Jika free will adalah ilusi, kita tidak bisa benar-benar bebas memilih

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 21 ต.ค. 2024
  • Hai semua, di dialog tanpa tembok episode pertama ini saya membahas tentang Masa Depan Agama, Free Will, Kompatibilitas dan Determinisme dalam pandangan seorang ‪@ApriadiYadi‬
    Deterministik dalam ilmu pengetahuan berkembang dari pemikiran filsafat, dalam fisika klasik Newtonian, hingga pendekatan neuroscientist yang menantang gagasan kebebasan berkehendak. Lalu jika semuanya berjalan secara deterministik, bagaimana kehendak bebas bisa terasa begitu nyata dalam kehidupan kita?
    Timecodes :
    00:15 Siapa Apriadi Yadi
    02:36 Pandangan Yadi Tentang Konsep Tuhan
    04:37 Untuk Apa Agama dan Masa Depan Agama
    09:58 Ilusi Free Will dan Bagaimana Pandangan Agama menjawabnya
    Terima kasih telah menonton, jangan lupa untuk subcribe dan nyalakan notifikasi pada channel ini agar kamu menjadi yang pertama tahu episode berikutnya. Juga, jika kamu membaca sampai bagian ini, tuliskan di kolom komentar bagian favoritmu dari dialog ini!
    Tonton channel ‪@ApriadiYadi‬ untuk mengetahui lebih banyak tentang Apriyadi.

ความคิดเห็น • 52

  • @GonzalesZ
    @GonzalesZ 12 วันที่ผ่านมา

    kehendak bebas ada selama manusia sadar akan resiko, konsekuensi dan pengendalian diri.

  • @budiarjono1400
    @budiarjono1400 22 วันที่ผ่านมา

    terus gali bang, agama emang ciptaan peradaban manusia

  • @cokroisme
    @cokroisme หลายเดือนก่อน

    Apriadi Yadi memblokir sy ketika beliyo sy ajak menyampaikan PESAN TERBAIKnya utk kelangsungam hidup manusia yang tetap baik atau lebih baik.. dan bukan hanya baik, tapi BENAR secara SAINS..
    Theis, Atheis, Agnostik dll rata2 pola fikirsnya sama.. mereka menggunakan alat bantu matematika fungsi utk mengamati titik minimum, titik belok, dan titik maksimum..
    Jarang sekali yang menggunakan Diagram Venn untuk mencari IRISAN TERBAIK..

  • @dahah7683
    @dahah7683 4 หลายเดือนก่อน

    Diskusi ini berhasil ngeboost pemahaman saya tentang konsep deterministik, semoga kelak masalah ini akan terjawab

  • @masdukiali903
    @masdukiali903 3 หลายเดือนก่อน +1

    Keinginan, khendak itu asalnya dari banyak faktor , bisa faktor lingkungan, pengetauan, kesehatan dn otak menyimpulkn mana yg terbaik bagi hidupnya meskipun kemampuan dn kesempatan terbatas hukum alam

