Setelah menyimak keterangan para Narsum, terutama keterangan dari perwakilan UIPM, Helena Pattirane, menurutku, fokusnya bukan pada Raffi Ahmad yang menjadi pangkal masalahnya. Terlalu kecill untuk skala penduduk Indonesia yang 270-an juta itu (berbanding 1 orang warga negara, yakni Raffi). Fenomena (atau boleh atau dalam pandangan saya adalah sebuah masalah) pemberian gelar oleh "kampus2" yang belum tuntas persyaratan administrasi (dan lainnya, mungkin) di Indonesia namun telah mulai "mengiklankan diri mereka" seperti UIPM ini harus dianggap serius. Menurutku, motivasi mereka adalah kepntiingan ekonomi individu lembaga tersebut, yang mungkin bisa saja merusak sistem dan strategy pendidikan nasional. Masyarakat luas tertarik dengan hal ini karena terkait dengan seorang publik figur. Dan "menempel" pada publik figur adalah salah satu strategy marketing yang efektif. Meskipun Outcomenya belum tentu sesuai dengan yang mereka (UIPM) harapkan. Jadi, akan jauh lebih baik bila stakeholders terkait mengambil langkah serius, membahasnya secara baik, untuk menemukan solusi yang tuntas, atas fenomena tersebut. Dalam hal ini, yang menjadi penekanan saya adalah pada fenomenanya. Dan case terkait UIPM ini dapat menjadi entry gate-nya.
SIMAK FAKTA berikut ini: UIPM memang telah mendapatkan kepercayaan dari United Nations Global Compact (UNGC) dan mereka punya status sebagai konsultatif khusus dengan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-ECOSOC). Dengan status tersebut, UIPM dinyatakan memiliki kepatuhan terhadap standar pendidikan internasional, adalah benar adanya. Meskipun demikian, sebagai organisasi non-pemerintah (NGO) dengan status ini, UIPM tidak dianggap sebagai bagian dari sistem PBB itu sendiri. Bahwa, TIDAK SERTA MERTA menjadikan UIPM legal untuk menggunakan nama atau logo PBB dalam materi promosi mereka atau mengklaim mewakili PBB dalam kapasitas resmi. INI CLEAR YAAAA. SEHINGGA, UIPM harus berhati-hati dalam cara mereka mengkomunikasikan hubungan mereka dengan PBB. Coba dilihat kembali konten yang disampaikan oleh sdri. Helena Pattirane, apakah dapat dikatakan melampaui batas kewenangan UIPM terhadap status mereka dengan PBB, ataukah tidak melampaui ?????
Setelah menyimak keterangan para Narsum, terutama keterangan dari perwakilan UIPM, Helena Pattirane, menurutku, fokusnya bukan pada Raffi Ahmad yang menjadi pangkal masalahnya. Terlalu kecill untuk skala penduduk Indonesia yang 270-an juta itu (berbanding 1 orang warga negara, yakni Raffi).
Fenomena (atau boleh atau dalam pandangan saya adalah sebuah masalah) pemberian gelar oleh "kampus2" yang belum tuntas persyaratan administrasi (dan lainnya, mungkin) di Indonesia namun telah mulai "mengiklankan diri mereka" seperti UIPM ini harus dianggap serius. Menurutku, motivasi mereka adalah kepntiingan ekonomi individu lembaga tersebut, yang mungkin bisa saja merusak sistem dan strategy pendidikan nasional.
Masyarakat luas tertarik dengan hal ini karena terkait dengan seorang publik figur. Dan "menempel" pada publik figur adalah salah satu strategy marketing yang efektif. Meskipun Outcomenya belum tentu sesuai dengan yang mereka (UIPM) harapkan.
Jadi, akan jauh lebih baik bila stakeholders terkait mengambil langkah serius, membahasnya secara baik, untuk menemukan solusi yang tuntas, atas fenomena tersebut.
Dalam hal ini, yang menjadi penekanan saya adalah pada fenomenanya. Dan case terkait UIPM ini dapat menjadi entry gate-nya.
Lah kocak nih dpr ngomong ga mau mempermasalahkan uipm jelas2 bermasalah..
Harusnya di usut biar pendidikan di Indonesia makin bagus malah menye2
SIMAK FAKTA berikut ini:
UIPM memang telah mendapatkan kepercayaan dari United Nations Global Compact (UNGC) dan mereka punya status sebagai konsultatif khusus dengan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-ECOSOC). Dengan status tersebut, UIPM dinyatakan memiliki kepatuhan terhadap standar pendidikan internasional, adalah benar adanya.
Meskipun demikian, sebagai organisasi non-pemerintah (NGO) dengan status ini, UIPM tidak dianggap sebagai bagian dari sistem PBB itu sendiri.
Bahwa, TIDAK SERTA MERTA menjadikan UIPM legal untuk menggunakan nama atau logo PBB dalam materi promosi mereka atau mengklaim mewakili PBB dalam kapasitas resmi. INI CLEAR YAAAA.
SEHINGGA, UIPM harus berhati-hati dalam cara mereka mengkomunikasikan hubungan mereka dengan PBB.
Coba dilihat kembali konten yang disampaikan oleh sdri. Helena Pattirane, apakah dapat dikatakan melampaui batas kewenangan UIPM terhadap status mereka dengan PBB, ataukah tidak melampaui ?????
Halu,,di indonesia aja g terdaftar ngaku2 dari PBB
Ingin kuliah di UIPM
ngapain? minta gratis aja.. kuliah mah bayar kali, abis duit. yg enak mah minta
Kyknya klw Rafi Ahmad sih biasa biasa aj dapet doktor atau tidak biasa aj Zen netizen ini yg tarlalu
Saya di dunia