Sebuah kehormatan dapat berdiskusi dengan dengan the very thoughtful, Gita Wirjawan. Mari bersama turut menguatkan ekosistem dan tata kelola riset Indonesia. Salam hangat.
Pak, izin bertanya. Sebagai seseorang dengan IPK rendah kan ga terlalu identik dengan riset. Apa yang membuat bapak yakin mengambil S2 selain untuk menaikkan bargain value?
Prof Bagus ini sangat menghargai pak Gita dan bahasa Indonesia. Beliau selalu berusaha menggunakan bahasa Indonesia lebih banyak di luar istilah2 yang lebih mudah dipahami dalam bahasa Inggris. Saya bangga sekali dengan kemampuan berbahasa dan intelektual yang tinggi masi tetap menjunjung tinggi negara Indonesia.
Setuju gue, mas Bagus 99% berbahasa Indonesia. Padahal literally tinggal di UK menjadi wajar dia besar persentasenya menggunakan bahasa Inggris, Tapi dia paham konstituen. Nice sir Bagus Mulyadi.
Sy sangat setuju dg komen anda. Dan sy juga apresiasi dg mas bagus dg paparan dan penjelasan yg beliau sampaikan dg mudah dicerna & dipahami buat kalangan menengah ke bawah❤❤❤
Budayakan dulu dunia riset disekolah... Hapus bimbel disekolah... Kembalikan percobaan di lab sekolah... Perbaiki laboratorium disekolah... Anak IPA...pegang multimeter saja nggak bisa ..apalagi peralatan yang lebih rumit
well, kurang lebih yg disampaikan oleh mas bagus ini mirip sama saya. saya juga alumni ITB dan saat ini masuk ke government di jakarta, saya merasa sangat stress dan stucked karena kesulitan mengikuti berbagai polemik di pemerintahan. Saya merasa saya tidak punya tujuan dan diri saya tidak berkembang karena selalu lebih fokus ke urusan administrasi meanwhile saya tipikal orang yang suka belajar, riset, deep analysis, dll Sekarang saya berpikir juga untuk "kabur" dari kerjaan dan ambil s2 whether di ITB lagi atau di luar negeri sekalian karena saya merasa sudah sangat tertinggal, downgraded lah. Jadi kebetulan banget encounter sm video ini dan makin membulatkan tekad saya buat focusing on myself and seeking for my happiness elsewhere
saya pernah melalui fase yg sama, sekitar 6 th lalu. Saya tenaga medis baru, betul rasanya drained & stuck dgn sistem kesehatan di Indonesia: apa yg saya tahu saya mampu/harus lakukan & sarana yg saya punya sering nggak matched. Selain itu saya jg passionate about molecular research, yg waktu itu baru dirintis di beberapa pusat riset di Indonesia. Seiring waktu saya mulai burnt out. Waktu curhat ke bapak & ibu, pesan utama beliau berdua kira-kira begini: kalau emang menurutmu apa yg dikejar itu ada di tempat yg jauh ya pergi & carilah, tapi kamu harus siap menanggung segala konsekuensinya. Semangat kak, kembangkan sayapmu & carilah kebahagiaanmu, kemanapun sayap itu membawamu!
I do agree dengan Pak Gita. Saya pernah memiliki pengalaman riset di luar negeri dan saya satu-satunya orang Indonesia di sana. Ketika saya pelajari mengapa, ternyata, lebih karena tidak ada Profesor asli orang Indonesia di sana. Di tempat saya riset, banyak orang Tiongkok yang PhD supervisor nya adalah Professor asli Tiongkok, banyak orang Srilanka yang PhD di sana karena ada Professor berkebangsaan Srilanka, dll. Tidak bisa dipungkiri bahwa subjektivitas itu masih ada. Coba bayangkan.. Jika kita punya Professor, asli orang Indonesia, yang tersebar di universitas-universitas top dunia, maka akan banyak anak-anak muda Indonesia yang lebih mudah untuk mendapatkan kesempatan untuk studi/riset di universitas-universitas top tersebut. Ini baru satu dari banyak manfaat yang bisa didatangkan jika kita punya orang-orang asli Indonesia yang tersebar di lab-lab keren di luar negeri.
@@moh6410 Jangan semua2 dikaitkan mabok agama. literasi kita kurang. banyak Dr atau Prof ga fokus ke riset. karena iklim riset mash belum kuat. Dan 1 lg minat ke STEM yg kurang. banyak mahasiswa ke luar negeri ambil jurusan ekonomi dan humaniora.
Berfikir anda harus terbalik boss, kita bisa melebihi mereka dr dalam dr indonesia. Adalah tugas anda menciptakan iklim tsb ada di negara kita. Kita ciptakan indonesia menjadi center of excellent. Krn pd dasarnya mrk yg pada akhirnya membutuhkan kita
Pak Gita, governing equation nya menurut saya berkaitan erat dengan kesejahteraan mereka para akademisi, banyak profesor di indo pada akhirnya apatis - proyekan bae, lupa ngajar, lupa ngimprove, waktu berlalu. Slide kuliah masih sama kya jaman kita kuliah dulu. Permasalahan ekosistem ini gak akan mudah di solve karena berkaitan juga dengan pembuat kebijakan di pemerintahan yang juga punya masalah yang lebih serius. Dosen cuma dapet dana penelitian 50 jt misalnya (?)....98% mereka yang kuliah bertujuan agar kerja lebih mudah, tujuannya agar bisa kerja dengan gaji tinggi di perusahaan yang baik. Yang mutusin jadi akademisi, support sistemnya gak ada utk mreka, akhirnya mereka buat kegiatan lain utk perbaikan perekonomiannya. Dosen yang idealis, ada, buat bikin alat lab aja sulit, gak ada yang support. Musti ada orang di pemerintahan yang laser focus berkesinambungan memeprbaiki dari akarnya perlahan sampe ahirnya praktisi industri dan kampus jadi satu.
Terima kasih pak Bagus. Tahun 2019 sudah dibantu dapat LoA Nottingham University di Jurusan Teknik Kimia dan Lingkungan. Tapi sayangnya gagal dapat funding di BPPLN 2019. Tapi ghirohnya pak Bagus saya bawa terus sampai dapat full scholarship di CYCU Taiwan. Thank you for your fully support.
Saya setuju sekali dg impian Pak Gita yg menginginkan 100jt orang Indonesia bisa berbahasa asing. Tapi juga saya memahami dan mengerti sekali pendapat mas Bagus tentang untuk belajar bahasa asing itu harus didukung iklim dan lingkungan. Karena sy pernah berada dlm keadaan itu. Sy cuma lulusan SMA di kota kecil di Jatim. Semasa sekolah sya belajar Bahasi Inggris, tetapi waktu keluar dari kelas sy tidak dapat mempraktekkannya karena masyarakat dilingkungan sy tidak ada yg berbahasa Inggris active.jadi ilmu yg sy pelajari di sekalah hilang begitu saja. Sampai ketika sy berangkat ke keluar negeri sebagai PMI dan bekerja sebagai tukang jahit di Brunei. Kebetulan kota yg saya tinggali adalah kota minyak, banyak orang dari berbagai bangsa datang ke sini bekerja. Disaat itulah saya memahami pentingnya bisa berbahasa Inggris. Karena sy menyadari bahasa Inggris adalah bahasa uang. Walaupun bekerja sebagai ART kalau dapat berbasa Inggris bisa mendapatkan gaji double. Tapi pada saat saya belajar bahasa Inggris dan start to have active conversation with others, kawan-kawan dari Indonesia sendiri yg banyak mencemo’oh. Memang dasarnya buruh,walaupun bisa berbahasa Inggris tetap juga buruh, itu katanya. Tapi puji Tuhan saya tidak menyerah, sekarang saya bisa berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris fluently. Bahakan orang-orang disini mengira saya orang Philippine karena saya bisa berbicara dlm bahasa Inggris dengan lancar. Makanya saya setuju sekali dengan Mas Bagus katakan dukungan dan iklim masyarakat disekitar sangat mendukung.
Setuju, saya jg jd pasif karena lingkungan. Saat berinteraksi dgn tmn saya yg guru bahasa inggris (mencoba aktif) ada tmn lain mendengar percakapan itu pasti akan mencemo’oh 😅
Sayangny beberapa guru dan ortu kita kurang ngeh tentang pentingnya english dn para pejabat skalipun, sebenerny kalo pemerintah mau generasi sekarang bisa english harusnya ada program dan alokasi dana yg spesifik, apalagi skarang kelulusan skolah bkn berdsarkan nilai mapel mmbuat anak skolah masa bodo dgn mapel,
I totally agree with Dr Bagus Muljadi, yg survive di luar negeri itu rata-rata adalah non beasiswa pemerintah (lpdp, dikti, fulbright, chevening dsb). Masalah utama representasi itu bukan sekedar ada mahasiswa yang belajar di kampus luar negeri, tapi gimana Indonesia punya anchor, yaitu para faculty member di universitas di luar negeri. I want to echoing this even more. Salah satu kesempatan kuliah diluar negeri yg jarang ditangkap mahasiswa Indonesia adalah Graduate Research Assistantship or Graduate Teaching Assistantship. Tiap kampus, terutama R1 campus di US, pasti punya ini untuk degree PhD. Sedangkan untuk master, meski lebih terbatas, tapi ada (saya salah satunya, sedang kuliah di Missouri, US). Saya suka sedih, di kampus saya saat ini banyak orang2 dari asia selatan (terutama Bangladesh) dan Afrika (seperti Nigeria, Ethiopia, Zimbabwe) yang banyak pake program ini. Perbandingannya, saya satu2nya Indonesia di universitas saya, sedangkan, Bangladesh ada 10 student dan itu hanya di departemen saya. Keuntungannya? mereka tidak wajib pulang dan bisa berkarir jadi postdoc lalu lanjut terus ke tenure track. Bayangkan, 10 rahun depan, mereka sudah jadi faculty member dan punya research grant di US, mereka pasti bakal cari student dari negara mereka utk kembali menikmati funding yang bukan dari kantong pemerintah mereka. That's massive pak Saya adalah orang yang beruntung bisa masuk lewat skema itu, PI saya orang Indonesia di bidang Computational Materials Science, dan Alhamdulillah sepanjang riset saya bisa punya akses langsung ke supercomputer tercepat nomor 4 di dunia (berdasarkan wikipedia) milik US. One blessing that I never imagined before. To sum up, kita harus mulai juga pikirkan roadmap untuk mencetak scientist yang siap berkibar di luar negeri untuk jadi pelontar 2nd generation, 3rd generation and much more scientist dari Indonesia.
Sepakat kawan. Kita perlu roadmap panjang untuk percepatan mencetak generasi saintis sampai katakanlah 20 tahun ke depan (setelah itu buat roadmap baru lagi). Untuk saat ini sasaran pemerintah terlalu jangka pendek dan menghamburkan dana tanpa target yang jelas. Orang2 kita pintar2 kok, hanya iklimnya yang memang tidak mendukung. Oleh karena itu kita bisa "pinjam" iklim luar negeri sambil membenahi iklim di dalam negeri.
semoga dijawab saya sekarang jurusan elektro di ITB, ingin sekali ambil s2 namun diluar negeri, apakah jurusan harus berkorelasi dengan jenjang s1 saya,atau bukan sebuah keharusan?
@@Jeniffer88 bisa banget untuk tidak linear, di US saat ini banyak pengembangan research berbasis interdisiplin. Salah satu contohnya, saya punya teman satu angkatan dari elektro untuk ambil jurusan materials science. Atau kalo mau yg berbasis MBa, basisnya boleh beda, tapi disarankan punya strong background di bussiness administration saat kerja. Kalo mba masih S1 atau recently graduate, jika mau ke US saran saya pertimbangkan untuk ambil PhD langsung. Akan lebih banyak kesempatan beasiswanya dan program PhD disini sifatnya integrated, jd dibolehkan dari S1 langsung ke PhD. Coba tonton podcast pak Gita Wirjawan dengan Prof Haryadi Gunawi sebagai referensinya.