  • @kartono6452
    @kartono6452 4 หลายเดือนก่อน +1

    Argumen deterministik itu sebenernya sangat logis ya.
    - Manusia tidak punya kendali yang menentukan susunan partikel otaknya.
    - Manusia tidak punya kendali terhadap lingkungan dan semua peristiwa yang dia alami yang menentukan keputusan yang dibuat oleh otak.
    - Semua objek di alam semesta termasuk manusia terbentuk dari partikel. Setiap partikel mempunyai hukum alamnya sendiri. Setiap partikel berinteraksi dengan partikel lainnya dan beraksi sesuai dengan hukum alam juga. Anggap di waktu tertentu, misalnya di waktu=t, setiap partikel mempunyai nilai parameter konstanta masing-masing. Makan di waktu=t+1, parameter dari masing2 partikel akan mempunyai nilai (nilainya bisa berbeda dendan nilai di waktu=t) di waktu tersebut berdasarkan perhitungan interaksi hukum alam. Bisa dibilang hidup adalah sebuah fungsi dari parameter partikel terhadap waktu. Dalam matematika, sifat fungsi adalah deterministik.
    - Dari sudut pandang teistik, rencana Tuhan itu tidak pernah gagal. Tuhan sudah tahu mengenai apa yang bakal terjadi di masa depan. Argumen tersebut juga sebenernya sudah menunjukan kalau hidup itu adalah deterministik. Kalau misalnya ada orang yang mempunyai free will, berarti orang tersebut mempunyai kemampuan untuk menghasilkan kejadian yang tidak sesuai dengan rencana Tuhan, dan itu tidak mungkin. Artinya tidak ada orang yang mempunyai free will. Yang mempunyai free will hanyalah Tuhan itu sendiri.
    - Having a “relationship” with God doesn’t make sense.
    You can’t tell God a joke because he already knows all your jokes.
    You can’t play a game with him, because he can foresee all your moves. If you win a game against God, it’s only because he allows you to win.
    God can’t be entertained by movies or concerts or TV shows since he has memorized every plot and lyric.
    It doesn’t make sense for him to ask you any questions, since he already knows the answers. Like, God would have to play dumb to ask, “How was your day?” And it doesn’t make sense for you to ask God questions either. “Who is your favorite artist?” God’s answer would be “I love everyone equally.” “How was your day?” “I exist outside time.” “Wanna get dinner?” “I don’t eat or drink.”
    Having a "relationship" with God makes sense if you have free will. Tapi bisakah 2 persona yang berbeda mempunyai free willnya masing2? Karena free will dari persona tersebut akan bertabrakan dengan free will persona yang lain.
    - Dalam konsep deterministik, jika waktu diputar mundur, lalu di-play kembali, maka seluruh kejadian yang terjadi bakal sama persis seperti yang terjadi sebelumnya. Pilihan terhadap kopi luwak bakal tetap kopi luwak, meskipun waktu diputar kembali. Pilihan terhadap kopi luwak sudah didetermined semenjak bing bang.
    - Kalau misalnya diasumsikan yang mempunyai free will hanyalah Tuhan sendiri, mungkin contoh skenario free will itu ada adalah ketika Tuhan deistik mencoba cosplay menjadi salah satu manusia di suatu waktu, tapi dia tetap membawa ability untuk merubah hukum alam dari partikel apapun di dunia, sehingga dia mempunyai free will di dunia. Ya free will itu make sense kalau ada partikel yang bisa dirubah hukum alamnya oleh sesuatu yang berasal di luar ruang dan waktu. Free will itu make sense kalau ada seseorang yang bisa melawan hukum alam.
    - Konsep mujizat itu definisinya berbeda2. Kebanyakan mujizat itu adalah sesuatu yang tidak lazim yang membawa keuntungan tertentu untuk pihak tertentu. Tapi menurut saya mujizat itu adalah sesuatu kejadian yang melawan hukum alam. Yang artinya yang bisa melakukan mujizat adalah sesuatu yang bisa melawan hukum alam (dan mempunyai free will?). Dalam mujizat air menjadi anggur, seberapa persenkah porsi melawan hukum alamnya? 50%? 25%? Kalau misalnya 1 detik itu terdiri dari 60 frame (60fps), anggap kondisi terakhir berupa air adalah di frame pertama, apakah partikel air tiba2 berubah menjadi partikel anggur di frame kedua? Atau prosesnya membutuhkan waktu tertentu, misalnya 60 frame. Frame ke satu masih 100% air. Frame ke-2 98% air 2% anggur? Frame ke-3 96% air 4% anggur. Dst sampe frame ke-60 100% anggur. Dan apakah volume air sebelum mujizat sama dengan volume anggur setelah mujizat? Maksud saya adalah seberapa besarkah porsi melawan hukum alam dari sebuah mujizat. (Kalau dianggap mujizat itu nyata).
    - Kalau misalnya free will itu tidak ada. Maka surga dan neraka dan segala konsep penghakiman menjadi absurd. Untuk apa menghukum seseorang karena perbuatannya, sedangkan orang tersebut tidak mempunyai free will terhadap segala sesuatu yang dia perbuat.
    Tulisan-tulisan di atas hanyalah sebuah pergulatan di pikiran ngawur saya saja. Kalau terasa tidak make sense, anggap saja saya adalah orang gila (sepertinya sih iya).

    • @tanpatembok
      @tanpatembok  4 หลายเดือนก่อน

      keren om pemikirannya, saya baca sampai habis, free will - entah itu ilusi atau tidak, terlalu nyata untuk dikatakan tidak ada.

    • @TPQALHIDAYAH089
      @TPQALHIDAYAH089 4 หลายเดือนก่อน

      Gw sependapat sama lo, mengenai surga neraka, bukannya dalam Islam sdh ditentukan jg ya org2nya?

    • @kartono6452
      @kartono6452 4 หลายเดือนก่อน

      @@tanpatembok Menurut saya, ilusi itu rasanya memang nyata. Manusia itu mahluk yang terbatas, otak dan indra manusia sulit membedakan secara langsung mana ilusi dan mana kenyataan. Apa yang dianggap kenyataan oleh manusia itu bisa berbeda untuk manusia yang berbeda, terlepas dari kenyataan sebenarnya seperti apa.

