Sejak SMP saya pencinta buku sampai cita2 saya kerja di toko buku, lulus SMA saya akhirnya berhasil kerja menjadi pramuniaga Gramedia menjaga stand buku kuliah... Disinilah saya byk berkenalan dgn para dosen, guru2 besar univ terkenal... Kerja di toko buku adalah surga bagi karyawannya yg pecinta buku Krn kita bisa sepuasnya baca buku apapun setelah plg kerja . Bekerja selama 1 thn bekerja di Gramedia di era 90.
@toniristanto9353. Keren mas bs puas bc buku. Jmn smp sy hrs nabung dulu untuk sanggup sewa di kios buku. Untungnya sjk ada ebook bisa koleksi buku terbitan Indonesia dgn mudah.
Jaman skrg susah cri karyawan yg passion kyk mas. Lbh orientasi butuh uang utk makan... Memang beda tahun 2005 saya tny karyawannya mereka tau beberapa buku. Seakan mereka membacanya.. tny tentang apa mereka bs kasi resensinya... Skrg kl tny, pd ga tau. Cmn tau tata letak. Tny tentang apa mereka pun ga bs jelasin, pdhl tingg baca d belakang. Hehehe.
@@tomylim3321 kendala itu jg sering sy temui klo mau beli buku di Jakarta, di jwb tdk tahu. Beda dengan beli buku diluar.. mesti dia jujur tdk smua buku dia tahu paling tdk ia berusaha menjelaskan kalo buku itu sdh byk terjual.
Kisah nuku yang salah letak. Kejadiannya di toko buku di Malang, tahun 2010 an. Ada buku tentang tehnik trading saham, judulnya 'short selling'. Tapi meletakkannya di kelompok buku-buku tentang marketing dan selling. Harusnya kan di kelompok buku-buku tentang investasi / keuangan. Mungkin karena ada tulisan 'selling' nya itu.Dianggap itu buku tentang jualan.
Bagi saya buku yg berbahan kertas itu masih pilihan terbaik untuk membaca. Keberadaannya bisa diwariskan dan menjadi penanda sejarah dan peradaban. Keberadaan pak Rheinald juga akan mensejarah dari buku yg dihasilkan... Maturnuwun paparannya Bapak.
Saya juga lebih suka media cetak. Membaca di media digital sangat menjengkelkan karena layar hp selalu tertutup iklan. Iklam selalu bermunculan sambung menyambung. Akhirnya saya cape utk menyentuh X nya
Berawal dari iseng membaca buku self-improvement karya Dale Carnegie tahun 2020 membuat minat baca saya meningkat, sampai hari ini sudah membaca ±42 buku. Buku fisik masih jadi pilihan terbaik bagi saya.
Saya disini sebagai kolektor komik bahasa Indonesia dan manga jepang. Cukup sedih toko gunung agung mengibarkan bendera putih. Menurut saya sekelas gramedia masih bisa survive bahkan dalam waktu cukup lama. Karena mereka mampu beradaptasi dengan zaman. Meskipun ada e-book, tapi mengumpulkan buku fisik punya value tersendiri. Intinya inovasi adalah faktor kunci.
Membaca buku, mencatat dan menulis, bisa melekat di benak kita sampai tua, budayakan kembali rajin membaca buku kepada generasi muda kita,........ Terimakasih prof dorongannya untuk kita bersama.
Sedih mendengar kabar ini prof. Mengingat dulu jaman sekolah saya kedua toko buku (TGA dan Gramed) jaraknya dekat dengan sekolah. Toko buku bagi saya menjadi sanctuary, saya bisa mendapatkan ilmu disana, berimajinasi disana, dan uniknya, ketenangan. Saya masih membeli buku fisik di Gramed atau toko buku yg ada d marketplace. Tapi untuk mencari suasananya, tetap ke tokonya langsung. Terakhir saya ke TGA dan Toga Mas saat kuliah (saya kelahiran 90an), suasana itu sudah tidak didapatkan, malah kesannya seperti sumpek, ruh tokonya menghilang. Sedangkan toko buku yg lain masih bisa mempertahankannya. Saya juga membaca ebook, hanya sebagai filter, kalau saya mau membaca buku itu berulang, saya akan tetap cari buku fisiknya.