Seorang asisten profesor termuda di fakultas teknik di university of Nottingham. Dengan IPK yang tergolong rendah dan nilai rapor yang bermasalah. Dr. Bagus Muljadi berani untuk mencoba studi keluar negri di Taiwan. Dengan keberaniannya ia akhirnya bisa membuktikan dirinya menjadi asisten dosen termuda di luar negri. Sangat menginspirasi🙏🙏
Entah kenapa, Pak Bagus tata bahasanya mudah diserap, enak didengar; mesti oleh orang awam seperti saya. Mungkin kemampuan orang cerdas tak dapat dibohongi.
Saya perempuan Indonesia dan tinggal di Ireland. Di sini perempuan yang belajar STEM juga dikasih insentif, ada kampus yang memberikan 100% scholarship untuk belajar STEM
Pak Gita beberapa kali mengatakan kalau banyak penliitian saintifik yang tidak bisa dirasakan masyarakat. Sebenarnya dari sudut pandang penelitian terdapat penelitian terapan dan penelitian fundamental. Kalau untuk penelitian terapan seharusnya dampaknya bisa dirasakan langsung, tetapi yang membedakan tersampaikannya atau tidak adalah dari segi eksekusinya, bagaimana hasil penelitian bisa disebarluaskan atau masuk ke ranah produksi massal. Tetapi, untuk penelitian yang bersifat fundamental memang tidak bisa dirasakan langsung menfaatnya dalam jangka pendek. Penelitian-penelitian fundamental mungkin baru dapat ditemukan aplikasinya 20-30 tahun yang akan datang dan ini adalah bidang yang seringkali diremehkan dan belum menjadi prioritas dari sisi pemerintah Indonesia. Contohnya adalah bidang astronomi, fisika, dan matematika. Negara-negara dengan teknologi yang maju selalu berdasar dari riset-riset fundamental yang sudah dimulai puluhan tahun yang lalu karena riset fundamental adalah jaminan bagi penguasaan teknologi di waktu yang akan datang. Dan negara yang memiliki kuasa adalah negara yang menguasai teknologi. Jadi menurut saya yang hanyalah rakyat jelata, tidak ada salahnya kalau ada penelitian-penelitian yang terkesan "alien" atau tidak dirasakan dampaknya saat ini. Seperti yang dijelaskan juga oleh Pak Bagus, kalau penelitian itu proses yang panjang, untuk memfiltrasi kesalahan-kesalahan, hingga menghasilkan probabilitas kebenaran yang tinggi.
One of the best episodes, talking about my fav topics: interdisciplinary studies and how to communicate science and research findings for relevant stakeholders and for everyone. Thanks for sharing Pak Bagus & Pak Gita!
Saya sangat setuju sekali dengan pandangan Pak Gita dan Pak Bagus tentang kurangnya fokus di riset pada institusi pendidikan di Indonesia sehingga menjagal langkah institusi kita untuk berada di top 50 universities di dunia. Saya ingat sekali nasihat profesor saya saat saya di US, beliau menekankan bahwa Universitas itu ya utamanya di riset, pengajaran itu nomor dua setelah riset. Makanya profesor saya lebih banyak menghabiskan waktu di riset, dan hanya 2x seminggu saja mengajar di kelas. Dari situ saya mulai berubah pandangannya, awalnya saya pikir universitas itu ya lebih ke belajar di kelas, ternyata yang benar fokusnya ya riset, makanya nggak heran institusi saya saat itu banyak menyumbang peraih nobel. Kemudian saya balik ke Indonesia dan mendapat tawaran posisi sebagai tenaga pendidik di suatu universitas. Saya ditanya oleh atasan apa alasan saya ingin menjadi dosen, saya jawab karena saya suka sekali dengan dunia riset dan saya berpikir bahwa institusi universitas ini akan memudahkan dalam mengakomodir kesukaan saya tersebut (karena lebih mudah mendapat akses berupa grant atau lan), lalu saya jelaksan alasan kedua adalah saya suka mengajar. Lalu atasan tersebut menjawab bahwa salah kalau saya menginginkan riset sebagai tujuan utama, kata beliau universitas itu ya tujuannya pengajaran, riset adalah tujuan sekunder bersama pengabdian masyarakat. Darisitu saya agak kecewa sih, dan jadi bingung, apa saya yang salah pemahamannya atau bagaimana. Setelah melihat video ini, saya jadi yakin kembali bahwa memang riset untuk menjadi pondasi kualitas suatu universitas
salah satu poin yang baik untuk selalu kita ingat, menurutku ada di menit 1:18:13, bahwa hasil dari setiap riset saintifik adalah untuk memberikan solusi semeyakinkan mungkin dengan alasan sekuat mungkin. level kebenarannya tidak 100 persen. tetapi hasil riset ini bisa sangat membantu dari pada kita mengggunakan pendekatan lain, seperti dukun. kalo pakai bahasa pak Qurais Sihab Ilmu pengetahuan adalah hasil pukul rata dari statistik. ada keterbatasan akan kebenaran, tetapi dengan ilmu pengetahuan bisa memudahkan kehidupan.
Saya mau cerita sedikit tentang risk taking orang Tiongkok. Teman saya dari Timor Leste cerita bahwa di sana sudah mulai banyak orang Tiongkok, dari mainland loh ya, bukan peranakan, datang jauh-jauh dari sana dan buka toko di Timor Leste, dengan modal hanya bahasa pas-pasan, bisa bilang "murah" dan "bagus". Gila! Mereka melihat Timor Leste sebagai tanah baru dan mereka berani masuk pertama kali secara ekonomi di sana. Tak aneh kalau 10-20 tahun ke depan, mereka-mereka ini yang akan menjadi taipan-taipan baru di Timor Leste.
Keren banget diskusinya, saya sebagai guru juga mengharapkan hal yg sama seperti Bapak-bapak karena sebenarnya anak Indonesia juga punya potensi besar untuk jadi critical thinker di masa depan. Namun kondisi lingkungan lah yg membuat mereka bungkam dan jadi orang biasa.
Pak gita, di Palembang ada dosen unsri yg latar belakangnya cukup menarik, dari keluarga biasa, kuliah s1 di unsri jalur undangan, beasiswa s2 di Australi, s3 di New zealand, rencana tahun ini jdi dosen tamu di salah satu universitas di Amerika, Sdh ada beberapa buku karya nya yang diterbitkan oleh penerbit nasional, seorang perempuan juga, namanya ibu najmah, salah satu dosen fakultas kesehatan masyarakat universitas Sriwijaya
Selama kebijakan Pemerintah belum mengutamakan Pendidikan dan Riset, mungkin sangat sulit akan lahir ilmuwan2 dan Teknokrat yang bertaraf Internasional. Sekarang semakin terasa Peringkat Universitas2 Indonesia semakin tertinggal walaupun hanya di Asia Tenggara.
Episode kali ini nyetrum banget buat saya yang sedang studi Higher Education Administration. Semakin nambah list tugas untuk pendidikan tinggi di Indonesia, salah satunya bidang riset dan inovasi--funding, democratizing the results to public, scaling, fighting negative stigmas of Indonesian students overseas. Semoga ke depan bisa ada semakin banyak akademisi muda yang akan mengikuti jejak Pak Bagus.
Saran sy sih mas pertimbangkan political will sebagai list tugas nomor satu dari yg td disebut. Merujuk pada bagus, rocky, gita, semua gamblang menuturkan kalau mau indo maju perlu ada sektor yg difokuskan. Nah ini perlu dukungan political will. Bukan beasiswa keluar sebanyak banyaknya tanpa target yg jelas (bagus menjelaskan bagaimana peneliti dr beasiswa itu tak ada taji di UK). Logis sekali karena jika kita lihat contoh sukses di sawit. Ya kita bnyk yg lupa bahwa peneliti sawit kita kelas dunia. Itu berawal dari sekelompok pengusaha, lalu ada political will, sampai akhirnya jadi penguasa. Sekarang sektor apa yg menarik? Nikel, tambang, mineral berharga yg ahli kita bnyk jelaskan di ted talks. Itu harusnya di fokuskkan, bagaimana carnya bisa sesukses cerita sawit. Pastinya sy tidak tahu, sy hanya pengusaha umkm. Dan iklhas bidang sy tidak jadi prioritas, selalu digembur impor, tidak mengapa asal ad bidang yg kita spesialisasi dan kembali buat bangga negara layaknya sawit.
tidak lupa mengenai perbaikan kurikulum buk, saya lihat hal tsb jadi salah satu kekuatan yang membuat negara maju bisa seperti sekarang ini. yang paling gampang aja kurikulum SD,SMP,SMA yang lebih baik lagi
Great talk. Satu hal yang saya notice adalah jarangnya saintis Indonesia yang menulis buku best seller. Beda dengan saintis dari negara maju yang banyak sekali menghasilkan buku-buku best seller yang populer buat berbagi hasil risetnya ke masyarakat awam
Sekalian krn sudah di mention oleh Mas Bagus. Please please pak invite Bu Sastia Putri, beliau role mode as women in STEM, Asc Professor di Osaka Univ, sekaligus seorang istri dan ibu atas 2 anak.
Ada salah satu benang merah dri diskusi pak Gita dan pak Bagus , yg sedang diperjuangkan oleh pak Rocky Gerung dan di gaungkan smpai sekarang yaitu ttg fungsi dari Universitas utk masyarakat dan negara , dimana para akademisi bebas perbendapat , meriset hal2 baru , bebas speak up ... Apa kabar hari ini ??
Pemimpin terpintar harus kembali, dan membuat perusahaan sehingga berhasil, menyerap tenaga kerja, kemudian memimpin riset dan bisnis di Indonesia. Tanpa pemimpin terpintar, kalau negara ini dipimpin oleh hanya segelintir orang pintar, mereka juga akan kesulitan memimpin tanpa pemimpin2 lainnya yang membantu. Harus ada incentive utk business kepada orang2 pintar yang baru kembali.. agar pemimpin terbaik kita mendapat incentive untuk kembali ke Indonesia dan membangun negri.. ayo kita buat group khusus untuk ini..
Ada strategi lain Pak Gita selain mengirimkan orang Indonesia ke MIT, tapi sayangnya sistem di Indonesia belum membolehkan memiliki cara ini, yakni mendatangkan the foreign lecturer, professor, postdoc dll ke Indonesia. Bayangkan bila kita bisa mendatangkan 1 lecturer dari MIT bisa mengajar 1 kelas diITB/UI yang berisi 30-50 student didalam kelas. Artinya bisa 30-50 students bisa menikmati materi yang diajarkan lecturer yang kualifikasinya sama seperti lecturer di MIT. Saya pikir cara ini lebih murah dan efisien daripada mengirimkan student ke MIT dll. Ini tantangannya bukan hanya sistem tapi juga skill SDM di Indonesia merasa tidak secure dengan cara seperti ini. Setelah cara ini, ada cara yang lain yang selanjutnya bisa dilakukan agar percepatan perbaikan sistem edukasi di Indonesia.
Tetap beda jauh mas, iklim kompetisi, fasilitas, peluang dan sistem di MIT udah jauh terdepan. Sekalipun professor dari sana diundang kemari, resultantenya bakal ke potong oleh faktor-faktor diatas.
begini, guru di indonesia aja masih banyak yang berok2 gara2 gajinya kurang, apalagi yang sekolah negeri, yang honorer, kalau mendatangkan yang dari luar apa mereka ga akan merasa terancam???