    • @itscansitompul3970
      @itscansitompul3970 3 หลายเดือนก่อน

      - Free will/kehendak bebas tentu berbeda dengan keterbatasan fisik. Tentunya manusia ga bisa ngendalikan partikel otak nya sendiri. Begitu juga dengan susunan organ tubuh lain.
      - Hukum" alam adalah jawaban dari "Jika saya menendang kepala anda dengan kecepatan sekian KM/jam, maka butuh berapa lama kaki saya agar mengenai kepala anda". Tapi hukum" alam itu ga bisa menjawab pertanyaan "kenapa saya menendang kepala anda?". Jawabnya, karena kehendak bebas, saya bisa memilih tidak menendang anda, atau bisa memilih menendang anda dan setiap pilihan memiliki konsekuensi masing-masing, ada positif dan negatif.
      - Rencana tuhan tidak pernah gagal ini merujuk pada kebutuhan dan keinginan manusia. Tuhan akan memberikan apa yg menjadi kebutuhan manusia jika manusia berusaha, dan bukan keinginan manusia. Jadi bukan berarti Tuhan memprogram manusia sesuai kehendaknya, namun Tuhan ngasih kehendak bebas bagi kita agar kita bisa bebas memilih, mau berusaha atau tidak. Tuhan sudah tahu masa depan itu berarti Tuhan berada di luar ruang dan waktu, dia bisa melihat garis waktu manusia, masa lalu, sekarang, dan masa depan (bukan berarti Tuhan memprogram kita sesuai dengan keinginan waktunya)
      - Relationship dengan Tuhan tidak bermakna sama dengan relationship dengan teman/sahabat. Namun relationship dengan Tuhan bermakna hubungan spiritual dengan Tuhan.
      - "Tapi bisakah 2 persona yang berbeda mempunyai free willnya masing2?" Jawabannya bisa, dan tidak kontradiktif. Di dalam Injil kehendak Bapa dan Yesus tidak saling kontradiktif. Pilihan kopi luwak bukan berarti di takdir kan. Sebab di situ kita di hadapkan kepada 2 pilihan. Dan jika waktu di putar kembali, pilihannya tetap sama karena orang yg memilih adalah orang yang sama, bukan karena ditakdirkan
      - Mukjizat adalah kejadian dimana dilawannya hukum alam pada waktu tertentu. Seperti yg anda sampaikan, air menjadi anggur. Melihat mukjizat bukan melihat dari seberapa besar porsi dan hitungannya, tpi seberapa tepat waktunya.
      - Free will itu ada, maka surga dan neraka adalah konsekuensi positif dan negatif dari pilihan kita.

    • @kartono6452
      @kartono6452 3 หลายเดือนก่อน

      @@itscansitompul3970
      Saya setuju sekali terhadap pernyataan Anda yaitu : Tentunya manusia ga bisa ngendalikan partikel otak nya sendiri.
      Menurut saya manusia itu tidak lebih dari sebuah mesin. 3 aspek utama dari mesin adalah input, mekanisme mesin, dan output. Menurut saya suatu mesin dikatakan mempunyai free will terhadap output yang dihasilkan adalah jika dia mempunyai kontrol terhadap mekanisme+susunan mesin itu sendiri dan juga jika dia mempunyai kontrol terhadap input yang masuk.
      Menurut saya manusia juga adalah sebuah fungsi dalam matematika, yaitu f(x)=y. Dia dikatakan mempunyai kontrol terhadap y jika 2 kondisi ini dipenuhi:
      1. dia mempunyai kontrol terhadap f sebagai detail rumus fungsinya
      2. dia mempunyai kontrol terhadap nilai x
      Tapi saya adalah seorang manusia yang terbatas, argumen saya bisa saja salah. Jadi silahkan bandingkan argumen saya dengan orang lain. Karena pada dasarnya saya tidak ingin orang lain menjadi sepaham terhadap saya. Argumen saya ini hanya bersifat sebagai curhat.
      Terima kasih banget sudah menanggapi saya secara detail. Saya suka sekali mandapatkan masukan dari sudut pandang yang berbeda dari sudut pandang saya.

  • @freddyyudianto2027
    @freddyyudianto2027 3 หลายเดือนก่อน +1

    Satu Pencipta banyak ciptaan, satu TUHAN banyak AGAMA atau ingin sebaliknya ?

  • @MuhHuda-su2sf
    @MuhHuda-su2sf 4 หลายเดือนก่อน

    Saya mungkin termasuk Kompatibilitas.
    Menurut saya kita tidak/sulit untuk mempunyai Free Will dalam hal-hal yang bersifat selera, bakat, dan hal-hal yang faktor biologis dominan. Dalam hal ini mungkin enzim-enzim dalam tubuh kita, dna kita, bentuk tubuh kita, akan menentukan buat kita apakah kita lebih suka bakso ketimbang siomay, apakah kita lebih suka olah raga ketimbang musik, apakah kita lebih suka hetero atau homo.
    Namun teistik, terhubung dengan pilihan-pilihan dalam hal fikiran, perkataan dan perbuatan yang menurut nilai-nilai agama disebut baik atau buruk. Dalam hal ini kita jelas diminta untuk menjauhi perbuatan zina misalnya, atau membunuh, atau mencuri, atau menyakiti orang lain. Pilihan ini secara sadar bisa kita lakukan sekalipun kita sedang sangat ingin melakukan itu, ketika kesempatan itu ada dan tidak akan ada orang lain yang mengetahuinya. Apakah pilihan seperti ini masih 100% dikendalikan oleh otak kita? Coba saja kita rasakan sendiri sekarang… Misalnya… ketika ada sendirian di kamar sebuah hotel… dan anda ingin nonton film porno…. Dan anda sedang sangat ingin…. Apakah anda bisa melawan hasrat anda itu setelah ingat kalau perbuatan itu buruk di mata agama? Bisa bukan? Sekalipun mungkin sangat sulit…. tapi kemungkinan itu ada…. anda tetap punya pilihan yang bisa anda pilih.
    Atau seperti nabi Yusuf… ketika semua kesempatan terbuka lebar bagi dia untuk berzina… tapi dia bisa memilih untuk menghindar… pilihan itu terletak pada pertimbangan baik dan buruk… bukan selera atau bakat…
    Tuhan sudah menentukan siapa yang akan selamat dan siapa yang akan celaka? Kalau saya bukan Tuhan sudah menentukan… tetapi Tuhan sudah MENGETAHUI… dan pengetahuan Tuhan itu tidak menghilangkan pilihan manusia apakah akan memilih kebaikan atau keburukan… Setiap pergolakan dalam hati manusia, pilihan-pilihan yang dia ambil, sampai pilihan terakhir yang dia ambil, semua sudah DIKETAHUI oleh Tuhan…
    Hanya saja Tuhan bisa mempermudah atau mempersulit… tapi Tuhan tidak sampai mengilangkan pilihan manusia sampai 0%. Ini yang dimaksud IZIN dari Tuhan atas pilihan manusia. Tetapi Tuhan tidak pernah menghilangkan pilihan bebas manusia hingga 0%. Dalam hal ini akan terkait dengan KEADILAN Tuhan di after life nanti…. Karena Tuhan sudah mengharamkan diri Nya untuk berbuat tidak adil (zhalim)…
    Kalau kita percaya dengan konsep Ruh… maka otak itu bukanlah pengambil keputusan terkait baik dan buruk (moral)… Otak hanyalah “alat” yang dipakai Ruh dalam melaksanakan pilihan. Namun Ruh bukanlah sesuatu yang bisa diukur.

