Al Hiwar Special Talk : Pemikiran Dakwah & Perjuangan

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 21 ต.ค. 2024

ความคิดเห็น • 1

  • @bukittinggi-audiodawah9941
    @bukittinggi-audiodawah9941 3 ปีที่แล้ว +1

    BAHASA MELAYU DALAM DA'WAH ISLAM
    (Pidato Sambutan Buya Prof. Dr. Hamka Dalam Upacara Penganugerahan Doctor Kehormatan dari Universiti Kebangsaan Malaysia yang diselenggarakan di Gedung Parlemen Malaysia tgl. 08 Juni 1974)
    Yang Amat Berhormat Cancelor, yang berhormat pro concelor, Menteri-menteri, tuan-tuan yang terutama, def. yang terhormat dan hadirin sekalian.
    Assalammu'alaikum Wr. Wbr.
    Tak ada kata lain yang dapat saya ucapkan hanyalah setinggi-tinggi terima kasih atas naugerah yang saya terima dari Universiti Kebangsaan. Sebuah Universiti hasil perjuangan negara Malaysia, tetangga karib, serumpun seasal, seadat selembaga, sekebudayaan dengan negara tempat saya dilahirkan Republik Indonesia.
    Sebenarnya sejak usia 17 tahun sekitar tahun 1925 saya telah mulai berlatih mengarang dan mulai memberanikan diri meningkatkan kaki ke atas mimbar untuk berkhutbah Jum'at atau berpidato tabligh. Hidup perjuangan dan ajaran ayah saya Almarhum Syekh Abdul Karim Amrullah telah beliau tanamkan dan berangsur tumbuh dalam diri saya. pokok ajaran beliau adalah jiwa yang bebas merdeka, karena tidak ada tempat takut melainkan Allah, dan jangan diambil orang yang tak percaya pada Tuhan (kafir) sebagai pemimpin.
    Kemerdekaan jiwa itu tersimpul dalam kalimat "La ilaha-il-la-llah" Tidak ada Tuhan yang patut disembah, yang patut ditakuti melainkan Allah. Dengan itu kita hidup, dengan itu kita mati dan dengan itu pula kita berbangkit kelak kemudian hari.
    Itulah dia Tauhid dan itulah dia Islam dan itulah dia kebenaran.
    Beliau mengajarkan bahwa kita wajib berjuang atau berjihat menegakkannya selama hayat dikandung badan.
    Segala kesanggupan yang ada padamu kata beliau gunakanlah untuk perjuangan itu. baik dengan lisan berpidato atau dengan tulisan mengarang.
    Menurut beliau penjajahan adalah puncak dari segala bahaya yang dapat memadamkan roh Tauhid itu. kebodohan dan kejahilan ummat adalah tempat bertapak penjajahan, sebab itu isilah jiwa ummat itu dengan ilmu agama yang sejati yang dapat membebaskan jiwa mereka dari perbudakan yang selain Allah, dengan bahasa yang dapat mereka fahamkan.
    Akhirnya kaum penjajah mengetahui ayahku sangat berbahaya bagi kekuasaan mereka, sebab itu beliau pun dibuang dan diasingkan dari tanah tumpah darahnya dan meninggal di tanah Jawa.
    Didikan beliau itulah yang mendorong saya untuk menyelidiki agama Islam lebih mendalam, karena dengan kail panjang sejengkal tidaklah laut dapat diduga. Saya dalami mempelajari Bahasa Melayu ini dengan penuh cinta dan saya khususkan perhatian saya pada sejarah Islam di tanah air ini serta perkaitannya dengan bahasa. Rupanya bahasa Melayu telah berkembang dengan baik karena agama Islam.
    Bahasa Melayu telah jadi bahasa persatuan, sebelum Pemuda-pemuda Indonesia bersumpah di tahun 1928.