Ini harusnya menjadi tugas menristek menggalang kerjasama riset antara negara dan BRIN untuk funding Riset dgn memberikan pendanaan riset dan membangun kolaborasi antara lembaga penelitian dalam dan Luar negeri ditambah swasta serta melibatkan diaspora Indonesia yg unggul di bidang STEM /Sains Technology Engineering Mathematics
bismillah ...terimahkasih atas ilmunya pak gita wirjawan dan kak bagus Muljadi ....yang merubah pandangan saya pribadi tentang dunia ...baik itu dari segi ekonomi ,penddidikan ,budaya dan bahasa ....dan betapa pentingbudaya baca bbuku...
jangan mengejar kucing apabila kita ingin memegang kucing, sebaliknya jika kita sediakan makanan yang kucing suka, fasilitas yang nyaman, maka kucing itu akan datang dengan sendirinya tanpa harus kita mengejarnya...
Beruntung para mahasiswa pak Bagus di sana... Terus sumbang pikiranya dan jangan lelah ya pak Bagus. Endgame ini satu sarana yang buat kami mengenal orang-orang hebat seperti pak Gita dan anda.
IMHO, Pengalaman pindah2 kontrakan shg jg pindah2 sekolah saat masa SD sampe SMA, meski secara akademik jadi parah tapi secara psikologis ini membentuk daya tahan Pak Bagus dalam hadapi dunia. Sering bumpy dalam hidup, jadi punya daya tahan, jalan keluar yg beda, berani hadapi apapun. Tak linear tapi bisa melihat dari ruang berbeda. Keren. Hidup sy jg bumpy dan saya suka ha ha ha
Dear pak Gita. Saya merasa ikut berada di tengah tengah perbincangan ini. Sengat daging sekali. Insightful, nyesel banget baru tau channel ini 2 bulan terakhir but thank youuu. Saya merasa brain storming😍❤️
Betul, akademisi dari Indonesia yang menetap di luar negeri saya bukan peraih beasiswa dari Indonesia. Ternyata perjalanan hidup kita menjadi akademisi di luar mirip. Terimakasih atas kisah inspiratifnya pak Bagus.
Selamat pagi pak Gita, kalau yang menjadi penyebab masalah kita, penyebab lambat adalah birokrasi pemerintahan yang masih menempatkan orang yang tidak berada pada kompetensi pada jabatan yang diterima.
Keren bintang tamunya....tdk semua bs berani bicara jujur melihat kondisi Indoensia.Semoga kita segera punya pemimpin yang educated yg tdk hanya berpikir infrastruktur tapi benar2 memikirkan masa depan anak2 bangsa 10 stay 20 puluh tahun ke depan
Tanpa adanya pondasi dan tatanan dasar tidak mungkin bisa di perbuat, dan tidak bisa di pungkiri bahwa dg adanya infrastruktur lah dapat menunjang segala kegiatan dan sebagai pintu untuk segala kegiatan dan pencapaian untuk lebih membangun baik segi phisik dan pikiran.
Untuk memajukan bangsa Indonesia, sudah waktunya bagi kita untuk mulai membangun scientific society. Bukan hanya dengan meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia, tetapi juga dengan mengaplikasikan hasil-hasil riset yang telah dilakukan akademisi dan universitas pada berbagai aspek. Mulai dari ekonomi, pemerintahan, dll. Diperlukan pula adanya perbaikan mindset masyarakat terhadap stigma-stigma terkait Pendidikan, khususnya Pendidikan di luar negeri. Pendidikan seharusnya menjadi sesuatu yang inklusif, dapat ditempuh oleh pelajar dengan latar belakang apapun, dan sampai jenjang apapun. Bukannya menuntut kepulangan dini dari para pelajar di luar negeri, tetapi kita perlu mendorong mereka untuk berkembang dan berprestasi di jenjang dunia, agar dengannya dapat membawa lebih banyak lagi kebermanfaatan bagi bangsa.
saya sangat terkesan dengan diskusi ini karena mereka mampu mengemukakan bahwa yang harus dibenahi itu bukan hanya kurikulumnya namun gurunya. saya juga setuju dangan pak Bagus bahwa untuk menciptakan akademisi yang berkualitas mahasiswa yang sedang kuliah di luar negri jangan diburu-buru untuk balik lagi ke Indonesia. Lebih baik mereka jadi yang terbaik dulu disana dari pada mereka balik ke Indonesia tapi hanya planga-plongo gatau mau ngapain.
48:18 bagaimana dengan kasus nya orang jepang yang tetap dengan hormat memanggil "sensei" , kenapa tidak bisa diamini saja kalau memanggil pak itu bagian dari tatakrama, terkait menjadi batasan untuk mengambil resiko, sebarnya banyak yang tidak pandang bulu ambil resiko kalau urusan hal negatif atau cuan, mungkin lebih kearah sifat manusiawi disini kalau berani mengambil resiko itu untuk hal hal yang non akademis
Budaya kritis dan mempertanyakan cukup banyak seperti Sumatera Barat yg banyak menghasilkan pahlawan nasional yg memiliki kemampuan berpikir luar biasa. Hal ini tidak terlepas dari budaya daerah tersebut yg lebih egaliter
Antara Pak Gita dengan Pak Bagus banyak kemiripannya. Saya ketawa waktu Pak Gita bilang, "Sounds familiar," saat Pak Bagus cerita tentang masa hidupnya yang waktu sekolah enggak suka ngikutin aturan dan pernah nyemplung di dunia musik 😂 INTJ mah gitu 😁
Berat untuk kritis di Indonesia saat ini even itu berbasis scient. Perlu mental dobel untuk tetap dibarisan dan tidak mengikuti arus. Makin kuat kita mengekspos diri, makin rapat juga jalan untuk sendiri. Keep tough aja.
Video ini sangat menarik dan memberikan wawasan baru tentang pentingnya mendapatkan beasiswa untuk memajukan riset di Indonesia. Bagus Muljadi menekankan bahwa beasiswa bukan hanya tentang menerima dana, tetapi juga tentang memperoleh pengalaman dan keterampilan yang berharga dalam bidang riset. Saya setuju bahwa Indonesia harus menjadi kiblat riset di Asia dan beasiswa dapat membantu mempercepat proses tersebut. Selain itu, saya juga sangat mengapresiasi upaya Bagus Muljadi untuk membantu para pelajar dan mahasiswa Indonesia dalam mempersiapkan diri untuk mendapatkan beasiswa. Video ini menginspirasi saya untuk terus belajar dan berusaha mendapatkan beasiswa agar bisa memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan riset di Indonesia. Terima kasih atas video yang inspiratif ini.
Ya prinsipnya harusnya berguna untuk masyarakat luas apa yang bisa dilakukan dari yg kita punya, bukan hanya untuk kepentingan sendiri yg ingin diakui, justru jika ingin diakui ketika dapat bermanfaat untuk masyarakat luas mencari solusi dari masalah yang ada.
menyimak pemikiran pak bagus sgt cerdas sekali dan kontruksi berfikirnya betul-betul rapi, tertata dengan baik dan jauh melampaui waktunya. sukses selalu, tentunya masyarakat indonesia bangga memiliki putra terbaik spt pak bagus
Saya kira bisa di elaborate dgn Dr. Irwanda dari Warwick University yg juga sdh kolaborasi kjsm ttg Structural Health Monitoring System. Background Dr Irwanda dg Dr. Bagus hampir sama sbg jembatan kjsm ut kemajuan Bangsa kita.
Dari sekian narasumber yang hadir di acara Pak Gita, saya melihat Pak Bagus Muljadi bisa menjadi "penerus" Bapak dalam program "EndGame". Program yang memicu pemikiran kritis, memenuhi kehausan akan berbagai ilmu pengetahuan, dan memancing perubahan ke arah yang lebih baik. Semoga program ini bisa langgeng sampai anak cucu kami.
Pak Gita output dalam penelitian dunia akademisi kebanyakan publikasi ilmiah, tetapi kadang tidak nyambung dengan dunia sehari-hari tetapi Pak Bagus Muljadi luar biasa bisa melakukan kolaborasi Indonesia dengan negara luar yang sangat berharga dan terhormat.
Ijin curhat: Gambut di areal saya sudah banyak menjadi lahan sawit,semoga riset ini di dukung pemerintah,dan dapat membagikan ilmu anda untuk rakyat indonesia. Salam dari sumatra👍
Episode ini sangat luar biasa. Semoga apa yang telah didiskusikan oleh kedua orang genius ini menghasilkan inspirasi dan kemudian impactful kepada bangsa ini. Hebat
ayo bangun kesadaran luas untuk menumbuhkan budaya belajar.. dirumah sendiri….berapa banyak buku yg sudah kita baca dalam 1 bulan ? 6 bulan ? 1 tahun ? yg kita pikirkan cuman mengahayal gimana caranya hidup enak seperti yg diperlihatkan oleh para “Flexing community”.. otak kita harus kita asah….. jangan pernah mengahayal bisa hidup enak tanpa belajar keras…
Satu2 nya solusi,orang2 yg punya pengetahuan seperti beliau2 diatas harus diberi kesempatan masuk ke pemerintahan, agar kebijakan2 yg di buat bisa menegena dgn apa yg beliau2 inginkan,sebab kalau yg berada di pemerintahan orang2 yg tidak menegerti masalah ini rasanya mereka tidak akan mampu membuat kebijakan yg berkaitan dgn permasalahan ini.dan masyarakat harus memberikan kesempatan kepada orang2 seperti beliau2 diatas.
Cerita hidupya sangat memotivasi, sangat berani mengambil langkah maju kedepan untuk menjadi orang hebat. walau lulus dari ITB dengan IPK yang tergolong rendah Bagus Muljadi nekat menyelesaikan studi masternya di Taiwan dan mendapatkan tenure di umur 33 tahun. Repect💯💯
2014 sy balik dari Swiss dengan pemikiran serupa, ingin akademisi utk masuk ke matrix yg lebih address ke masalah praktis dan applicable untuk public yg memungkinkan utk peluang business. Sy menemukan di univ masih sulit generasi senior utk berpikir demikian. Sebatas mengumpulkan CUM utk melanjutkan karir akademisi. Sy keluar dr akademisi dan masuk ke dunia business lewat MNC. Sama jg. Sangat terbatas pelaku business yg mampu berpikir kolaborasi ilmu untuk bisnis. Tahun lalu sy sdh keluar dr kedua nya. Diantaranya karena muak dgn level integrity, bosan melihat ketidakmampuan berpikir kritis, sehingga lelah dengan tdk adanya kemajuan. Mungkin sy saja yg tdk beruntung dalam proses ini. Indonesia sangat jauh kemampuan dibidang ini. Semangat melihat mereka seperti Dr. Bagus ini. Sy seringnya bertukar pikiran dgn generasi muda skrg, sy yakin ke depannya, perlahan paradigma ini berubah. But I wonder when.
Orang Indonesia pasti pulang bila sudah tua karena orang Indonesia jarang yg ada jadi imigran, berkarya lah di mana saja yg penting hatimu tetap untuk Indonesia dan bagaimana kamu bisa berkontribusi demi kebaikan Indonesia biarpun kamu tidak di Indonesia
Saya punya beberapa kawan asli China daratan di Cyprus tempat tinggal dan saya bekerja sekarang. Anak anak China ini sangat2 disiplin dari kecil dan selama mereka belum bekerja mereka wajib untuk berhasil dalam pendidikannya. Jadi sedari kecil kerjanya belajar terus kayak robot. Mereka ya sembari makan ya ngobrol dan tau diri untuk tidak berlarut2 ngobrol. Dan cara kerja mereka, mereka tidak suka complain.
