KASTA DALAM TUMBUHAN

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 26 มี.ค. 2024
  • • KASTA DALAM TUMBUHAN
    KASTA DALAM TUMBUHAN
    #Kasta DalamKayu
    #AdaKastaDalamTumbuhan
    #KeutamaanFungsiMenjadikanSesuatuMemilikiKelas
    Kasta Dalam Tumbuhan, apa maksudnya? Hidup dalam masyarakat selalu berlapis, karena ekonomi sehingga ada lapisan masyarakat kaya yang memiliki modal kapital dalam terminologi teori Marx disebut kaum borjuis, sebaliknya ada kelompok masyarakat yang tidak memiliki kapital, yang hanya memiliki tenaga saja disebut dengan kelompok proretariat. Sementara dalam masyarakat lain, ada kelompok masyarakat yang disebabkan karena kelahiran, asal muasal, pendidikan, organisasi tempat bekerja, dan sebagainya. Pendek kata, dalam masyarakat sederhana hingga masyarakat modern ditemukan adanya lapisan masyarakat dan atau masyarakat yang berstruktur. Dalam masyarakat Hindu di Bali, tidak hanya masyarakat yang berjenjang, tetapi berbagai tumbuhan memiliki fungsinya sendiri. Semakin berfungsi tumbuhan itu semakin memiliki kedudukan penting dalam kehidupan masyarakat. Misalnya, daun beringin, daun ilalang, kayu pule, tumbuhan dapdap, dan sebagainya memiliki makna khusus malahan dapat dinyatakan sebagai tumbuhan yang memiliki ‘kasta’ tinggi dilihat dari manfaat dan maknanya dalam masyarakat dan kebudayaan Hindu di Bali. Hal yang sama juga terjadi pada kelompok binatang bahwa binatang angsa dan bebek diyakini memiliki arti dan fungsi yang lebih mulia dibandingkan dengan binatang lainnya. Lalu adakah perbedaan dalam tumbuhan, lebih spesifik pada kayu dalam pandangan dan keyakinan masyarakat Bali? Menurut cerita yang tertuang di dalam lontar Aji Janantaka dikisahkan bahwa ada kerajaan yang memiliki lima orang Patih disebut Panca Punggawa, yaitu Perbekel, Patih, Rengga, Tumenggung, dan Arya Demung. Semuanya menderita dan mendapatkan musibah kegeringan cukil dakl. Tiada ada obat apapun yang dapat menyembuhkan rakyat, sehingga Sang Raja memerintahkan para Patih untuk pergi ke hutan menghadap Ida Bhatara Siwa Dharma. Sesampai di tengah hutan, Sang Siwa-Dharma bersabda “Semua penyakit yang bernama cukil daki, tidak akan sembul oleh Siwa, Boda, Dukun, dan Balian”. Semua yang menderita sakit Cukil Daki harus meninggalkan tempatnya tinggal dan bersemedi di hutan Peringga”. Sesampai di hutan semuanya tewas, termasuk raja dan para Patih. Tanpa diduga, raja yang telah meninggal kemudia tumbuh menjadi pohon Nangka dan sejak itu kayu Nangka disebut Prabu Nangka. Para patih ada yang tumbuh menjadi pohon kepundung, Sentul, kayu Jati dan sebagainya. Setelah tumbuh menjadi kayu, kemudian dilukat oleh Ida Bhatara Siwa-Dharma disertai pesan bahwa kayu yang pernah cuntaka oleh sakit Cukil Daki, tidak boleh digunakan untuk bangunan dan atau palinggih Dewa-Bhatara. Yang digaris bawahi adalah tidak boleh digunakan untuk bangunan yang diperuntukkan Dewa. Lalu bagaimana jika diperuntukkan bangunan manusia (rumah tinggal). Kayu tadi dapat digunakan untuk bahan bangunan rumah, hanya ada beberapa catatan di antaranya: “jika kayu Nangka digunakan, maka buku kayu Nangka tidak boleh menengin sunduk, cacad rumah itu”. Begitu pula kalau ada kayu yang ngebang kulit, artinya di dalamnya ada kulit, maka kayu itu dapat digunakan. Barang siapa menggunakan kayu yang pernah kena cuntaka, maka penghuninya akan panas, kesakitan, dan sejenisnya. Sesudah itu kemudian datang kayu yang berbunga harum, misalnya cenana, majagaiu, gaharu, cempaka kuning, dapat anugrah digunakan sebagai bahan bangunan parahyangan atau bangunan Bhatara. Misalnya kayu gaharu atau kayu garu menjadi wangsa Brahmana Kemenuh; kayu majagua dikategorikan sebagai wangsa Brahmana Manuaba; Kayu cemara menjadi kayu berwangsa Keniten; dan kayu Cempaka Kuning menjadi kayu dengan wangsa Brahmana Mas. Sementara ada kayu cempaka putih datang dan memohon pengelukan Bhatara Indra, tetapi ditolak karena Bhatara Siwa tahu bahwa kedatangan cempaka putih tidak tulus. Cempaka putih telah merasa dirinya telah suci. Karena itu kayu cempaka putuih dikutuk menjadi kayu base dan tidak boleh digunakan untuk segala bangunan.
    Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada TH-cam, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
    Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
    www.youtube.co...
    Facebook: yudhatriguna
    Instagram: / yudhatrigunachannel

