีที่แล้ว +3

    Sayangnya Renaissance sendiri juga lah yg merintis jalan menuju pada Revolusi Industri, Kolonialisme, Perang Dunia. Mentalitas Renaissance terbukti gagal nenyemai benih2 kemanusiaan dan toleransi...yg muncul adalah benalu idealisme intoleran dan politik identitas be it Rasisme Arianisme ala Jerman, Kapitalisme, Liberalisme, Sekularisme dan Komunisme
    Pendidikan bukan untuk membebaskan...jangan salah..tujuan pendidikan adalah untuk mengasah potensi manusia dan memaksimalkannya untuk mencari jalan kebenaran....
    Karena jika tidak, maka pendidikan hanya akan menjadi alat kekuasaan..institusi pendidikan dan perangkatnya hanya menjadi corong legitimasi dan supremasi rezim
    Saya menunggu bahasan kenapa Renaissance Eropa ini bahkan tidak berdaya menghadapi rasisme dan bigotry serta intoleransi negara...persis seperti yg terjadi di Perancis dengan Liberté, égalité, fraternité yg jadi jargon kosong

  • @mr.rhizky8208
    @mr.rhizky8208 3 ปีที่แล้ว +1

    agak muak juga sebenarnya ketika ingin berpendapat tentang sesuatu diluar studi sarjana yang saya ambil, lalu kemudian ada orang yang nyeletuk kamu tau apa sihh studi mu kan bukan tentang persoalan ini🙃

  • @tropicalcomet
    @tropicalcomet 4 ปีที่แล้ว +14

    Apakah bisa dikatakan bahwa punahnya polymaths adalah salah satu konsekuensi dari industrialisasi pendidikan?
    Saya lebih sepakat dgn model pendidikan non-linear ini, tapi seringkali ketemu dgn argumen bahwa pembelajaran seseorang akan lebih ideal apabila hanya fokus menguasai satu bidang tertentu. Argumen2 tsb pada akhirnya membuat saya ragu, kadang mundur, ketika tertarik dalam mempelajari bidang baru. Ketertarikan itu pun sebenarnya tidak muncul secara acak, tapi karena terkadang ada hubungan yg sifatnya general dan terhubung dgn bidang sebelumnya.

    • @evangelstark496
      @evangelstark496 4 ปีที่แล้ว

      Saya rekomendasikan baca buku epstein berjudul range

    • @tropicalcomet
      @tropicalcomet 4 ปีที่แล้ว

      @@evangelstark496 terima kasih rekomendasinya. Saya coba browsing sinopsis dan review "Range"-nya David Eipstein, yg kurang lebih bertema self-help a la psikologi populer. Yg bisa saya tangkap, buku ini justru 'mengarahkan' pembaca untuk menjadi spesialis, sebagaimana tujuan industrialisasi pendidikan, alih2 menguasai banyak bidang secara komprehensif.
      Tapi mungkin saya keliru, karena memang sekalipun belum pernah baca buku 'how-to' semacam itu.

    • @afraf5
      @afraf5 4 ปีที่แล้ว +2

      Klo menurut gw, kita fokuskan dulu di satu bidang itu. Lalu setelah kita dapat hidup yg cukup nyaman dibidang itu atau karir dibidang itu, barulah kita mempelajari hal lain.
      Kalo ada koreksi, silahkan.

    • @sheinamustika3233
      @sheinamustika3233 3 ปีที่แล้ว

      Memang kita hrs punya minimal 1 skill di bidang tertentu ttpi jga jgn berkutat pd itu2 saja, tinggal tergantung gmna memanage waktunya aja sih sama mana yang lebih di prioritaskan. Lagi pula kalau hny fokus dibidang itu2 aja emg ga bosen?
      Kalau menurut saya andai ada ketertarikan di suatu bidang tertentu coba ditelusur lagi aja. Ini juga sbg bentuk pencarian jati diri. Tapi jgn lupa mana yg lbh diprioritaskan

  • @guruamatiran
    @guruamatiran 3 ปีที่แล้ว

    Kali ini, ulasannya kurang update bagi saya. Link and match lebih realitis dijalani di abad seperti ini.

  • @Faiqeh
    @Faiqeh 3 ปีที่แล้ว

    Kita harus menginsyafi kemerdekaan, merdeka berarti tidak terkekang dan bertanggung jawab.

  • @hanifiansyah5715
    @hanifiansyah5715 4 ปีที่แล้ว

    Bahas materialisme dialektika historis dong bang

  • @ardlirobbihabibie7281
    @ardlirobbihabibie7281 3 ปีที่แล้ว

    Mungkin singkat cerita Renaissance men adalah seorang polymath, sebagai seorang polymath, terkadang anda sering mendapatkan judgement oleh orang awam (terlebih yang memiliki tendensi judgemental) sebagai orang yang "sok tahu" dan mungkin gila hahaha. Teringat Leonardo Da Vinci yang membuat "desain helicopter", mungkin jika ia hidup saat ini (helicopter belum ditemukan) dengan kondisi masyarakat yang seperti ini, maka banyak yang beranggapan bahwa dia gila atau mungkin bodoh.

  • @alvinfarah5392
    @alvinfarah5392 4 ปีที่แล้ว

    Mantap bang, hebat banget❤

  • @bibsyizwildan6893
    @bibsyizwildan6893 4 ปีที่แล้ว

    Banyak yang cakap dalam pendidikan tetapi kurang dalam kejujuran.