Wah Prof Bagus Muljadi, obrolan sains berbobot tinggi yang mencerdaskan dan mencerahkan generasi muda bangsa, sehat2 bahagia Pak Gita dan Mas Bagus, terus menginspirasi, terima kasih 🇮🇩🔥👏
Btw saya diam-diam sering mengikuti lecture oleh Prof. Bagus Muljadi, terkait isu kapabilitas akademik masyarakat di Indonesia terutama dibidang science, terus terang, bagaimana Indonesia bisa maju dibidang science jika akses pada pendidikan tinggi yang lokal saja itu sudah membuat stress kaum bapak-bapak Indonesia, setiap anak yang baru lahir secara seketika memicu beban pikiran bagi seorang bapak bagaimana dia akan membiayai pendidikan anak ini nantinya, jika saja negara ini memiliki solusi pendidikan murah dan sadar bahwa pendidikan adalah hak azas yang harus dipenuhi dan diakomodir oleh kebijakan negara yang membuka lebar akses pendidikan tinggi bagi setiap insan generasi dijamin literasi dan awareness masyarakat terhadap science akan lebih terbuka, sehingga kedepan semua kebijakan-kebijakan strategis bangsa ini berbasis science (keilmuan), bukan berdasarkan selera dan popular based policy yang lebih sering bertentangan dengan keilmuan yang sampai saat ini terus dipraktekkan dan membuat bangsa ini mandeg.
55:45 Gw pernah mau apply lab assistante di univ korea. Dan di univ, untuk fakultas compsience ada banyak banget lab nya. Dan di setiap lab nya ada "sponsor" untuk reset yang client nya adalah perusahaan besar (samsung, daewoo, dll). Jadi si industri maju sambil ngerangkul akademis di negeri tersebut.
Ayo kita jadikan universitas menjadi tempat orang bebas ber-ide dan jadikan profesor bukan lagi sekedar nama melainkan kembali pada fungsinya menyuarakan ide-ide baru yang kontroversial. Semoga pendidikan Indonesia semakin maju dan Indonesia maju bersamanya.
Saya sangat interesting dengan pemikiran Pak Dr. Bagus Muljadi, dan Pemikiran dan Konten yang dihadirkan Pak Dr. Gita Wirjawan, "Infak" bisa menjadi salah satu solusi untuk para Diaspora, Semoga banyak para penerus bangsa lebih banyak menguasai bahasa Inggris dan Internasional lainnya
Pak gita, saya sesungguhnya agak penasaran. Pak Gita selalu menyebutkan seandainya warga kita lebih jago bahasa internasionalnya pasti akan lebih dikenal. Bener2 mohon pencerahan karena saya kurang paham mengenai ini. untuk thailand yang bahasa inggrisnya tidak lebih baik, tapi mereka jauh lebih terkenal bahkan pdbnya pun juga lebih tinggi, universitasnya masuk 10 besar asia tenggara dibanding filipina yang mayoritas bahasanya sudah bahasa inggris. Atau korea yang bisa naik bahkan membuat orang untuk belajar bahasa mereka, not to mention univ yang bagus dan merupakan negara maju. Ada kalanya berarti bahasa gak selalu menjadi poin penting tapi spesialisasi dari negara itu yang lebih penting agar pihak lain yang menyesuaikan diri karena membutuhkan kita? Terima kasih.
Terima kasih banyak untuk Pak Gita dan Pak Bagus atas diskusi yang sangat mencerdaskan ini, terutama untuk diri saya. Saya ingin menanggapi poin apa yang dibahas oleh Pak Bagus mengenai masyarakat harus tanya kemana ketika ingin menanyakan scientific questions. Menurut saya, para scientist harus membuat kanal seperti "END GAME" ini untuk menjawab berbagai pertanyaan dari masyarakat awam. Kanal semacam ini bisa diakses dengan sangat mudah oleh orang awam, mihat habit masyarakat yang sudah mulai "melek teknologi", dan scientist pun juga dapat memiliki kelapangan waktu dan media agar pengetahuan dan informasi yang dimiliki dapat dengan mudah disebarkan.
Saya senang mendengar apa yang disampaikan oleh Prof Muljadi mengenai bagaimana negara ini sudah sangat diperlukan untuk ber "investasi" kepada Dunia research. Kita banyak sekali lebih memikirkan kepada hal2 yg practical seperti menjual SDA tapi tidak kepada bagaimana kita bisa mengolah SDA yang bukan hanya seperti timah, nikel Dan pertambangan tapi kepada hal lain yang bisa menjadi sumber baru yang terbarukan. Jika kita tidak menguasai melalui Ilmu pengetahuan secara langsung (research) serta praktek, kita tetap akan menjadi bukan yang pertama. Hanya dengan itu kita bisa memiliki generasi emas. Saya mendoakan agar upaya yang dilakukan oleh Prof. Muljadi akan berhasil. Terima kasih pak Gita Wirjawan yang sudah menyuguhkan pembicaraan yang menarik.
So, impact fully. Tinggal dielaborasi oleh pemangku kebijakan secara maksimal dan partisipasi kolektif dari individu yang tersadarkan melalui percakapan ini. Terimakasih Pak Gita dan Bagus Muljadi 🙏
Kebebasan belajar pada tingkat Perguruam Tinggi dari mulai hadir Perguruan Tinggi bebas menentukan belajar apa saja meskipun multitalen asal bisa tdk di batasi. Kebebasan belajar jika di mulai dari tingkat Dasar sangat di sayangkan karena tingkat SD SMP SMA dasar mendapatkan segala ilmu dasar untk meniti multitalen yg dpt di raih pada anak anak jenius dan seimbam dlm berpikir. Jika mulai dasar sdh boleh memilih sangat sulit di arahkan karena mereka tdk tau dasar dasar ilmu yg harus di ketahui sebelumnya agar ilmu yg di dapat terintegrasi satu sama lainnya ..
Terima kasih Mas Gita membawa acara untuk membuka wawasan buat penerus bangsa. Tapi maaf sebetulnya yang saya tau dan mengalami langsung, bahwa Nusantara ini technologynya sudah lebih terbuka sejak tahun 70an, dibandingkan negara tetangga. Saya bangga banyak yang pintar di Nusantara ini. Dan terima kasih juga pada mas Bagus bisa membawa para ilmuwan luar ke Nusantara ini.
1:20:00 Pak Gita, setelah melalui perjalanan Ruhani yang panjang. Saya menemukan bahwa Core mesin berfikir penduduk Nusantara Bukankah STEM yang dominan Otak kiri.. Namun Otak tengah yang Dominan Ketuhanan yang di support oleh Logika..Bukan Logika AKAL yang diutamakan... Kapan kapan jika diberi kesempatan bertemu...Mari kita praktekan Langsung Metode Jalan Lain Scientist Nusantara
Terimakasih pak Gita dan sir bagus,,,"kita harus punya Habibie baru Profesor perempuan" amiin ucapan yg sama dengan pak Gita😊 hayoo perempuan Indonesia Semangat mendidik anak anak dan mendidik anak di sekolah buat para guru😊💪👍
Beasiswa banyak sekali tersedia. Seperti di Kanada, ternyata setelah masuk Kanada banyak kesempatan beasiswa. Pemerintah Kanada juga menyediakan beasiswa magang bagi warga Indonesia. Saya pernah post di komentar tapi mungkin terhapus, entah karena sistem atau dihapus oleh admin. Bagi yang masih berminat mencari pengalaman di Kanada, silakan cari informasi sendiri :)
Diskusi yg sangat menginspirasi... Mas Bagus, Anda anak muda yg cerdas & berkenan sharing. Pak Gita, terima kasih utk terus berkenan mencari org2 yg mau berbagi pemikirannya.
Thanks bro udah memberi sentuhan buat mimpi kemajuan peradaban indonesia. Tapi tolong bantu jelaskan pada kami2 yg awam ini. Pun dengan anggaran yg ada saat ini kami sng rakyat belum tau kemana hasil riset dari lembaga riset yg di biayai negara.
Yang paling berkesan dari diskusi ini menurutku adalah, dipoin terakhir tentang Gender.Dan saya juga sempat bertanya- tanya, kenapa sih yang banyak ambil jurusan teknik yang dalam hal ini adalah bagian dari STEM itu kebanyakan laki-laki? Apalagi kalau kita melirik sedikit ke bagian jurusan teknik Komputer.Dan mengapa juga, banyak programmer-progmmer kebanyakan laki-laki. Ternyata jawabannya adalah hanya satu yaitu "soal interest" atau minat. Keren banget diskusi ini. Tidak ada diskusi sekeren ini, di dalam kelas perkuliahan.Cuma dichannelnya Pak Gita, yang dikasi gratis. Thank you pak. Teruslah berkarya dengan konten begini.
Sebuah kehormatan dapat berdiskusi dengan dengan the very thoughtful, Gita Wirjawan. Mari bersama turut menguatkan ekosistem dan tata kelola riset Indonesia. Salam hangat.
Terima kasih Bagus sudah berkenan hadir dan berbagi..
Terima kasih pak atas diskusi ini.
Terimakasih Pak Bagus telah berbagi sudut pandang.
Pak, izin bertanya. Sebagai seseorang dengan IPK rendah kan ga terlalu identik dengan riset. Apa yang membuat bapak yakin mengambil S2 selain untuk menaikkan bargain value?
kapan diskusi bareng mas sabrang lagi
Prof Bagus ini sangat menghargai pak Gita dan bahasa Indonesia.
Beliau selalu berusaha menggunakan bahasa Indonesia lebih banyak di luar istilah2 yang lebih mudah dipahami dalam bahasa Inggris.
Saya bangga sekali dengan kemampuan berbahasa dan intelektual yang tinggi masi tetap menjunjung tinggi negara Indonesia.
Setuju gue, mas Bagus 99% berbahasa Indonesia. Padahal literally tinggal di UK menjadi wajar dia besar persentasenya menggunakan bahasa Inggris, Tapi dia paham konstituen. Nice sir Bagus Mulyadi.
Sy sangat setuju dg komen anda. Dan sy juga apresiasi dg mas bagus dg paparan dan penjelasan yg beliau sampaikan dg mudah dicerna & dipahami buat kalangan menengah ke bawah❤❤❤
😊
Budayakan dulu dunia riset disekolah...
Hapus bimbel disekolah...
Kembalikan percobaan di lab sekolah...
Perbaiki laboratorium disekolah...
Anak IPA...pegang multimeter saja nggak bisa ..apalagi peralatan yang lebih rumit
well, kurang lebih yg disampaikan oleh mas bagus ini mirip sama saya.
saya juga alumni ITB dan saat ini masuk ke government di jakarta, saya merasa sangat stress dan stucked karena kesulitan mengikuti berbagai polemik di pemerintahan.
Saya merasa saya tidak punya tujuan dan diri saya tidak berkembang karena selalu lebih fokus ke urusan administrasi meanwhile saya tipikal orang yang suka belajar, riset, deep analysis, dll
Sekarang saya berpikir juga untuk "kabur" dari kerjaan dan ambil s2 whether di ITB lagi atau di luar negeri sekalian karena saya merasa sudah sangat tertinggal, downgraded lah.
Jadi kebetulan banget encounter sm video ini dan makin membulatkan tekad saya buat focusing on myself and seeking for my happiness elsewhere
Gak ada kata telat mas. Hidup cuma satu kali. Uang bisa dicukup2kan. Waktu ga bisa dibeli lagi
saya pernah melalui fase yg sama, sekitar 6 th lalu. Saya tenaga medis baru, betul rasanya drained & stuck dgn sistem kesehatan di Indonesia: apa yg saya tahu saya mampu/harus lakukan & sarana yg saya punya sering nggak matched. Selain itu saya jg passionate about molecular research, yg waktu itu baru dirintis di beberapa pusat riset di Indonesia. Seiring waktu saya mulai burnt out. Waktu curhat ke bapak & ibu, pesan utama beliau berdua kira-kira begini: kalau emang menurutmu apa yg dikejar itu ada di tempat yg jauh ya pergi & carilah, tapi kamu harus siap menanggung segala konsekuensinya. Semangat kak, kembangkan sayapmu & carilah kebahagiaanmu, kemanapun sayap itu membawamu!