betul mba, ya sekarang kan jaman buku electronik lebih gampang dan mudah di akses, namun permasalahannya adalah jujur saya dari dulu tdk suka baca buku malas, nah begitupun anak sekarang bahkan anak anak jaman now tinggal bilang tanya mbah google. namun setelah saya berangkat ke luar negeri saya melihat banyak orang orang baca buku hanya saya yang tidak, saya bagaikan seorang aneh dan sekarang saya suka baca buku apa pun dari yang saya suka sampai yang ngejelimet, dan saya pernah tanya kepada seorang anak remaja, di sna bahwa buku adalah cakrawala budaya dan kepintaran dan pengetahuan. sama seperti prof rhenald. nah karena jaman sekarang seperti itu harus minimal 2 kali ke tokobuku apa pun mau komik kek atau apa pun jangan di batasi semakin besar tinggal kita ajarin yang agak sedikit advance biar semakin mengerti bahkan kalau mau yang sulit supaya kita punya rasa penasaran. saya suka sekali bacaan tentang seni, apa pun dan karena saya seorang praktisi perhotelan dan culinary, buku buku itu sangat jarang tetapi di luar saya mendapatkannya dan saya suka buku dari sampul sampai halamannya sampai bau kertasnya pun nah di situlah minat saya baca buku, bahkan harry porter yang ngejelimet pernah saya baca yang bahasa inggris pula, karena saya suka bahasa jadi saya baca walau tidak semua dari harry porter saya punya namun itulah. dulu dari kecil ortu suka ajak saya ke Gunung Agung, BPK GM, Gramedia, dan setelah saya besar kinokonuya, peri plus dan lain lain hanya untuk meningkatkan minat baca saya. thats it dan satu hal mau ada hp tercanggih atau apa pun selama suka baca, buku tidak akan pernah tergantikan.
Saya pelanggan tetap Gramedia. Dan saya akui klu minat baca buku di Indonesia makin turun. Keponakan istri saya saja, yg kelas 4 dgn 2x tdk naik kelas, sampai sekarang masih tdk bisa baca dgn lancar dan cepat. Sedangkan saya, kelas 4 SD sdh biasa baca novel remaja dan tiap hari sabtu selalu pinjam buku di perpustakaan sekolah.
'Membaca' tayangan Prof ini, telah mengingatkan bahwa saya telah lama tidak membaca buku. Padahal 'dulu' ketika ditanya hobby, jawabnya Membaca Buku. Dan sebetulnya banyak buku yang begitu mengalir dan tidak membosankan ketika dibaca, seperti buku" yang ditulis Prof, misalnya. Terimakasih Prof, sehat selalu
Betul pak, problem terbesarnya karena perubahan jenis media bacaannya aja. E-Book sendiri penjualannya memang kecil, tapi banyak sekali bajakannya, kayak yg didownload temen2 kuliah dulu. Sangat disayangkan juga yah, karena sebagian orang lebih memilih buku2 cetak daripada digital. Tujuannya karena mengindari paparan radiasi layar yang membuat pusing dan kerusakan mata. Saya sendiri juga lebih memilih buku cetak daripada digital.
kadang bajakan tidak lengkap scan atau ketikannya, atau editannya kurang baik, kalau baca rasanya aneh dan menyusahkan, saya temukan di online buku cerita silat lama, bahkan ada yang terpotong atau hilang halamannya, terasa kurang lengkap 👍👍😓😓
Dulu ketika menyelesaikan kuliah S1 tahun 1989 saya mencari buku dipinggir jalan di persimpangan senen, sangat berlimpah dan murah😀😀 cerita Prof membuat aku teringat masa lalu🙏
Gramedia saat ini sudah berbeda dg Gramedia saat ini, buku buku yg ada di rak Gramedia sdh tidak selengkap dulu, begitu juga kenyamanan yg ditawarkan bagi pelanggannya sdh berbeda, semoga Gramedia ku tetap kembali sebaga toko buku nomor satu di Indonesia. Sorga bagi pembaca buku bermutu.
Sebagai pecinta dan penggemar buku, saya merasa belum ada yg bisa mengalahkan enaknya baca buku fisik dibanding buku elektronik. Menyimak. Terima kasih prof Rhenald, saya membaca juga buku2 nya, seperti shifting, disruption, self driving.