    • @MuhHuda-su2sf
      @MuhHuda-su2sf 4 หลายเดือนก่อน

      Kita masih bisa merubah pilihan dari 02 ke 03 misalnya..... jika nilai-nilai kebaikan yang ditawarkan kompatibel dengan nilai-nilai kebaikan yang kita percayai.... jadi masih bisa merubah pilihan dari sisi ini .....

  • @wahyueko305
    @wahyueko305 3 หลายเดือนก่อน

    pemikiran seperti ini boleh saja tapi kalau boleh saya berpendapat dari segi agama Katolik , bahwa kami udah selesai kalau soal "keberadaan Tuhan" , itu sudah selesai sejak 4000 tahun yang lalu , berangkat dari Ke-Kristen-an yang BERAKAR dari budaya dan tradisi Yahudi/Israel , umat Yahudi SELESAI dengan TUHAN atau YHWH bagi mereka , karena umat Israel itu mengalami berbagai hal MISTIS dengan YHWH , jadi kalau leluhur Jawa dan nusantara ini bermain mistis mistis ria dengan dewa dewi dan hyuang / roh roh halus , maka Israel mengalami mistis dengan YHWH , TUHAN pencipta Adam sejak 6000 tahun yang lalu , berkali kali TUHAN ini HADIR DIHADAPAN mereka , TUHAN ini juga mengutus nabi nabi , dan di akhir jaman mengutus Firman Nya , jadi bagaimana (ISRAEL) mau mengatakan TUHAN itu tidak ada , lah wong setiap kali berbuat salah TUHAN langsung kontan menghukum mereka tanpa ampun , tapi juga memberkati mereka berlimpah limpah , bahkan TUHAN menyambangi mereka , Fixed TUHAN itu ADA

  • @dezon6490
    @dezon6490 4 หลายเดือนก่อน +2

    Menolak konsep ketuhanan karena tidak bisa melihat Tuhan, itu seperti menolak keberadaan angin karena tidak bisa memegangnya. Kedewasaan berpikir justru terlihat dari kemampuan memahami apa yang tidak tampak secara kasat mata.

    • @tanpatembok
      @tanpatembok  4 หลายเดือนก่อน +2

      angin itu udara, O2. Gak apple to apple om. Domainnya beda.

    • @dezon6490
      @dezon6490 4 หลายเดือนก่อน

      @@tanpatembok analogi tidak dimaksudkan untuk menunjukkan kesetaraan langsung antara Tuhan dan angin, tetapi lebih untuk mengilustrasikan ide bahwa sesuatu yang tidak terlihat langsung bisa tetap nyata berdasarkan efek yang ditimbulkannya. Ini menanggapi pernyataan bro yadi di menit2 awal tentang keraguannya soal konsep ketuhanan

    • @ajipaminardi
      @ajipaminardi 4 หลายเดือนก่อน

      Angin dianalogikan dengan tuhan sosok khayalan 😂😂😂😂
      Angin tidak punya diri sementara sosok tuhan punya diri (ego) buktinya dia bisa marah murka lagian Sosok yang belum bisa menyelamatkan dirinya dari kekotoran pikiran kok mau kalian jadikan sebagai sandaran untuk keselamatan 😂😂😂😂

    • @ApriadiYadi
      @ApriadiYadi 3 หลายเดือนก่อน +2

      ​@@dezon6490 Hei, di mana saya pernah bilang meragukan Tuhan karena alasan tidak melihat Tuhan? wkwkwk
      Itu tuduhan yang sering banget saya liat dari teis yang sebenernya (mungkin) ga pernah diskusi bersama ateis beneran. Alasan kenapa ateis itu tidak percaya Tuhan bukan karena tidak mampu melihat Tuhan, mas.
      Saya bisa percaya sama banyak hal yang nggak keliatan: angin, gelombang, sinyal wifi, intensi pak jokowi, rasa cinta pasangan saya, dll.
      Why do I believe in radiowave meskipun radiowave itu ga keliatan? Karena ada buktinya. Bukti indirect mampu untuk membuat saya yakin, mas. Tapi untuk keberadaan sosok supranatural yang beyond space and time itu susah untuk meyakininya toh karena kita masih di dalam spacetime, toh juga penjelasan naturalistik lebih mampu menjelaskan fenomena-fenomena yang ada di alam ketimbang model theistic.