I do agree dengan Pak Gita. Saya pernah memiliki pengalaman riset di luar negeri dan saya satu-satunya orang Indonesia di sana. Ketika saya pelajari mengapa, ternyata, lebih karena tidak ada Profesor asli orang Indonesia di sana. Di tempat saya riset, banyak orang Tiongkok yang PhD supervisor nya adalah Professor asli Tiongkok, banyak orang Srilanka yang PhD di sana karena ada Professor berkebangsaan Srilanka, dll. Tidak bisa dipungkiri bahwa subjektivitas itu masih ada. Coba bayangkan.. Jika kita punya Professor, asli orang Indonesia, yang tersebar di universitas-universitas top dunia, maka akan banyak anak-anak muda Indonesia yang lebih mudah untuk mendapatkan kesempatan untuk studi/riset di universitas-universitas top tersebut. Ini baru satu dari banyak manfaat yang bisa didatangkan jika kita punya orang-orang asli Indonesia yang tersebar di lab-lab keren di luar negeri.
masih pada mabok agama.
di MIT ada 68 mahasiswa asal cina,
mahasiswa indonesia cuma 5 (utk undergraduate).
@@moh6410 Jangan semua2 dikaitkan mabok agama. literasi kita kurang. banyak Dr atau Prof ga fokus ke riset. karena iklim riset mash belum kuat. Dan 1 lg minat ke STEM yg kurang. banyak mahasiswa ke luar negeri ambil jurusan ekonomi dan humaniora.
Berfikir anda harus terbalik boss, kita bisa melebihi mereka dr dalam dr indonesia. Adalah tugas anda menciptakan iklim tsb ada di negara kita. Kita ciptakan indonesia menjadi center of excellent. Krn pd dasarnya mrk yg pada akhirnya membutuhkan kita
Pak Gita, governing equation nya menurut saya berkaitan erat dengan kesejahteraan mereka para akademisi, banyak profesor di indo pada akhirnya apatis - proyekan bae, lupa ngajar, lupa ngimprove, waktu berlalu. Slide kuliah masih sama kya jaman kita kuliah dulu. Permasalahan ekosistem ini gak akan mudah di solve karena berkaitan juga dengan pembuat kebijakan di pemerintahan yang juga punya masalah yang lebih serius. Dosen cuma dapet dana penelitian 50 jt misalnya (?)....98% mereka yang kuliah bertujuan agar kerja lebih mudah, tujuannya agar bisa kerja dengan gaji tinggi di perusahaan yang baik. Yang mutusin jadi akademisi, support sistemnya gak ada utk mreka, akhirnya mereka buat kegiatan lain utk perbaikan perekonomiannya. Dosen yang idealis, ada, buat bikin alat lab aja sulit, gak ada yang support. Musti ada orang di pemerintahan yang laser focus berkesinambungan memeprbaiki dari akarnya perlahan sampe ahirnya praktisi industri dan kampus jadi satu.
Terima kasih pak Bagus. Tahun 2019 sudah dibantu dapat LoA Nottingham University di Jurusan Teknik Kimia dan Lingkungan. Tapi sayangnya gagal dapat funding di BPPLN 2019. Tapi ghirohnya pak Bagus saya bawa terus sampai dapat full scholarship di CYCU Taiwan. Thank you for your fully support.
Saya setuju sekali dg impian Pak Gita yg menginginkan 100jt orang Indonesia bisa berbahasa asing. Tapi juga saya memahami dan mengerti sekali pendapat mas Bagus tentang untuk belajar bahasa asing itu harus didukung iklim dan lingkungan. Karena sy pernah berada dlm keadaan itu. Sy cuma lulusan SMA di kota kecil di Jatim. Semasa sekolah sya belajar Bahasi Inggris, tetapi waktu keluar dari kelas sy tidak dapat mempraktekkannya karena masyarakat dilingkungan sy tidak ada yg berbahasa Inggris active.jadi ilmu yg sy pelajari di sekalah hilang begitu saja. Sampai ketika sy berangkat ke keluar negeri sebagai PMI dan bekerja sebagai tukang jahit di Brunei. Kebetulan kota yg saya tinggali adalah kota minyak, banyak orang dari berbagai bangsa datang ke sini bekerja. Disaat itulah saya memahami pentingnya bisa berbahasa Inggris. Karena sy menyadari bahasa Inggris adalah bahasa uang. Walaupun bekerja sebagai ART kalau dapat berbasa Inggris bisa mendapatkan gaji double. Tapi pada saat saya belajar bahasa Inggris dan start to have active conversation with others, kawan-kawan dari Indonesia sendiri yg banyak mencemo’oh. Memang dasarnya buruh,walaupun bisa berbahasa Inggris tetap juga buruh, itu katanya. Tapi puji Tuhan saya tidak menyerah, sekarang saya bisa berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris fluently. Bahakan orang-orang disini mengira saya orang Philippine karena saya bisa berbicara dlm bahasa Inggris dengan lancar. Makanya saya setuju sekali dengan Mas Bagus katakan dukungan dan iklim masyarakat disekitar sangat mendukung.
Boleh gak saya belajar bahasa inggris dari jenengan
Setuju, saya jg jd pasif karena lingkungan. Saat berinteraksi dgn tmn saya yg guru bahasa inggris (mencoba aktif) ada tmn lain mendengar percakapan itu pasti akan mencemo’oh 😅
Padahal apapun status kita, tidak ada batasan untuk belajar sesuatu
Art niat nonton YT nya pak gitu aja udh keren rasanya.
Karna, tipe yt nya pak gita edukasi.
Sayangny beberapa guru dan ortu kita kurang ngeh tentang pentingnya english dn para pejabat skalipun, sebenerny kalo pemerintah mau generasi sekarang bisa english harusnya ada program dan alokasi dana yg spesifik, apalagi skarang kelulusan skolah bkn berdsarkan nilai mapel mmbuat anak skolah masa bodo dgn mapel,
I totally agree with Dr Bagus Muljadi, yg survive di luar negeri itu rata-rata adalah non beasiswa pemerintah (lpdp, dikti, fulbright, chevening dsb). Masalah utama representasi itu bukan sekedar ada mahasiswa yang belajar di kampus luar negeri, tapi gimana Indonesia punya anchor, yaitu para faculty member di universitas di luar negeri.
I want to echoing this even more. Salah satu kesempatan kuliah diluar negeri yg jarang ditangkap mahasiswa Indonesia adalah Graduate Research Assistantship or Graduate Teaching Assistantship. Tiap kampus, terutama R1 campus di US, pasti punya ini untuk degree PhD. Sedangkan untuk master, meski lebih terbatas, tapi ada (saya salah satunya, sedang kuliah di Missouri, US). Saya suka sedih, di kampus saya saat ini banyak orang2 dari asia selatan (terutama Bangladesh) dan Afrika (seperti Nigeria, Ethiopia, Zimbabwe) yang banyak pake program ini. Perbandingannya, saya satu2nya Indonesia di universitas saya, sedangkan, Bangladesh ada 10 student dan itu hanya di departemen saya.
Keuntungannya? mereka tidak wajib pulang dan bisa berkarir jadi postdoc lalu lanjut terus ke tenure track. Bayangkan, 10 rahun depan, mereka sudah jadi faculty member dan punya research grant di US, mereka pasti bakal cari student dari negara mereka utk kembali menikmati funding yang bukan dari kantong pemerintah mereka. That's massive pak
Saya adalah orang yang beruntung bisa masuk lewat skema itu, PI saya orang Indonesia di bidang Computational Materials Science, dan Alhamdulillah sepanjang riset saya bisa punya akses langsung ke supercomputer tercepat nomor 4 di dunia (berdasarkan wikipedia) milik US. One blessing that I never imagined before.
To sum up, kita harus mulai juga pikirkan roadmap untuk mencetak scientist yang siap berkibar di luar negeri untuk jadi pelontar 2nd generation, 3rd generation and much more scientist dari Indonesia.
Sepakat kawan. Kita perlu roadmap panjang untuk percepatan mencetak generasi saintis sampai katakanlah 20 tahun ke depan (setelah itu buat roadmap baru lagi). Untuk saat ini sasaran pemerintah terlalu jangka pendek dan menghamburkan dana tanpa target yang jelas. Orang2 kita pintar2 kok, hanya iklimnya yang memang tidak mendukung. Oleh karena itu kita bisa "pinjam" iklim luar negeri sambil membenahi iklim di dalam negeri.
semoga dijawab
saya sekarang jurusan elektro di ITB,
ingin sekali ambil s2 namun diluar negeri, apakah jurusan harus berkorelasi dengan jenjang s1 saya,atau bukan sebuah keharusan?
@@Jeniffer88 bisa banget untuk tidak linear, di US saat ini banyak pengembangan research berbasis interdisiplin. Salah satu contohnya, saya punya teman satu angkatan dari elektro untuk ambil jurusan materials science. Atau kalo mau yg berbasis MBa, basisnya boleh beda, tapi disarankan punya strong background di bussiness administration saat kerja.
Kalo mba masih S1 atau recently graduate, jika mau ke US saran saya pertimbangkan untuk ambil PhD langsung. Akan lebih banyak kesempatan beasiswanya dan program PhD disini sifatnya integrated, jd dibolehkan dari S1 langsung ke PhD.
Coba tonton podcast pak Gita Wirjawan dengan Prof Haryadi Gunawi sebagai referensinya.
Wow
Intonasi dan artikulasi suaranya sopan banget di telinga: santai, bermuatan, mengajak.
Seorang asisten profesor termuda di fakultas teknik di university of Nottingham. Dengan IPK yang tergolong rendah dan nilai rapor yang bermasalah. Dr. Bagus Muljadi berani untuk mencoba studi keluar negri di Taiwan. Dengan keberaniannya ia akhirnya bisa membuktikan dirinya menjadi asisten dosen termuda di luar negri. Sangat menginspirasi🙏🙏
Entah kenapa, Pak Bagus tata bahasanya mudah diserap, enak didengar; mesti oleh orang awam seperti saya. Mungkin kemampuan orang cerdas tak dapat dibohongi.
Saya perempuan Indonesia dan tinggal di Ireland. Di sini perempuan yang belajar STEM juga dikasih insentif, ada kampus yang memberikan 100% scholarship untuk belajar STEM
STEM itu apa ya?
@@adhenlazuarino1847 STEM = science, technology, engineering, mathematics
Halo Kak, boleh tau cari info lebih lanjut terkait ini dimana ya? Terima kasih 🙏
@@ririreedha coba google tp pake bahasa Inggris ya
Hi Kak @dvishifa... anak saya kmrn semester 2, studi master di UCD di Ireland.. salam kenal ya..