Sy dr SD suka cergam karangan GERDY WK prof....lukisannya cantiik....sy berimajinasi apapun gerak gerik jagoan ku dulu GINA...... Cergam Usyah, Yan Mi taraga, dll....wuiih....merekalah yg mempengaruhi pola pikirku, a.l berjuang membela kebenaran, bertanggungjwb, patriotisme, nilai2 kebaikan yg pasti mengalahkan kejahatan, dll... Saat kecil kita terbiasa berimajinasi, dan imajinasiku menjadi tukang insinyur pun tercapai. Luarr biasaaa kekuatan imajinasi bagi anak2 kita......😇👍
Masa SMP SMA saya sering baca komik di Gramedia dan gunung agung kwitang. setelah usia bertambah, saya beli buku ke mereka via online, beli buku jumlah byk saat mereka sale besar, utk para panti asuhan. Sedih sekali melihat terpuruk dan tutup. Semoga Gramedia, gunung agung masih bisa terus jual buku, dgn penyesuaian dlm bentuk kondisi digital dan online saat ini.
Semoga... TB Gramedia tetap lancar dan bnyak cabang2 nya. Semoga Toko Buku Gunung Agung Tahun 2024 Bisa buka lagi. Dan Hypermart, Transmart tetap Buka di Tahun 2024/2025... ( Mungkin karena covid dahulu jadi malas semua nya Ke TB. Gunung Agung ) Semoga di Tahun 2024 bisa buka lagi.
Wah...salah satu toko langganan saya. Meninggalkan kenangan bagi banyak pencinta buku di Indonesià. Beberapa buku, masih ada sampai sekarang. Sy lebih mencintai buku cetak daripada digital.
SMA: nongkrong di TB Gramedia Matraman Kuliah: nongkrong di TB Elvira Bandung Kerja: nongkrong di QB Bookstore, Kinokuniya dan akhirnya Pasar Buku Melawai Berada di tumpukan buku, apalagi buku yg dipenuhi catatan2 sendiri, seperti berada di surga pribadi
Makasih ilmu dan pencerahan dr Prof. RK. Memang sedih+miris melihat dunia perbukuan kita. Sy lebih suka buku fisik drpd ebook, tp terkendala soal tempat simpan. Sy bayangkan kalo pemerintah bangun perpustakaan daerah di tiap kecamatan (seperti di negara2 eropa), umumkan ke warga, buka 08-21 wib, nyaman, gratis/bayar murah.. waah asyiknyaa
Betul ini, media sering membesar-besarkan yang tutup tanpa melihat berapa banyak yang baru. Contohnya ritel matahari, media lebih suka menggoreng matahari banyak yang tutup. Padahal pada waktu bersamaan mereka mulai ekspansi ke kota-kota kecil. Tapi, media gak suka berita bagus, media sukanya berita buruk.
Benar Mr. Renald krn dg membaca ada jiwa n fikir n rasa yg hidup krn buku hasil tulisan orang hidup seberapa sederhananya tulisan tsb tetap membrikan daya rmembukan n mempertajam rasa , fikir, jiwa , rohani , nalar n ingatan semua hidup n menghidupi
Sedih juga 😢 bahwa Gunung Agung menutup semua outlet nya. Saya sangat menyukai buku buku, terutama buku buku yang berbobot. Novel novel tentang Kemanusiaan juga suka, juga tentang Politik. Makanya suka banget novel yang berbau detective, terutama dari novelists terkenal Inggris. Karena buku buku detective nya seru banget, seperti benar benar terjadi.
terkait kabar duka Toko Gunung Agung ....di kompasiana disorotinya masalah memudarnya kemampuan literasi siswa dan masyarakat, saya juga nambahin Prof. meruginya toko buku selain penyakit lama ttg pembajakan juga berubah2nya kurikulum, jaman dulu hajat tahunan dimulainya tahun ajaran disambut antusias para toko buku sekarang malah pada kuatir karena takut stok buku pelajaran bakal jadi barang loak padahal bukan barang bekas
Karisma udah bangkrut Om. Gramedia namanya masih Toko Buku Gramedia, Om. Tapi mantap Om Rhenald ini masih optimistis dengan prospek toko buku ke depannya.
