FILSAFAT KETUHANAN | Semar | Dr Fahruddin Faiz

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 14 ก.พ. 2023
  • Dalam filosofi Jawa, Semar disebut sebagai Badranaya yang merupakan dua istilah di antaranya Bebadra yang artinya membangun sarana dari awal, dan Naya yang artinya Utusan mangrasul. Jika diartikan secara sederhana, membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia di muka bumi.
    Semar sendiri juga memiliki istilah lain yaitu Haseming samar-samar yang artinya makna kehidupan Sang Penuntun. Semar bukan laki-laki, bukan juga perempuan. Tangan kanannya ke atas yang bermakna sang Maha Tunggal, dan tangan kirinya ke belakang yang bermakna berserah pada-Nya.
    Setidaknya kebanyakan orang tahu Semar adalah pimpinan empat sekawan ‘Punakawan’. Sepintas memang tokoh Semar sebatas melucu dan pereda ketegangan penonton di tengah malam. Namun, menurut Sobirin bahwa dulu Sang Hyang Wenang menciptakan Hantigo berupa telur. Cangkangnya itu Togog, sedang putihnya menjadi Semar. Sedangkan kuningnya menjadi Batara Guru.
    Semar yang memiliki badan gemuk tak jelas laki-laki atau perempuan. Hal tersebut menunjukan bahwa manusia pada dasarnya tidak ada yang sempurna dan masing-masing memiliki ciri khas. Kesempurnaan hanya milik Tuhan.
    Umumnya, masyarakat mengenal bahwa Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa yang mana memiliki anugerah Mustika Manik Astagina dan delapan daya. Delapan daya itu adalah tidak pernah mengantuk, tidak pernah lapar, tak pernah jatuh cinta, tak pernah sedih, tak pernah capek, tak pernah sakit, tak pernah kepanasan, dan tak tak pernah kedinginan.
    #semar #drfahruddinfaiz #fahruddinfaiz #ngajifilsafat #filsafatjawa #filsafat #filsafatkehidupan #ngaji #ngajijawa

ความคิดเห็น • 3

  • @yudiantobinsoedjoko1969
    @yudiantobinsoedjoko1969 11 หลายเดือนก่อน +1

    Tentang Tuhan dan "Maqomat" Ateis
    Pemikiran tentang apa atau siapa itu Tuhan di berbagai belahan wilayah dunia berbeda-beda. Bukan hanya dalam skala dunia internasional, bahkan dalam lingkup daerah, atau bahkan mungkin individu. Kata: God begitu membingungkan dalam definisi di beberapa negara. Baberapa jam yg lalu seorang Eropa Timur menyatakan bahwa Tuhan itu adalah Ruh bukan fisik.
    Ada semacam kebiasaan dalam pola pikir tentang katagorisasi suatu wujud (keberadaan) sesuai bidang pembahasannya dalam lingkup dimensional (ruang dan waktu yg punya ukuran). Ketika membahas sautu benda fisik, maka dikatagorikan secara berbeda ketika membahas Tuhan. Tuhan haruslah terpisah dari benda, maka dengan demikian Tuhan adalah Ruh.
    Padahal setiap keberadaan itu adalah benda. Benda ada yg diciptakan ada yg tidak, seperti Ruh yg ditiup bukan dicipta. Ruh secara umum dikatagorikan benda immaterial. Sedangkan jismiyah adalah benda fisik, yaitu tubuh materi. Gagasan, ide, imajenasi, dan yg sepertinya adalah benda abstrak.
    Hal ini menarik, dalam teori kuantum fisik setelah penemuan dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuan terus terang berkata bahwa partikel sebagai suatu benda terkecil ternyata tidak dapat didefinisikan sebagai benda (suatu keberadaan). Unsur atom berupa proton, elektron neutron, sebenarnya bukanlah benda. Itu hanyalah penampakan atas interaksi dari sesuatu yg berkumpul karena massa. Indikator buatan yg mengindentifikasikannya. Sebagaimana kita mengetahui peralatan eletronik yg kita miliki hidup (on) melalui lampu indikator berwarna hijau, dan mengetahui bahwa arus listrik terhubung denganya melalui lampu indikator berwarna merah pada saat ia tak dinyalakan (off). Tetapi listrik sendiri tidaklah berwarna merah atau hijau. Bisa terbentuknya massa yg mampu memerangkap elektron, neutron, proton tadi, itulah yg memusingkan para ahli. Hingga kemudian ditemukan Partikel Tuhan (atau Higgs Blossom). Namun itu semua sebenarnya (fakta/realitas