Pak Gita beberapa kali mengatakan kalau banyak penliitian saintifik yang tidak bisa dirasakan masyarakat. Sebenarnya dari sudut pandang penelitian terdapat penelitian terapan dan penelitian fundamental. Kalau untuk penelitian terapan seharusnya dampaknya bisa dirasakan langsung, tetapi yang membedakan tersampaikannya atau tidak adalah dari segi eksekusinya, bagaimana hasil penelitian bisa disebarluaskan atau masuk ke ranah produksi massal. Tetapi, untuk penelitian yang bersifat fundamental memang tidak bisa dirasakan langsung menfaatnya dalam jangka pendek. Penelitian-penelitian fundamental mungkin baru dapat ditemukan aplikasinya 20-30 tahun yang akan datang dan ini adalah bidang yang seringkali diremehkan dan belum menjadi prioritas dari sisi pemerintah Indonesia. Contohnya adalah bidang astronomi, fisika, dan matematika. Negara-negara dengan teknologi yang maju selalu berdasar dari riset-riset fundamental yang sudah dimulai puluhan tahun yang lalu karena riset fundamental adalah jaminan bagi penguasaan teknologi di waktu yang akan datang. Dan negara yang memiliki kuasa adalah negara yang menguasai teknologi. Jadi menurut saya yang hanyalah rakyat jelata, tidak ada salahnya kalau ada penelitian-penelitian yang terkesan "alien" atau tidak dirasakan dampaknya saat ini. Seperti yang dijelaskan juga oleh Pak Bagus, kalau penelitian itu proses yang panjang, untuk memfiltrasi kesalahan-kesalahan, hingga menghasilkan probabilitas kebenaran yang tinggi.
One of the best episodes, talking about my fav topics: interdisciplinary studies and how to communicate science and research findings for relevant stakeholders and for everyone. Thanks for sharing Pak Bagus & Pak Gita!
Saya sangat setuju sekali dengan pandangan Pak Gita dan Pak Bagus tentang kurangnya fokus di riset pada institusi pendidikan di Indonesia sehingga menjagal langkah institusi kita untuk berada di top 50 universities di dunia. Saya ingat sekali nasihat profesor saya saat saya di US, beliau menekankan bahwa Universitas itu ya utamanya di riset, pengajaran itu nomor dua setelah riset. Makanya profesor saya lebih banyak menghabiskan waktu di riset, dan hanya 2x seminggu saja mengajar di kelas. Dari situ saya mulai berubah pandangannya, awalnya saya pikir universitas itu ya lebih ke belajar di kelas, ternyata yang benar fokusnya ya riset, makanya nggak heran institusi saya saat itu banyak menyumbang peraih nobel.
Kemudian saya balik ke Indonesia dan mendapat tawaran posisi sebagai tenaga pendidik di suatu universitas. Saya ditanya oleh atasan apa alasan saya ingin menjadi dosen, saya jawab karena saya suka sekali dengan dunia riset dan saya berpikir bahwa institusi universitas ini akan memudahkan dalam mengakomodir kesukaan saya tersebut (karena lebih mudah mendapat akses berupa grant atau lan), lalu saya jelaksan alasan kedua adalah saya suka mengajar. Lalu atasan tersebut menjawab bahwa salah kalau saya menginginkan riset sebagai tujuan utama, kata beliau universitas itu ya tujuannya pengajaran, riset adalah tujuan sekunder bersama pengabdian masyarakat. Darisitu saya agak kecewa sih, dan jadi bingung, apa saya yang salah pemahamannya atau bagaimana. Setelah melihat video ini, saya jadi yakin kembali bahwa memang riset untuk menjadi pondasi kualitas suatu universitas
salah satu poin yang baik untuk selalu kita ingat, menurutku ada di menit 1:18:13, bahwa hasil dari setiap riset saintifik adalah untuk memberikan solusi semeyakinkan mungkin dengan alasan sekuat mungkin. level kebenarannya tidak 100 persen. tetapi hasil riset ini bisa sangat membantu dari pada kita mengggunakan pendekatan lain, seperti dukun.
kalo pakai bahasa pak Qurais Sihab Ilmu pengetahuan adalah hasil pukul rata dari statistik.
ada keterbatasan akan kebenaran, tetapi dengan ilmu pengetahuan bisa memudahkan kehidupan.
Very well synthesized 👍
Bahkan pak Gita terseok seok dengan narasi-narasi mas Bagus..this guy is beyond scientist person
Saya mau cerita sedikit tentang risk taking orang Tiongkok.
Teman saya dari Timor Leste cerita bahwa di sana sudah mulai banyak orang Tiongkok, dari mainland loh ya, bukan peranakan, datang jauh-jauh dari sana dan buka toko di Timor Leste, dengan modal hanya bahasa pas-pasan, bisa bilang "murah" dan "bagus". Gila! Mereka melihat Timor Leste sebagai tanah baru dan mereka berani masuk pertama kali secara ekonomi di sana. Tak aneh kalau 10-20 tahun ke depan, mereka-mereka ini yang akan menjadi taipan-taipan baru di Timor Leste.
Setuju skali .
Bener banget tahun 2018 ke sana dan sudah banyak orang Tiongkok bahkan hampir semua sudah punya toko toko kelontong
Pak, undang Santi Kwan, dia periset kanker di institusi riset kanker terbesar di UK. Dia banyak dapat penghargaan dan sering training juniornya juga.
Keren banget diskusinya, saya sebagai guru juga mengharapkan hal yg sama seperti Bapak-bapak karena sebenarnya anak Indonesia juga punya potensi besar untuk jadi critical thinker di masa depan. Namun kondisi lingkungan lah yg membuat mereka bungkam dan jadi orang biasa.
Pak gita, di Palembang ada dosen unsri yg latar belakangnya cukup menarik, dari keluarga biasa, kuliah s1 di unsri jalur undangan, beasiswa s2 di Australi, s3 di New zealand, rencana tahun ini jdi dosen tamu di salah satu universitas di Amerika, Sdh ada beberapa buku karya nya yang diterbitkan oleh penerbit nasional, seorang perempuan juga, namanya ibu najmah, salah satu dosen fakultas kesehatan masyarakat universitas Sriwijaya
Siapa namanya??
@@abuzainudin1685 yok yok dibaca lagi yok. Teliti teliti. Haha
Selama kebijakan Pemerintah belum mengutamakan Pendidikan dan Riset, mungkin sangat sulit akan lahir ilmuwan2 dan Teknokrat yang bertaraf Internasional.
Sekarang semakin terasa Peringkat Universitas2 Indonesia semakin tertinggal walaupun hanya di Asia Tenggara.
wajarsih yg terlihat utama rutinitas, gedung bagus .....
Episode kali ini nyetrum banget buat saya yang sedang studi Higher Education Administration. Semakin nambah list tugas untuk pendidikan tinggi di Indonesia, salah satunya bidang riset dan inovasi--funding, democratizing the results to public, scaling, fighting negative stigmas of Indonesian students overseas. Semoga ke depan bisa ada semakin banyak akademisi muda yang akan mengikuti jejak Pak Bagus.
Selamat dan sukses untuk Bapak
Saran sy sih mas pertimbangkan political will sebagai list tugas nomor satu dari yg td disebut. Merujuk pada bagus, rocky, gita, semua gamblang menuturkan kalau mau indo maju perlu ada sektor yg difokuskan. Nah ini perlu dukungan political will. Bukan beasiswa keluar sebanyak banyaknya tanpa target yg jelas (bagus menjelaskan bagaimana peneliti dr beasiswa itu tak ada taji di UK). Logis sekali karena jika kita lihat contoh sukses di sawit. Ya kita bnyk yg lupa bahwa peneliti sawit kita kelas dunia. Itu berawal dari sekelompok pengusaha, lalu ada political will, sampai akhirnya jadi penguasa. Sekarang sektor apa yg menarik? Nikel, tambang, mineral berharga yg ahli kita bnyk jelaskan di ted talks. Itu harusnya di fokuskkan, bagaimana carnya bisa sesukses cerita sawit. Pastinya sy tidak tahu, sy hanya pengusaha umkm. Dan iklhas bidang sy tidak jadi prioritas, selalu digembur impor, tidak mengapa asal ad bidang yg kita spesialisasi dan kembali buat bangga negara layaknya sawit.
tidak lupa mengenai perbaikan kurikulum buk, saya lihat hal tsb jadi salah satu kekuatan yang membuat negara maju bisa seperti sekarang ini.
yang paling gampang aja kurikulum SD,SMP,SMA yang lebih baik lagi
Great talk. Satu hal yang saya notice adalah jarangnya saintis Indonesia yang menulis buku best seller. Beda dengan saintis dari negara maju yang banyak sekali menghasilkan buku-buku best seller yang populer buat berbagi hasil risetnya ke masyarakat awam
Adanya budaya linearitas membatasi perkembangan ilmu multi-sektoral. Setuju sekali ...
Sekalian krn sudah di mention oleh Mas Bagus. Please please pak invite Bu Sastia Putri, beliau role mode as women in STEM, Asc Professor di Osaka Univ, sekaligus seorang istri dan ibu atas 2 anak.
Up
Ada salah satu benang merah dri diskusi pak Gita dan pak Bagus , yg sedang diperjuangkan oleh pak Rocky Gerung dan di gaungkan smpai sekarang yaitu ttg fungsi dari Universitas utk masyarakat dan negara , dimana para akademisi bebas perbendapat , meriset hal2 baru , bebas speak up ... Apa kabar hari ini ??
Saya suka sekali mind set yg d bangun kang bagus.....ini pikiran yg harus d bangun semua elemen bangsa...❤
Pemimpin terpintar harus kembali, dan membuat perusahaan sehingga berhasil, menyerap tenaga kerja, kemudian memimpin riset dan bisnis di Indonesia.
Tanpa pemimpin terpintar, kalau negara ini dipimpin oleh hanya segelintir orang pintar, mereka juga akan kesulitan memimpin tanpa pemimpin2 lainnya yang membantu.
Harus ada incentive utk business kepada orang2 pintar yang baru kembali.. agar pemimpin terbaik kita mendapat incentive untuk kembali ke Indonesia dan membangun negri.. ayo kita buat group khusus untuk ini..
Ada strategi lain Pak Gita selain mengirimkan orang Indonesia ke MIT, tapi sayangnya sistem di Indonesia belum membolehkan memiliki cara ini, yakni mendatangkan the foreign lecturer, professor, postdoc dll ke Indonesia. Bayangkan bila kita bisa mendatangkan 1 lecturer dari MIT bisa mengajar 1 kelas diITB/UI yang berisi 30-50 student didalam kelas. Artinya bisa 30-50 students bisa menikmati materi yang diajarkan lecturer yang kualifikasinya sama seperti lecturer di MIT. Saya pikir cara ini lebih murah dan efisien daripada mengirimkan student ke MIT dll. Ini tantangannya bukan hanya sistem tapi juga skill SDM di Indonesia merasa tidak secure dengan cara seperti ini. Setelah cara ini, ada cara yang lain yang selanjutnya bisa dilakukan agar percepatan perbaikan sistem edukasi di Indonesia.
UGM sudah diisi dosen luar kok kebanyakan fakultasnya.
visiting professor
Sdh ada fasilitas MOOC dr world class university
Tetap beda jauh mas, iklim kompetisi, fasilitas, peluang dan sistem di MIT udah jauh terdepan. Sekalipun professor dari sana diundang kemari, resultantenya bakal ke potong oleh faktor-faktor diatas.
begini, guru di indonesia aja masih banyak yang berok2 gara2 gajinya kurang, apalagi yang sekolah negeri, yang honorer, kalau mendatangkan yang dari luar apa mereka ga akan merasa terancam???
Ini harusnya menjadi tugas menristek menggalang kerjasama riset antara negara dan BRIN untuk funding Riset dgn memberikan pendanaan riset dan membangun kolaborasi antara lembaga penelitian dalam dan Luar negeri ditambah swasta serta melibatkan diaspora Indonesia yg unggul di bidang STEM /Sains Technology Engineering Mathematics
bismillah ...terimahkasih atas ilmunya pak gita wirjawan dan kak bagus Muljadi ....yang merubah pandangan saya pribadi tentang dunia ...baik itu dari segi ekonomi ,penddidikan ,budaya dan bahasa ....dan betapa pentingbudaya baca bbuku...
jangan mengejar kucing apabila kita ingin memegang kucing, sebaliknya jika kita sediakan makanan yang kucing suka, fasilitas yang nyaman, maka kucing itu akan datang dengan sendirinya tanpa harus kita mengejarnya...