    • @jaroenvanveen1829
      @jaroenvanveen1829 3 หลายเดือนก่อน

      Gak gitu lah.. angin emang ada "nyata", udara yg bergerak, barangnya ada, bisa diukur dengan alat tertentu.. nah kalau Tuhan? Emak gua bilang tuhan gak ada, adanya dang Budha, tante gia bilang tuhan ada namanya yesus, trus yg bener yg mana? Apa salah semua?? 😂

  • @Nehuselah
    @Nehuselah 4 หลายเดือนก่อน +2

    Free Will manusia itu terbatas. Dan lebih terbatas lagi free Will hewan.

    • @Nehuselah
      @Nehuselah 4 หลายเดือนก่อน +1

      Tanpa terkecuali mendefinisikan maupun mengkonseptualkan ketuhanan yang otomatis tidak "sempurna".

  • @mboeng
    @mboeng 3 หลายเดือนก่อน

    21:58 pertanyaannya "bisa nggak kamu untuk menginginkan apa yang menjadi keinginan kamu". Kalau aku cerna pertanyaannya, mengindikasikan bahwa aku adalah pengendali pikiranku. Apakah hasil pemindaian terhadap otak telah menemukan suatu titik yang bertangung jawab mengendalikan pikiran (titik aku)?

    • @aiya5777
      @aiya5777 2 หลายเดือนก่อน

      ya jelas bisa,
      hanya krn ad org yg befikir ngga bisa bukan berarti semua org tdk bisa
      Kamu itu bukan 1, kamu itu banyak
      misal tiba tiba kamu pingin makan beton, kamu itu banyak, perut kamu itu kamu jg, Salah satu dri kamu
      beton itu Tidak pas utk di konsumsi oleh kamu semua

    • @mboeng
      @mboeng 2 หลายเดือนก่อน

      @@aiya5777 Maksunya bukan begitu Bang. "bisa nggak kamu untuk menginginkan apa yang menjadi keinginan kamu", maksudnya apakah semua pemikiran yang muncul di kepala kita itu atas kehendak kita atau sebagian saja yang keluar atas kehendak kita dan sebagian lagi muncul begitu saja secara acak tanpa kita sadari. Misalnya saat kita melamun, apakah lamunan itu atas kehendak kita (kita mempunyai kendali penuh atas lamunan itu?) atau lamunan itu muncul begitu saja dan ketika kita sadar kita sedang melamun baru kita bisa mengendalikan lamunan kita itu.

    • @aiya5777
      @aiya5777 2 หลายเดือนก่อน

      @@mboeng kamu itu banyak
      bukan hanya 1
      Dari the split brain experiment, minimal ada 2
      ketika koneksi otak kanan Dan kiri diputus
      tangan kiri selalu menyabotase keinginan tangan kanan

    • @aiya5777
      @aiya5777 2 หลายเดือนก่อน

      @@mboeng ya tentu itu kehendak elu,
      elu males makan itu kehendak elu
      perut, perut elu
      jdi lapar itu kehendak elu jg
      krn perut elu itu Dan elu,
      Sama sama elu

    • @aiya5777
      @aiya5777 2 หลายเดือนก่อน

      @@mboeng mempunyai kendali penuh itu ngga guna,
      elu ngga harus mempunyai kehendak penuh atas smartphone elu utk bisa menggunakan smartphone elu

  • @Bang_Satria
    @Bang_Satria 3 หลายเดือนก่อน +1

    lha males makan tapi harus makan. karena laper

    • @FendiHeriansyah95
      @FendiHeriansyah95 3 หลายเดือนก่อน +1

      Realita banget

    • @Bang_Satria
      @Bang_Satria 3 หลายเดือนก่อน

      @@FendiHeriansyah95 joss. will kita lah yg membelenggu. bahkan dia membangun identitas kita.
      contoh : aku seorang kapiten.

  • @TPQALHIDAYAH089
    @TPQALHIDAYAH089 3 หลายเดือนก่อน

    Setiap denger 02 ngakak

  • @ubeduhe772
    @ubeduhe772 4 หลายเดือนก่อน +2

    Keyakinan theistik ttg free will : ADA, baik Islam & Kristen melihat surga & neraka sbg reward & punishment, artinya sbg ganjaran thd pilihan2 yang diambil di dunia khususnya dikaitkan dg perintah & larangan tuhan. Jika tidak ada free will - ganjaran menjadi aneh

    • @kartono6452
      @kartono6452 4 หลายเดือนก่อน

      Betul, jika tidak ada free will maka surga dan neraka menjadi absurd. Masalahnya gimana kita bisa tahu pasti kalau free will itu ada atau tidak. Bukti-buktinya seperti apa.

    • @tanpatembok
      @tanpatembok  4 หลายเดือนก่อน

      Nah, paradoksikalnya disitu memang, deterministik justru banyak ditemukan di kalangan ateis.