  • @yudiantobinsoedjoko1969
    @yudiantobinsoedjoko1969 ปีที่แล้ว

    Ibn Arabi dan Konsep Manifestasi
    Panteisme Dalam Islam?
    42.Asy-Syūrā : 11
    فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ
    Pencipta fitrah (faathir, merujuk kata ROBB pada ayat sebelumnya, 10) sang langit (yang jamak) dan sang bumi (yang tunggal)
    جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الْأَنْعَامِ أَزْوَاجًا ۖ
    Dia (sang bumi) telah menjadikan (ja'ala) bagian milik kalian dari jiwa-jiwa (jamak) kalian pasang-pasangan (jamak) dan binatang ternak pasang-pasangan (jamak).
    يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ ۚ
    Dia (sang bumi) menurunkan (keturunan, mengijinkan, memperingatkan) kalian di (wilayah) nya (bumi)
    لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ
    bukan sesuatu yang seperti dia (bumi)
    وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
    dan dia (sang bumi, adalah) sang pendengaran sang penglihatan
    Banyak orang memahami soal Ketuhanan dalam Islam di mana meletakkan Allaah sebagai suatu Dzat yang Wujud/Yang Eksis/Yang Ada dan berdiri sendiri DISAMPING wujud lainnya. Kekeliruan ini soal terjemahan dan ketelitian terhadap penggunaan kata-kata dalam teks-teks suci karena ada kata: Allah, ROBB serta berbagai kata ganti kecuali penggunaan kata ganti bentuk ganda dan jamak (bagaimana dengan kata ganti Kami?) serta pasti berjenis kelamin mudzakkar (maskulin ).
    Ada pula yang melarang untuk membicarakannya (hanya untuk dipercayai/diimani tanpa mempertanyakan,) sebab dikatagorikan sebagai ayat mutasyabihat yang bila ditakwilkan* akan sesat. Padahal ayat mutasybihat itu yang dilarang adalah mencari-cari takwil untuk membuat fitnah (larangan bukan pada dzatnya melainkan terhadap suatu perbuatan). Selain itu, ayat mutasyabihat bukanlah ayat- ayat muhkamat yang digunakan sebagai pembentuk aturan (berbicara dan bertingkah laku - kelakuan): haram (yang dilarang) dan halal (yang diperbolehkan).
    Ketika membicarakan soal Teologi dalam Islam, pasti akan membahas soal yang mutasyabihat (atau ayat-ayat yang dijadikan serupa/penyerupaan, baik dalam sifat/karakter perbuatan atau sifat/karakter fisik). Karena inilah maka para alim ulama' dapat mengkarakteristikkan Allaah yang bukan berarti mendefinisikan Nya/membatasi Nya.
    ______
    *takwil تأويل berbeda dengan tafsir تفسير meskipun sama-sama berusaha memperjelas suatu pembicaraan (kalam) dalam Al Quran. Tafsir berusaha menguak arti dari suatu kata menurut berbagai jenis keilmuan lahiriyah (syariat) dari segi kebahasaan menurut pemikiran berdasarkan banyak faktor yang tampak nyata ada pernah atau sedang terjadi dalam suatu masyarakat penggunanya. Sedangkan takwil sebagaimana Nabi Yusuf, as. menafsirkan mimpi. Di mana pengalaman ghaib dikemukakan sebagai pernyataan yang akan terjadi. Ini willayah propetik atau kenabian, suatu ramalan (prophecy). Dalam Katolik, prophecy dirumuskan sebagai: hal yang akan terjadi di masa datang atau di masa lalu yang tertutup dari pengetahuan manusia. Yang berbeda adalah Nabi Yusuf, as. tidak sedang berusaha memahami kitab suci kala itu (bukan dalam rangka menafsirkan kitab suci).
    Mutasyabihat dimaksud adalah seperti yang dilakukan Mirza Ghulam Ahmad dalam pengakuan kenabiannya, yaitu: ia adalah sebagai Al Masih yang dijanjikan sekaligus sebagai Imam Mahdi yang dinantikan dengan mendasarkannya pada ayat-ayat Al Quran. Pengalaman ghaibnya disandarkan pada Al Quran kemudian dinyatakan bahwa terhadap dirinyalah ayat-ayat tersebut ditujukan. Jika ayat itu bersifat untuk umumnya orang (baik sebutan mukmin atau kafir) hal itu bisa terjadi pada siapapun. Permasalahanya, apakah hanya terjadi pada satu sosok individu seperti Mirza Ghulam Ahmad tersebut atau bisa juga terjadi pada sekelompok individu?. Seperti yang terjadi pada beberapa kelompok sekte yang mendakwakan bahwa yang diluar kelompoknya adalah yang dimaksud sebagai orang-orang kafir atau orang-orang musyrik dalam Al Quran. Dari sini, dampaknya banyak sebagai suatu implikasi dari pembentukan suatu aturan. Contohnya: Larangan melakukan sesuatu yang terlihat secara lahiriah sebagai tindakan menyembah/melakukan sembah (sebagai model ibadah) di hadapan suatu benda, seperti pohon, batu, dan sebagainya.

  • @merdekabelajargurupenggera2953
    @merdekabelajargurupenggera2953 ปีที่แล้ว

    Berdasarkan teori evolusi, semua agama merupakan produk evolusi.
    Selama ini menurut Muh. Amin sudah ada 6 agama yg sudah musnah.
    Adanya agama karena manusia yg menyebutnya. Adanya tuhan juga karena manusia yg menyebutnya..