Beruntung para mahasiswa pak Bagus di sana... Terus sumbang pikiranya dan jangan lelah ya pak Bagus. Endgame ini satu sarana yang buat kami mengenal orang-orang hebat seperti pak Gita dan anda.
IMHO, Pengalaman pindah2 kontrakan shg jg pindah2 sekolah saat masa SD sampe SMA, meski secara akademik jadi parah tapi secara psikologis ini membentuk daya tahan Pak Bagus dalam hadapi dunia. Sering bumpy dalam hidup, jadi punya daya tahan, jalan keluar yg beda, berani hadapi apapun. Tak linear tapi bisa melihat dari ruang berbeda. Keren. Hidup sy jg bumpy dan saya suka ha ha ha
Dear pak Gita. Saya merasa ikut berada di tengah tengah perbincangan ini.
Sengat daging sekali.
Insightful, nyesel banget baru tau channel ini 2 bulan terakhir but thank youuu.
Saya merasa brain storming😍❤️
Betul, akademisi dari Indonesia yang menetap di luar negeri saya bukan peraih beasiswa dari Indonesia. Ternyata perjalanan hidup kita menjadi akademisi di luar mirip. Terimakasih atas kisah inspiratifnya pak Bagus.
Selamat pagi pak Gita, kalau yang menjadi penyebab masalah kita, penyebab lambat adalah birokrasi pemerintahan yang masih menempatkan orang yang tidak berada pada kompetensi pada jabatan yang diterima.
Keren bintang tamunya....tdk semua bs berani bicara jujur melihat kondisi Indoensia.Semoga kita segera punya pemimpin yang educated yg tdk hanya berpikir infrastruktur tapi benar2 memikirkan masa depan anak2 bangsa 10 stay 20 puluh tahun ke depan
Tanpa adanya pondasi dan tatanan dasar tidak mungkin bisa di perbuat, dan tidak bisa di pungkiri bahwa dg adanya infrastruktur lah dapat menunjang segala kegiatan dan sebagai pintu untuk segala kegiatan dan pencapaian untuk lebih membangun baik segi phisik dan pikiran.
1:19:30 sebetulnya jurnalisme bisa mengambil peran ini dengan lebih serius, mengkasualkan bahasa saintifik, sehingga mudah dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk memajukan bangsa Indonesia, sudah waktunya bagi kita untuk mulai membangun scientific society. Bukan hanya dengan meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia, tetapi juga dengan mengaplikasikan hasil-hasil riset yang telah dilakukan akademisi dan universitas pada berbagai aspek. Mulai dari ekonomi, pemerintahan, dll.
Diperlukan pula adanya perbaikan mindset masyarakat terhadap stigma-stigma terkait Pendidikan, khususnya Pendidikan di luar negeri. Pendidikan seharusnya menjadi sesuatu yang inklusif, dapat ditempuh oleh pelajar dengan latar belakang apapun, dan sampai jenjang apapun. Bukannya menuntut kepulangan dini dari para pelajar di luar negeri, tetapi kita perlu mendorong mereka untuk berkembang dan berprestasi di jenjang dunia, agar dengannya dapat membawa lebih banyak lagi kebermanfaatan bagi bangsa.
Berkualitas...smart rendah hati..bermanfaat untuk orang banyak indonesia..smoga cita2 beliau tidak terbentur dengan orang2 politikuss..
saya sangat terkesan dengan diskusi ini karena mereka mampu mengemukakan bahwa yang harus dibenahi itu bukan hanya kurikulumnya namun gurunya. saya juga setuju dangan pak Bagus bahwa untuk menciptakan akademisi yang berkualitas mahasiswa yang sedang kuliah di luar negri jangan diburu-buru untuk balik lagi ke Indonesia. Lebih baik mereka jadi yang terbaik dulu disana dari pada mereka balik ke Indonesia tapi hanya planga-plongo gatau mau ngapain.
48:18 bagaimana dengan kasus nya orang jepang yang tetap dengan hormat memanggil "sensei" , kenapa tidak bisa diamini saja kalau memanggil pak itu bagian dari tatakrama, terkait menjadi batasan untuk mengambil resiko, sebarnya banyak yang tidak pandang bulu ambil resiko kalau urusan hal negatif atau cuan, mungkin lebih kearah sifat manusiawi disini kalau berani mengambil resiko itu untuk hal hal yang non akademis
Diskusi ini sangat keren membuka paradigma saya 'Betapa pentingnya pendidikan dan ilmu' dalam kehidupan di dunia. Goodluck Pak Bagus dan Pak Gita. 💯🙏
Budaya kritis dan mempertanyakan cukup banyak seperti Sumatera Barat yg banyak menghasilkan pahlawan nasional yg memiliki kemampuan berpikir luar biasa. Hal ini tidak terlepas dari budaya daerah tersebut yg lebih egaliter
Panutan. Saya follow pak Bagus saat sering kuliah online di live IG. Terima kasih pak Gita untuk tamu yang selalu berkualitas 🙏🙏
Antara Pak Gita dengan Pak Bagus banyak kemiripannya. Saya ketawa waktu Pak Gita bilang, "Sounds familiar," saat Pak Bagus cerita tentang masa hidupnya yang waktu sekolah enggak suka ngikutin aturan dan pernah nyemplung di dunia musik 😂
INTJ mah gitu 😁
Berat untuk kritis di Indonesia saat ini even itu berbasis scient. Perlu mental dobel untuk tetap dibarisan dan tidak mengikuti arus. Makin kuat kita mengekspos diri, makin rapat juga jalan untuk sendiri. Keep tough aja.
Video ini sangat menarik dan memberikan wawasan baru tentang pentingnya mendapatkan beasiswa untuk memajukan riset di Indonesia. Bagus Muljadi menekankan bahwa beasiswa bukan hanya tentang menerima dana, tetapi juga tentang memperoleh pengalaman dan keterampilan yang berharga dalam bidang riset.
Saya setuju bahwa Indonesia harus menjadi kiblat riset di Asia dan beasiswa dapat membantu mempercepat proses tersebut. Selain itu, saya juga sangat mengapresiasi upaya Bagus Muljadi untuk membantu para pelajar dan mahasiswa Indonesia dalam mempersiapkan diri untuk mendapatkan beasiswa.
Video ini menginspirasi saya untuk terus belajar dan berusaha mendapatkan beasiswa agar bisa memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan riset di Indonesia. Terima kasih atas video yang inspiratif ini.
Ya prinsipnya harusnya berguna untuk masyarakat luas apa yang bisa dilakukan dari yg kita punya, bukan hanya untuk kepentingan sendiri yg ingin diakui, justru jika ingin diakui ketika dapat bermanfaat untuk masyarakat luas mencari solusi dari masalah yang ada.
menyimak pemikiran pak bagus sgt cerdas sekali dan kontruksi berfikirnya betul-betul rapi, tertata dengan baik dan jauh melampaui waktunya. sukses selalu, tentunya masyarakat indonesia bangga memiliki putra terbaik spt pak bagus
wah ini topik sering diangkat oleh chanel GURU GEMBUL JUGA dengan bahasa yang lebih merakyat...
Saya kira bisa di elaborate dgn Dr. Irwanda dari Warwick University yg juga sdh kolaborasi kjsm ttg Structural Health Monitoring System. Background Dr Irwanda dg Dr. Bagus hampir sama sbg jembatan kjsm ut kemajuan Bangsa kita.
banyak orang indonesia ya pinter" cuma sayang kurang riset. majulah bangsa ku... amini
Dari sekian narasumber yang hadir di acara Pak Gita, saya melihat Pak Bagus Muljadi bisa menjadi "penerus" Bapak dalam program "EndGame". Program yang memicu pemikiran kritis, memenuhi kehausan akan berbagai ilmu pengetahuan, dan memancing perubahan ke arah yang lebih baik. Semoga program ini bisa langgeng sampai anak cucu kami.
Terimakasih Pak Gita, ini salah satu edisi #endgame yg sangat sy suka 😊., enak ngikutinnya. Sukses buat Mas Bagus, Terimakasih mau berbagi ilmu 🙏🏼🇮🇩💖
Pak Gita output dalam penelitian dunia akademisi kebanyakan publikasi ilmiah, tetapi kadang tidak nyambung dengan dunia sehari-hari tetapi Pak Bagus Muljadi luar biasa bisa melakukan kolaborasi Indonesia dengan negara luar yang sangat berharga dan terhormat.
Dengerin channel ini, bikin perbendaharaan kata tingkat tinggi pendengarnya bertambah. daging banget!
Sangat Berharap,,, Semoga Pak Bagus jadi Menteri Pendidikan Indonesia ke depan,,,
Ijin curhat:
Gambut di areal saya sudah banyak menjadi lahan sawit,semoga riset ini di dukung pemerintah,dan dapat membagikan ilmu anda untuk rakyat indonesia.
Salam dari sumatra👍
Very provoking discussion. Thank you sir
I agree that it can be challenging to promote evidence-based policies or bridge science and public policy.
Episode ini sangat luar biasa. Semoga apa yang telah didiskusikan oleh kedua orang genius ini menghasilkan inspirasi dan kemudian impactful kepada bangsa ini. Hebat
ayo bangun kesadaran luas untuk menumbuhkan budaya belajar.. dirumah sendiri….berapa banyak buku yg sudah kita baca dalam 1 bulan ? 6 bulan ? 1 tahun ? yg kita pikirkan cuman mengahayal gimana caranya hidup enak seperti yg diperlihatkan oleh para “Flexing community”.. otak kita harus kita asah….. jangan pernah mengahayal bisa hidup enak tanpa belajar keras…
Terima kasih, Pak Gita, Mas Bagus, atas diskusi yang menarik dan kaya ilmu ini. Sangat menginspirasi.
Suka bgt sm pendefinisian edukasi disini! 44:35💥
Saya mengejar Study Master Biology, Science Communication and Society. Termotivasi dengan endgame ini, Terima Kasih Pak Gita
🙏. Terima kasih, percakapan yg sangat menarik
Bagus banget….diskusi menarik utk dasar peta jalan pendidikan berbasiskan scientifik di indonesia
Panutan since day one ketemu di kuliah umum 2018! Prof Bagus 🙌🏻
Satu2 nya solusi,orang2 yg punya pengetahuan seperti beliau2 diatas harus diberi kesempatan masuk ke pemerintahan, agar kebijakan2 yg di buat bisa menegena dgn apa yg beliau2 inginkan,sebab kalau yg berada di pemerintahan orang2 yg tidak menegerti masalah ini rasanya mereka tidak akan mampu membuat kebijakan yg berkaitan dgn permasalahan ini.dan masyarakat harus memberikan kesempatan kepada orang2 seperti beliau2 diatas.
Jangan lah, kasian banyak yg ngiming ngimingi buat korupsi dan kalau ngga mau korupsi yaa di tendang, mirip Pak Archandra Tahar
Cerita hidupya sangat memotivasi, sangat berani mengambil langkah maju kedepan untuk menjadi orang hebat. walau lulus dari ITB dengan IPK yang tergolong rendah Bagus Muljadi nekat menyelesaikan studi masternya di Taiwan dan mendapatkan tenure di umur 33 tahun.