    • @sususapicapberuangiklannaga
      @sususapicapberuangiklannaga 3 หลายเดือนก่อน

      ​@@tanpatembokJustru free will itu mengandung banyak paradoks. Gw punya agama tp gw meyakini Determinisme,free will memang ilusi,nggak ada,tp entah kenapa kita merasa memilikinya makanya disebut ilusi.
      Apakah surga neraka itu absurd jika free will nggak ada? Nggak juga. Yg ditetapkan jahat akan masuk neraka,yg ditetapkan baik akan masuk surga. Apakah dengan demikian Tuhan tidak adil? Nggak juga. Tuhan tetap adil karena memasukkan yg jahat ke neraka dan yg baik ke surga,meskipun itu sudah ditetapkan sebelumnya. Yg nggak adil kalau yg jahat masuk surga yg baik masuk neraka. Yg terbaik untuk si Jahat adalah neraka,yg terbaik untuk si Baik adalah surga. Tuhan selalu memberikan yg terbaik untuk hamba-hamba-Nya.
      Nah kalau masih belum puas kok ini diciptakan untuk masuk neraka tp yg itu masuk surga. Masuk ke masalah ontologis,mempertanyakan kembali eksistensi diri kita,apakah sebenarnya kita ada atau tidak.
      Terkadang kita terlalu "sombong" menganggap diri kita hal yg penting,kalau tidak ada free will sama aja tidak memiliki kesadaran atau seperti wayang yg dikendalikan. Padahal ya nggak masalah juga kalau diri kita seperti wayang.
      Perlu diketahui sebenarnya diri kita dengan batu,kayu,motor,pesawat,anjing,kuda,gelas,dan sebagainya itu sama,sama-sama terdiri dari atom-atom. Kita memukul batu sampai pecah berkeping-keping nggak masalah karena nggak memiliki kesadaran. Tp kalau kita memukul orang akan dianggap sebagai kejahatan. Kenapa bisa begini? Karena kita memiliki kesadaran,ketika kita dipukul akan merasakan sakit dan itu merugikan diri kita.
      Nah rasa sakit yg kita rasakan itu berasal dari Tuhan,coba kalau Tuhan nggak memberikan rasa sakit pada kita? Kalau ada orang yg memukul kita kan juga nggak masalah...
      Rasa sakit yg kita rasakan ya sebenarnya terjadi karena mekanisme biologis yg terjadi pada diri kita,ada syaraf,hormon,otak yg mengendalikan rasa sakit. Coba kalau perangkat/sensor sakit yg ada diri kita nggak ada,dengan kata lain Tuhan tidak memberikannya pada diri kita...
      Di dunia ini manusia yg kebal sama panas dan pedasnya cabe,ada orang yg nggak bisa tidur,ada orang yg nggak bisa lapar,bahkan ada orang yg nggak bisa merasakan sakit. Memang sekilas ini sebuah kecacatan atau sindrom. Tp coba bayangkan kalau semua manusia begitu...
      Nah coba kalau Tuhan tidak memberikan "perangkat" rasa kesenangan,kesedihan,kesakitan,kesehatan,penderitaan,kebahagiaan,welas asih,kekejaman... Coba kalau Tuhan tidak memberikan kita akal budi,apakah ada yg bisa disebut sebagai kejahatan di dunia ini?
      (Semua ini pada mulanya nggak ada,semua ini menjadi ada karena di-ada-kan oleh Yang Maha Ada. Sensasi senang-sedih dan sebagainya pada hakikatnya juga nggak ada,tp di-ada-kan oleh Yang Maha Ada. Jika sebenarnya sensasi-sensasi ini nggak ada,terus kenapa harus menghiraukan semuanya ini? Keterikatan pada semua ini menjadikan diri kita absurd dalam memahami semua ini... mungkin gw juga ikutan absurd😅😂)
      Lalu apakah akal budi adalah wujud dari free will? Nggak juga... Jika akal budi itu free will,lalu bagaimana dengan Psikopat yg memang otaknya udah rusak dari sononya? Bagaimana dengan ODGJ,apakah punya free will? Beberapa waktu yg lalu ada ODGJ yg memutilasi ODGJ di Garut,jika ODGJ tersebut tidak mengetahui apa yg diperbuatnya,lalu apa/siapa yg mengendalikan ODGJ.
      Jika seseorang dimintai pertanggungjawabannya karena memiliki free will,bagaimana dengan ODGJ (dan psikopat)?
      Apakah polisi lebih canggih dari Tuhan yg tidak menghukum ODGJ karena perbuatannya yg melanggar hukum?
      Nah kalau ODGJ dianggap tidak bertanggungjawab atas perilakunya yg melanggar hukum karena kehilangan akal budi,dan orang waras yg masih memiliki akal budi dihukum jika melakukan kejahatan,maka sama aja ODGJ nggak memiliki free will karena nggak memiliki akal Budi yg digunakan untuk membedakan mana yg benar mana yg salah.
      Jika kalian menganggap manusia tanpa free will seperti wayang,ODGJ lah wayang itu,dan ketika seorang ODGJ membunuh orang,maka Tuhan lah sebagai dalangnya.
      Tp apakah dengan ini gw justru membuktikan akal budi adalah perangkat yg diberikan Tuhan sebagai otoritas diri kita sendiri sebagai perwujudan dari free will? Nggak juga...
      Yg gw maksud,konsep free will itu bersifat "egois" karena berlaku kepada manusia normal waras aja,nggak memikirkan bagaimana dengan manusia yg "agak lain",hewan,tumbuhan,dan cosmos ini.
      Ya tentang ODGJ mungkin masih bisa disangkal karena KEHILANGAN akal budi,tp bagaimana dengan Psikopat yg dari lahir udah kelainan otaknya? Bagaimana dengan down syndrome (yg akut sampai idiot)?
      Terus seperti yg ditanyakan Yadi,bagaimana dengan rusa di hutan belantara yg tertimpa pohon,kesakitan lalu mati?