    Pulau-pulau yang sekarang bersatu menjadi Republik Indonesia dahulu bernama Gugusan Pulau-pulau Melayu. Karena walaupun disana terdapat berpuluh bahasa suku, sebagai bahasa Jawa, Sunda, Aceh, Batak, Bugis dan lain-lain, namun sejak beratus tahun yang telah lalu, bilamana mereka hendak berhubung, bilamana hendak surat menyurat , mereka mamakai bahasa Melayu. Demikian juga di Semenanjung ini, didiami oleh berbagai kaum baik sebelum penjajahan orang putih datang atau sesudahnya, bahasa perhubungan adalah bahasa Melayu, sehingga negeri ini disebut Semenanjung Tanah Melayu.
    Islam mengambil bagian yang amat mustahak dalam perkembangan bahasa ini, karena usaha Alim Ulama dan pengrang-pengarang Islam, Islam telah terhunjam dihati kita dan telah terpahat di jantung kita dan dia tetap hidup dalam bangsa dan bahasa ini.
    Jika orang Hindu telah memahat Candi Prambanan untuk menunjukkan bahwa dia pernah berpengaruh di negeri kita dan agama Budha memahat Candi Borobudur di Jawa dan Muara Takus di Sumatera, maka nenek moyang orang Islam telah mamahatkan pula peraturan Islam dengan bahasa Melayu diatas batu bersurat Trenggano. Agama Islam dan bahasa Melayu tidak pernah mati tetapi tetap hidup dan apa yang seperti telah dipahatkan tidaklah dapat dihapuskan lagi.
    Sejarah dari batu itu sendiri yang telah bertahun-tahun terinjak-injak dan dilupakan orang kemudian didapatkan orang kembali, adalah qiyas ibarat kita pemeluk agama Islam di kedua tanah airku ini, beratus tahun terinjak-injak dan dilupakan orang, sekarang timbul kembali. kemudian itu berturut-turutlah ulama-ulama dan ahli-ahli pikir Islam dari masa kemasa memakai bahasa Melayu ini untuk mengembangkan dan memperkokoh agama Allah di bumi yang subur ini. Karangan-karangan mereka dijadikan pegangan di seluruh negeri kita, semasa hubungan ke Mekah dan ke Mesir belum selancar sekarang, itulah beliau-beliau Aminuddin Abdur-Rauf bin Ali orang Singkel, Hamzah orang Fansur Barus, Nuruddin Ar-Raniri, Syamsuddin Sumatrani, Abdus Samad orang Palembang, Arsyad orang Banjar, Ahmad Khatib orang Minangkabau, Abdullah Abdul Kadir Munsyi orang Malaka, Raja Ali Haji orang Riau Pulau Penyengat dan lain-lain.
    Semuanya telah memperkaya bahkan memberi bahasa Melayu jiwa ta'at pada Tuhan Yang Maha Esa, bukan lagi menyembah dewa-dewa di keinderaan, bukan lagi menyembah patung berhala, dengan tidak pula kita lupakan pengaruh dan nilai menurut zamannya.
    Di awal abad ke 20 ini datanglah semangat baru dalam islam, menjalar juga dari Arabi dan Mesir ketanah air kita.
    Maka bangkitlah di Malaysia ini Syeikh Taher Jalaluddin, diiringi oleh muridnya Sayid Syeikh Al-Hadi dan bangkit di Sumatera Syeikh Muhammad Jamil Jambek, Syeikh Abdullah Ahmad dan ayah saya Syeikh Abdul Karim Amrullah dan bangkit pula di tanah Jawa Syeikh Ahmad Dahlan. Semuanya memakai bahasa Melayu. Semuanya itulah suri tauladan yang saya turuti. Untuk menyebarkan dan memperkokoh agama Islam, saya mengarang dalam bahasa Melayu dan saya berpidato dalam bahasa Melayu. Apabila pena saya tercecah keatas kertas, maka yang tergambar di muka saya ialah seluruh Nusantara, sejak dari pulau Sabang melalui Semenanjung ini dan pulau-pulau yang sekarang bernama Indonesia, sampai ke Kalimantan sebelah utara, sampai ke Irian Jaya.