Repect💯💯
2014 sy balik dari Swiss dengan pemikiran serupa, ingin akademisi utk masuk ke matrix yg lebih address ke masalah praktis dan applicable untuk public yg memungkinkan utk peluang business. Sy menemukan di univ masih sulit generasi senior utk berpikir demikian. Sebatas mengumpulkan CUM utk melanjutkan karir akademisi. Sy keluar dr akademisi dan masuk ke dunia business lewat MNC. Sama jg. Sangat terbatas pelaku business yg mampu berpikir kolaborasi ilmu untuk bisnis. Tahun lalu sy sdh keluar dr kedua nya. Diantaranya karena muak dgn level integrity, bosan melihat ketidakmampuan berpikir kritis, sehingga lelah dengan tdk adanya kemajuan. Mungkin sy saja yg tdk beruntung dalam proses ini. Indonesia sangat jauh kemampuan dibidang ini. Semangat melihat mereka seperti Dr. Bagus ini. Sy seringnya bertukar pikiran dgn generasi muda skrg, sy yakin ke depannya, perlahan paradigma ini berubah. But I wonder when.
Orang Indonesia pasti pulang bila sudah tua karena orang Indonesia jarang yg ada jadi imigran, berkarya lah di mana saja yg penting hatimu tetap untuk Indonesia dan bagaimana kamu bisa berkontribusi demi kebaikan Indonesia biarpun kamu tidak di Indonesia
Bagus Mulyadi, walau nggak pernah senyum, tapi mampu melontarkan ide dan gagasan yang seperti air mengalir. Ini karena gagasannya memang orisinil.
Saya punya beberapa kawan asli China daratan di Cyprus tempat tinggal dan saya bekerja sekarang. Anak anak China ini sangat2 disiplin dari kecil dan selama mereka belum bekerja mereka wajib untuk berhasil dalam pendidikannya. Jadi sedari kecil kerjanya belajar terus kayak robot. Mereka ya sembari makan ya ngobrol dan tau diri untuk tidak berlarut2 ngobrol. Dan cara kerja mereka, mereka tidak suka complain.
Wah Prof Bagus Muljadi, obrolan sains berbobot tinggi yang mencerdaskan dan mencerahkan generasi muda bangsa, sehat2 bahagia Pak Gita dan Mas Bagus, terus menginspirasi, terima kasih 🇮🇩🔥👏
Btw saya diam-diam sering mengikuti lecture oleh Prof. Bagus Muljadi, terkait isu kapabilitas akademik masyarakat di Indonesia terutama dibidang science, terus terang, bagaimana Indonesia bisa maju dibidang science jika akses pada pendidikan tinggi yang lokal saja itu sudah membuat stress kaum bapak-bapak Indonesia, setiap anak yang baru lahir secara seketika memicu beban pikiran bagi seorang bapak bagaimana dia akan membiayai pendidikan anak ini nantinya, jika saja negara ini memiliki solusi pendidikan murah dan sadar bahwa pendidikan adalah hak azas yang harus dipenuhi dan diakomodir oleh kebijakan negara yang membuka lebar akses pendidikan tinggi bagi setiap insan generasi dijamin literasi dan awareness masyarakat terhadap science akan lebih terbuka, sehingga kedepan semua kebijakan-kebijakan strategis bangsa ini berbasis science (keilmuan), bukan berdasarkan selera dan popular based policy yang lebih sering bertentangan dengan keilmuan yang sampai saat ini terus dipraktekkan dan membuat bangsa ini mandeg.
55:45
Gw pernah mau apply lab assistante di univ korea. Dan di univ, untuk fakultas compsience ada banyak banget lab nya. Dan di setiap lab nya ada "sponsor" untuk reset yang client nya adalah perusahaan besar (samsung, daewoo, dll). Jadi si industri maju sambil ngerangkul akademis di negeri tersebut.
So inspiring. Thank You, Pak Gita & Pak Bagus!
Ayo kita jadikan universitas menjadi tempat orang bebas ber-ide dan jadikan profesor bukan lagi sekedar nama melainkan kembali pada fungsinya menyuarakan ide-ide baru yang kontroversial. Semoga pendidikan Indonesia semakin maju dan Indonesia maju bersamanya.
Saya sangat interesting dengan pemikiran Pak Dr. Bagus Muljadi, dan Pemikiran dan Konten yang dihadirkan Pak Dr. Gita Wirjawan, "Infak" bisa menjadi salah satu solusi untuk para Diaspora, Semoga banyak para penerus bangsa lebih banyak menguasai bahasa Inggris dan Internasional lainnya
Andai kualitas SDM Indonesia sebaik ini.. mungkin kita uda jadi negara maju yg bisa bersaing.
Pak gita, saya sesungguhnya agak penasaran. Pak Gita selalu menyebutkan seandainya warga kita lebih jago bahasa internasionalnya pasti akan lebih dikenal.
Bener2 mohon pencerahan karena saya kurang paham mengenai ini. untuk thailand yang bahasa inggrisnya tidak lebih baik, tapi mereka jauh lebih terkenal bahkan pdbnya pun juga lebih tinggi, universitasnya masuk 10 besar asia tenggara dibanding filipina yang mayoritas bahasanya sudah bahasa inggris.
Atau korea yang bisa naik bahkan membuat orang untuk belajar bahasa mereka, not to mention univ yang bagus dan merupakan negara maju.
Ada kalanya berarti bahasa gak selalu menjadi poin penting tapi spesialisasi dari negara itu yang lebih penting agar pihak lain yang menyesuaikan diri karena membutuhkan kita?
Terima kasih.
Terima kasih banyak untuk Pak Gita dan Pak Bagus atas diskusi yang sangat mencerdaskan ini, terutama untuk diri saya. Saya ingin menanggapi poin apa yang dibahas oleh Pak Bagus mengenai masyarakat harus tanya kemana ketika ingin menanyakan scientific questions. Menurut saya, para scientist harus membuat kanal seperti "END GAME" ini untuk menjawab berbagai pertanyaan dari masyarakat awam. Kanal semacam ini bisa diakses dengan sangat mudah oleh orang awam, mihat habit masyarakat yang sudah mulai "melek teknologi", dan scientist pun juga dapat memiliki kelapangan waktu dan media agar pengetahuan dan informasi yang dimiliki dapat dengan mudah disebarkan.
Saya senang mendengar apa yang disampaikan oleh Prof Muljadi mengenai bagaimana negara ini sudah sangat diperlukan untuk ber "investasi" kepada Dunia research. Kita banyak sekali lebih memikirkan kepada hal2 yg practical seperti menjual SDA tapi tidak kepada bagaimana kita bisa mengolah SDA yang bukan hanya seperti timah, nikel Dan pertambangan tapi kepada hal lain yang bisa menjadi sumber baru yang terbarukan. Jika kita tidak menguasai melalui Ilmu pengetahuan secara langsung (research) serta praktek, kita tetap akan menjadi bukan yang pertama. Hanya dengan itu kita bisa memiliki generasi emas. Saya mendoakan agar upaya yang dilakukan oleh Prof. Muljadi akan berhasil. Terima kasih pak Gita Wirjawan yang sudah menyuguhkan pembicaraan yang menarik.
So, impact fully. Tinggal dielaborasi oleh pemangku kebijakan secara maksimal dan partisipasi kolektif dari individu yang tersadarkan melalui percakapan ini.
Terimakasih Pak Gita dan Bagus Muljadi 🙏
Kebebasan belajar pada tingkat Perguruam Tinggi dari mulai hadir Perguruan Tinggi bebas menentukan belajar apa saja meskipun multitalen asal bisa tdk di batasi.
Kebebasan belajar jika di mulai dari tingkat Dasar sangat di sayangkan karena tingkat SD SMP SMA dasar mendapatkan segala ilmu dasar untk meniti multitalen yg dpt di raih pada anak anak jenius dan seimbam dlm berpikir. Jika mulai dasar sdh boleh memilih sangat sulit di arahkan karena mereka tdk tau dasar dasar ilmu yg harus di ketahui sebelumnya agar ilmu yg di dapat terintegrasi satu sama lainnya ..
Gila sekreen ni percakapanya; membayangkan indonesia menuju g4 45. Terimakasih ENDGAME khususnya Pak Gita Wirjawan dan Model kami Pak Bagus.
Terima kasih Mas Gita membawa acara untuk membuka wawasan buat penerus bangsa. Tapi maaf sebetulnya yang saya tau dan mengalami langsung, bahwa Nusantara ini technologynya sudah lebih terbuka sejak tahun 70an, dibandingkan negara tetangga.
Saya bangga banyak yang pintar di Nusantara ini.
Dan terima kasih juga pada mas Bagus bisa membawa para ilmuwan luar ke Nusantara ini.
1:20:00 Pak Gita, setelah melalui perjalanan Ruhani yang panjang. Saya menemukan bahwa Core mesin berfikir penduduk Nusantara Bukankah STEM yang dominan Otak kiri.. Namun Otak tengah yang Dominan Ketuhanan yang di support oleh Logika..Bukan Logika AKAL yang diutamakan... Kapan kapan jika diberi kesempatan bertemu...Mari kita praktekan Langsung Metode Jalan Lain Scientist Nusantara
Terimakasih pak Gita dan sir bagus,,,"kita harus punya Habibie baru Profesor perempuan" amiin ucapan yg sama dengan pak Gita😊 hayoo perempuan Indonesia Semangat mendidik anak anak dan mendidik anak di sekolah buat para guru😊💪👍
Literally one of the best definition of rejeki itu ada dimana mana disaat kita yakin dan fokus melelakukan tujuan kita, mau belajar. Great episode
Terima kasih Pak Gita, dan Mas Bagus sudah menghujani pengetahuan dan sudut pandang baru melihat berbagai problem-problem yang ada di Indonesia.
Beasiswa banyak sekali tersedia. Seperti di Kanada, ternyata setelah masuk Kanada banyak kesempatan beasiswa. Pemerintah Kanada juga menyediakan beasiswa magang bagi warga Indonesia. Saya pernah post di komentar tapi mungkin terhapus, entah karena sistem atau dihapus oleh admin. Bagi yang masih berminat mencari pengalaman di Kanada, silakan cari informasi sendiri :)
Pantas saya sering lihat ads di youtube kalau kanada open to imigran atau apalah
@@ibnualhakim1599 Imigran berbeda skema dengan mahasiswa. Imigran itu cerita lain dan lebih kompleks.
@@MuflihAAdnan ya itulah. Pokoknya banyak ads kanada lagi open. Saya kurang paham apakah kanada.lagi butuh tenaga kerja atau apa
Diskusi yg sangat menginspirasi... Mas Bagus, Anda anak muda yg cerdas & berkenan sharing. Pak Gita, terima kasih utk terus berkenan mencari org2 yg mau berbagi pemikirannya.
Thanks bro udah memberi sentuhan buat mimpi kemajuan peradaban indonesia. Tapi tolong bantu jelaskan pada kami2 yg awam ini. Pun dengan anggaran yg ada saat ini kami sng rakyat belum tau kemana hasil riset dari lembaga riset yg di biayai negara.
Yang paling berkesan dari diskusi ini menurutku adalah, dipoin terakhir tentang Gender.Dan saya juga sempat bertanya- tanya, kenapa sih yang banyak ambil jurusan teknik yang dalam hal ini adalah bagian dari STEM itu kebanyakan laki-laki?
Apalagi kalau kita melirik sedikit ke bagian jurusan teknik Komputer.Dan mengapa juga, banyak programmer-progmmer kebanyakan laki-laki.
Ternyata jawabannya adalah hanya satu yaitu "soal interest" atau minat.
Keren banget diskusi ini.
Tidak ada diskusi sekeren ini, di dalam kelas perkuliahan.Cuma dichannelnya Pak Gita, yang dikasi gratis.
Thank you pak.
Teruslah berkarya dengan konten begini.
Terimakasih, atas pencerahan tentang kondisi pendidikan kita.