      Kalau dalam penciptaan ada pembedaan antara manusia (punya free will) dan hewan (tidak punya free will) masih bisa dimaklumi,tp kalau sama-sama manusia yg satu idiot dari lahir yg satu normal,apakah kita mau mengatakan dalam penciptaan ada bug/error yg dilakukan oleh Tuhan? Apakah dengan demikian Tuhan masih pantas menyandang Yang Maha Sempurna?
      Tuh Yadi suka bawa-bawa impaksi yg dideritanya untuk menunjukkan kalau Tuhan Tidak Maha Sempurna. Justru Dia Yang Maha Sempurna dengan kebijaksanaan-Nya memberikan kesempurnaan yg berbeda pada umumnya,(tp kita menganggap sebagai kelainan bahkan kecacatan).
      Terus dikatakan juga,Tuhan selalu menetapkan yg baik-baik aja untuk manusia,keburukan dan kejahatan adalah buah dari free will (bahkan mungkin iblis). Lah Jesus turun ke bumi itu suatu hal yg baik atau buruk? Pada dasarnya Jesus turun karena dosa yg dilakukan oleh Adam (yg dipercaya dilakukan karena Adam memiliki free will). Lah masak Tuhan bergantung pada ciptaan-Nya? Jika Adam tidak melakukan dosa,apakah Jesus masih akan turun ke dunia?
      Sebenarnya sebelum semuanya ini ada,bisa dikatakan Tuhan sudah merancang dan menetapkan rencana-Nya bagaimana semuanya ini akan berjalan. Semuanya ini berlangsung berjalan berdasarkan ketetapan-Nya sejak kekekalan. Nggak mungkin dong yg terjadi saat ini tidak sesuai dengan rencana Tuhan. Dan kalau manusia punya free will,itu juga absurd,selain menjadikan Tuhan bergantung pada diri kita,juga menunjukkan Tuhan Tidak Maha Mengetahui. Kalau gw memutuskan akan makan bakso lalu gw berubah pikiran,dan yg terjadi malah makan soto,apakah Tuhan mengetahui kalau kita sebenarnya akan makan soto?
      Atau justru Tuhan yg berubah pikiran? Karena gw mengubah pilihan gw,maka Tuhan juga ikut mengubah keputusan-Nya?
      Ya itu sama dengan apakah Tuhan mengetahui kalau Adam akan berbuat dosa? Jika Tuhan mengetahui Adam akan berbuat dosa,tp bagaimana jika Adam mengubah keputusannya untuk tidak jadi makan buah pengetahuan? Jika Adam punya kehendak bebas untuk memilih memakan buah pengetahuan atau tidak,ketika Allah sudah mengetahui Adam akan memakan buah terlarang tp yg terjadi malah Adam nggak jadi memakannya,itu bagaimana? Kan nggak mungkin,apa yg diketahui Tuhan sebelumnya,pasti terjadi suatu saat nanti. Jika Tuhan mengetahui Adam akan berbuat dosa,pasti yg terjadi Adam memang suatu saat nanti berbuat dosa.
      Ya kalau kalian mengelak,kan Tuhan mengetahui Adam berbuat dosa karena free will yg dimilikinya. Nah bagaimana kalau Tuhan mengetahui Adam akan berbuat dosa tp dengan free will yg dimiliki Adam,dia mengubah pilihannya sehingga tidak terjadi suatu dosa?
      Kan paradoks.... Kecuali,tidak akan terjadi paradoks jika meyakini Tuhan Tidak Maha Mengetahui. Tp apakah kalian terima jika Tuhan Tidak Maha Mengetahui?
      Note: Decky VV sudah membahas masalah ini di livenya,dia meyakini free will yg deterministik. Bagi gw ini absurd,free will ya free will,deterministik ya deterministik,keduanya nggak bisa diharmonisasikan. Gw sebagai penganut Determinisme sudah menuliskan komentar bantahan,tp pake akun coldcoffee.
      Terus masalah William Lane Craig yg mencoba menjelaskan genosida Kanaan oleh YHWH lewat Yoshua di videonya Yadi yg terbaru. Gw sebagai penganut Determinisme memang meyakini semua ini adalah kehendak Tuhan tanpa terkecuali,dari hal kecil sampai yg besar,yg baik ataupun yg buruk. Tp walupun begitu,gw hidup ya hidup aja,yg baik akan gw katakan baik,yg jahat akan gw katakan jahat,yg benar akan gw katakan benar,yg salah akan katakan gw salah. Pembantaian atas motif apapun itu salah (kecuali pembunuhan perorangan,hukuman mati,korban begal yg membunuh pelaku begal,itu tidak bisa dianggap sebagai kejahatan). Seperti yg gw katakan,semuanya adalah kehendak Tuhan tanpa terkecuali,orang yg pro dan yg kontra atas suatu masalah itu sama-sama kehendak Tuhan. Jadi ketika gw mengatakan genosida itu suatu kejahatan,gw ngomong gitu juga kehendak Tuhan,walaupun jika memang terjadi genosida itu juga kehendak Tuhan.
      Gw percaya Tuhan bekerja pada diri kita secara misterius. Makanya meskipun kehendak bebas nggak ada (menurut gw),tp kita merasa kita yg mengendalikan diri kita ini,itu kenapa gw menyebut kalau free will sebuah ilusi. Walaupun gw nggak percaya free will,tp gw tetap memiliki rasa optimis dan ambisi,gw tetap memiliki pengharapan,gw juga tetap memiliki pencapaian. Ya hidup,hidup aja,kalau lapar ya makan,kalau ngantuk ya tidur,kalau nggak punya uang ya pusing,kerja lembur bagai kudha...
      Note: Ya semua yg gw omongin nggak bisa dibuktikan sih,begitu juga argumentasi yg meyakini free will ada. Yg kita lakukan cuma adu logika aja... 🤣🤣🤣 Pokoknya hidup mengalir aja kaya tai di sungai,kalau lancar arusnya ya jalan terus,kalau tersangkut ranting atau batu ya terhambat jalannya. Mengalir mengikuti kondisi,termasuk kondisi stuck seperti tai yg tersangkut,walaupun terhambat/terhenti tp tetap "mengalir" mengikuti kondisinya yg memang stuck. Tidak ada yg selalu tetap sama,semuanya berubah,inilah aliran kehidupunkkk...
      Tuhan bekerja secara misterius dalam diri kita!