    Terbayanglah bangsaku dan ummat seagama yang memakai bahasa ini.
    Tanah Melayu, tetapi lebih luas dari apa yang dinamai Malaysia seluas dari pulau Jawa, tetapi lebih luas dari pulau jawa, Indonesia dan Malaysia sekarang, tanah itulah semuanya tempat saya mengabdi, tempat saya berkhidmat, tempat dimana hati saya terpaut.
    Sebagai saya katakan tadi khidmat ini telah mulai tumbuh sejak saya berusia 17 tahun, dimasa kedua negeri ini masih terjajah. Dan berkhidmat terus sampai kedua negeri ini mencapai kemerdekaan dan Insya Allah berkhidmat akan terus sampai nyawa bercerai dengan badan.
    Saya mengakui, memang saya telah mengarang dalam berbagai bidang. Di waktu muda saya pun telah mengarang beberapa buku roman. Saya mengakui memang ada orang yang menggolongkan saya sebagai seniman, tetapi bagi saya seni bukanlah seni (L’art pour l’art). Bagi saya seni ialah perpaduan jadi satu diantara jamal (keindahan), jalal (kemuliaan) dan kamal (maha sempurna).
    Apabila ketiganya berpadu itulah dia sifat Allah. Bilamana telah bertemu sifat Allah hilanglah ghairullah (yang selain Allah). Dan sampai sekarang saya belum lupa tujuan hidup mengarang dan berpidato yaitu “Menegakkan agama Islam sampai tercapai kebesaran Islam yang memang telah menjadi haknya sesudah negeri ini dijajah beratus tahun lamanya.
    Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada Universiti Kebangsaan Malaysia yang telah memberikan penghargaan kepada amal usaha saya tiada sepertinya ini. Sungguh penghargaan ini amat mengharukan hati saya, meskipun ini adalah penghargaan yang kedua kali sesudah saya menerima penghargaan yang pertama dari Universiti Al Azhar tahun 1958. Sebab pengkajian tentang diri saya dan karya saya kuat atau lemahnya tentu lebih dapat didalami oleh orang-orang Melayu sendiri, sebab semuanya ditulis dalam bahasa Melayu. Moga-moga kiranya penghargaan dan anugerah ini tidak akan menghentikan langkah saya hingga ini, sebab Nabi kita Muhammad s.a.w telah bersabda :
    Artinya : Orang yang beriman tidaklah berhenti berbuat baik hingga sampai ditempat perhentian yang terakhir yaitu syorga.
    Saya insyaf bahwa saya telah mulai tua dan saya pun melihat bagaimana usaha-usaha pihak luar Islam hendak menguasai bahasa ini yang dinamai oleh Jalal Qusyq sebagai Al Ghazwul Fikri”. Expansi ideologi, atau penjajah dari sudut alam fikiran. Seumpama faham komunis, atheis, existensialis (wujudiyah) dan lain-lain, yang dimasukkan racunnya melalui bahasa kebangsaan.
    Namun saya percaya asal semangat bebas merdeka yang bersumber dari la ilaha illa llah masih bernyala di dalam dada angkatan muda Islam di Malaysia dan di Indonesia yang dipupuk semangatnya dalam Universiti-universiti diantaranya Universiti Kebangsaan di Malaysia dan Universiti-universiti lain di Indonesia, semuanya itu dapat dihadapi. Gayung disambut kata dijawab. Saya tidak menyesal jadi tua atau datang ajal sekalipun karena angkatan muda yang akan menggantikan saya bagi kejayaan agama Islam, bangsa dan bahasa sudah mulai tumbuh, Alhamdulillah.
    Terima kasih
    Kuala Lumpur, 8 Juni 1974