ความคิดเห็น • 11

  • @ardhiwirawan8604
    @ardhiwirawan8604 4 หลายเดือนก่อน +1

    Om swastyastu, Jarang diulas tentang kasta dalam tumbuhan selama ini. Konten ini sangat menarik dan sekaligus sangat penting diketahui berkenaan dengan tingkatan-tingkatan kayu sesuai kegunaannya, seperti yang dinarasikan dalam sumber sastra Aji Janantaka. Matur suksma narasumber Jro Dalang Wayan Contok atas pencerahannya dan juga Ratu Aji Prof. Dr. IBG Yudha Triguna, M.S., atas sesuluhnya yang sangat bermanfaat bagi pemirsa👍🙏

  • @ketutdonder4198
    @ketutdonder4198 4 หลายเดือนก่อน

    Matur suksma atas pencerahannya Tu Aji Prof Yudha Triguna dan Jero Undagi.

  • @idabagusweda8827
    @idabagusweda8827 4 หลายเดือนก่อน

    Matur suksma atu aji sareng narawakya dumogi kenak lan rahayu.

  • @intenmayuni4503
    @intenmayuni4503 4 หลายเดือนก่อน

    Suksma sesuluh yang luar biasa… 🙏

  • @iwayanwinaja6399
    @iwayanwinaja6399 4 หลายเดือนก่อน

    Rahayu Jro Pendekar Pak Wayan Contok

  • @iwayanerikristiawan4491
    @iwayanerikristiawan4491 4 หลายเดือนก่อน

    Matur suksma antuk pencerahannya
    Mohon Diperjelas
    Kayu apa saja yang termasuk 5 punggawa
    dan Kayu apa saja yang termasuk/terkena cukil daki
    Suksma
    Rahayu

  • @agungsuantara2428
    @agungsuantara2428 4 หลายเดือนก่อน

    Matur Suksma, Tuaji Prof Yudha Triguna dan Nara sumber, masukan dan pengetahuan yg baik untuk masyarakat Umat Hindu Bali untuk lebih memahami hal" tsb,serta dapat ditindak lanjuti di dlm kehidupan dg benar. Pertanyaannya : bagaimana kalau umat sudah terlanjur memakai kayu yg dlm katagori cuntaka ( kayu nangka, kayu jati dll yg sejenis ), apa HARUS diprelina ulang, ataukah ada UPACARA/ UPAKARA KHUSUS untuk mendapat ANUGRAH ring Ida Bhatara Siwa Dharma, supaya TIDAK KEPANASAN dlm keluarga, tidak menimbulkan perselisihan selalu, tidak saling sirik dan benci.
    Apakah mungkin juga, KEKELIRUAN/ KESALAHAN dlm memakai Kayu untuk PARAHYANGAN ( kayu dlm katagori cuntaka ), menyebabkan biota, gaduh, sirik, dengki dll dg klg sendiri ?
    Mohon dlm filsafat kayu dan fungsinya LEBIH LANJUT dijelaskan beserta dg upakara" pengicalang malanya, kalau sudah terlanjur memakai kayu cuntaka. Suksma, rahayu3. 🙏

    • @candrabherawa468
      @candrabherawa468 4 หลายเดือนก่อน

      ndak perlu dipralina jika sudah diplaspas, kan bhakti pemlaspasan itu ruwatan juga, jika kayu nangka dll itu sdh mendapat ruwatan juga namun tidak dianjurkan utk parahyangan, mungkin dapat diakali dengan pasepan majegau atau cendana saat sembahyang

  • @user-uq1pd2wi1i
    @user-uq1pd2wi1i 4 หลายเดือนก่อน

    ampura sejak kapan status kayu berkaitan dengan soroh

  • @pagehastawa2664
    @pagehastawa2664 3 หลายเดือนก่อน

    Ampura kayu lebih awal ada dari binatang dan manusia.
    Kok ada kayu nama nya soroh berahmana A, B, C, D.
    Setau ty kan brahmana keniten, mas, manuaba,dll, baru ada abad 15.Ada teks juga menjelaskan kayu piring adalah dewanya kayu bisa di pakai bangunan suci.

    • @yudhatrigunachannel5379
      @yudhatrigunachannel5379  3 หลายเดือนก่อน

      Patut teks itu menyebutkan bahwa ada kayu yang lebih utama, madya, dan tidak boleh digunakan krn anugrah Siwa.