    • @sususapicapberuangiklannaga
      @sususapicapberuangiklannaga 3 หลายเดือนก่อน

      ​@@kartono6452Ya sebenarnya perdebatan tentang ini nggak bisa dibuktikan,cuma adu logika aja,kalau memang perdebatan filosofis ataupun teologis. Tp Sam Harris,seorang Ateis,menulis buku Free Will yg ngomong kalau free will itu cuma ilusi,dia seorang Neurosaintis yg meneliti otak,ya keputusan-keputusan yg diambil oleh manusia ada secara tiba-tiba dan kapan aja bisa berubah-ubah (berubah pikiran). Dalam hal ini ketiadaan free will bisa dibuktikan dengan mekanisme otak dalam neurosains.

    • @sususapicapberuangiklannaga
      @sususapicapberuangiklannaga 3 หลายเดือนก่อน

      ​​​@@tanpatembokJadi ketika kita menganggap surga itu tempat kesenangan sedangkan neraka tempat penyiksaan,penderitaan,pesakitan. Seperti di balasan sebelumnya,semua sensasi-sensasi ini (termasuk kebahagiaan surga dan penderitaan neraka) hakikatnya nggak ada. Coba kalau surga dan neraka nggak ada,apakah manusia akan tetap beribadah pada Tuhan? Apakah manusia akan tetap berbuat baik? Apakah manusia akan tetap menganggap perilaku kejahatan sebagai kejahatan? Jadi ya nggak paradoks juga jika free will nggak ada tp surga dan neraka tetap ada,ya karena meskipun nggak ada surga atau neraka,manusia tetap ada yg baik dan yg jahat. Surga-neraka itu masalah lanjutan dari baik dan jahat yg terjadi di dunia,kalau nggak ada lanjutannya (surga-neraka),kan juga nggak masalah. Jadi mau ada free will atau nggak ada free will,nggak ada hubungannya secara langsung dengan keberadaan surga dan neraka.
      Ya memang sekilas adanya free will menjadikan keberadaan surga dan neraka masuk akal. Tp ketidak masuk akalan free will yg bersifat paradoks juga aja,udah gw jelasin sebelumnya. Nah jika tidak ada free will,surga dan neraka juga masuk akal,ya karena aturannya mainnya sudah begitu,yg baik dapat sorga yg jahat dapat neraka,tp perlu diketahui sensasi kebahagiaan surga dan penderitaan neraka itu hakikatnya nggak ada,tp di-ada-kan oleh Yang Maha Ada.
      Seperti wayang,ketika dipukul apakah bisa merasakan sakit? Ketika dielus-elus apakah bisa merasakan kenyamanan? Kan nggak bisa,tp setelah dimainkan,sang Dalang memberikan "jiwa" kepada wayang,ketika wayang dipukul,sang Dalang meraung kesakitan,raungan dalang tersebut adalah jiwa yg diberikan pada wayang. Kalau pas wayangnya dipukul tp dalangnya diam aja,apakah ada "jiwa" yg tersakiti pada diri wayang? Kan nggak ada...
      Begitu juga dengan rasa nyaman surga ataupun rasa derita neraka,itu adalah pemberian dari Tuhan. Coba kalau Tuhan nggak memberikan perasaan kenyamanan pada diri kita saat masuk sorga,kan kita nggak akan merasakan kenyamanan sorga,begitu juga kalau Tuhan nggak memberikan perasaan penderitaan ketika masuk neraka,kita tidak akan bisa merasakan panasnya api neraka.