Toko Gunung Agung itu meninggalkan kenangan tersendiri utk saya, jaman SMA saya suka nongkrong di sana, tepatnya di Toko Gunung Agung Plaza Jembatan Merah Bogor. Buku favorit yg sy suka intip adalah buku persiapan UAN, buku belajar gitar, komik, dan buku komputer. Kemudian baru ini lewat sana ternyata udah ga ada plang Toko Gunung Agungnya, kirain tutup di cabang itu aja, ternyata perusahaannya yg tutup.. 😢
Setuju, Prof. I like that spirit. Wangi lembar2an buku baru masih akan tetap dirindu. TGA menurut saya pribadi sudah mismanagement cukup lama. Contohnya, hampir 10th yll sy membeli meja kerja "dibawah tangan" dari sales/staf yg saya temui di TGA Kwitang. Tentu dengan harga miring, kualitas sama, masih di kardus, mungkin ada cacat sedikit, ya saya beli. Walau ambilnya di rumahnya di kawasan padat penduduk beberapa km dari kwitang. Sepertinya praktek toko di dalam toko TGA sudah biasa, padahal tentunya sangat merugikan. Demikian sharing dari saya, Prof. Terima kasih.
Khawatirnya dng berbagai perkembangan tekhnologi digital saat ini jaman memang sdh tdk begitu membutuhkan keberadaannya...seperti juga berbagai profesi yg terdisrupsi apalagi dng perkembangan AI..yg luarbiasa..akhirnya memang seperti makan buah simalakama...wallahualam
Dalam hal toko Gunung Agung ada kemungkinan karena masalah suksesi usaha yang tidak berlanjut dengan baik sejak kepergian Pak Ketut Masagung di tahun 2020 sebagai penerus Pak Tjio Wie Tay, karena seperti pada bisnis lain pada umumnya pengendali utama sangat berperan penting dalam kelanggengan sebuah bisnis.
Dulu orang tergantung buku untuk mencari informasi dan pengetahuan, sana halnya dengan kaset dan vcd, dvd utk mendengar musik dan menonton film. Namun sekarang dg berkbangnya teknologi internet dll, orang lbh suka buku digital dan youtube. Di samping itu, orang yg alergi bisa bersin2 kalau baca buku yg sudah lama. Anyhow, Prof Reynald is the best👍👍👍👍
Sebagai penulis Indie yang udah cukup lama memperhatikan iklim baca-tulis Indonesia. Sebenarnya bisa dibilang malah ada peningkatan, walau dalam bentuk baca digital. Hal paling gampang jadi contoh itu kayak meledaknya platform baca online semacam Webtoon, dan beberapa tahun lalu juga banyak media baca novel yang masuk ke Indonesia juga. Sebagai orang yang tinggal dan tumbuh di desa juga, buku fisik memang dasarnya langka dan jarang dilihat, karena memang gak ada yang jualan. Tapi semenjak berkembangnya teknologi, kadang lihat anak2 sekolah atau ibuk2 yang nunggu acara sambil baca-baca di platform novel online.
Prof, saya senang membaca sejak kelas 2 SD. Terus membeli novel dari mulai kisah 5 sekawan Enid Blyton sd John Grisham. Saya punya banyak 2 novel yang sama dalam versi bahasa Indonesia dan Inggris. Sd kuliah saya terus saja membeli novel. Terhitung ketika kuliah S2 lanjut S3 di LN, saya sudah tidak lagi membeli novel, tidak lagi membeli text books pelajaran. Saya mencukupkan diri dengan layananan perpustakaan. Saya sekarang membaca buku, novel, dll dg cara tidak lagi membeli melainkan menjadi anggota perpustakaan. Novel2 sy yg lebih dari seratus judul (disimpan/dikumpulkan dari sejak SD) saya berikan secara cuma2 kpd beberapa rumah baca. Saya sudah tidak lagi membeli buku tapi tetap rutin membaca.
5 cara menghadapi persaingan dan perubahan pola belanja customer 1. Inovasi dalam berjualan 2. promosi, promosi. 3. efisiensi dalam operasional 4. startegi branding 5. mamfaatkan teknologi dan media sosial
Saya selalu yakin,bahwa membaca buku secara fisik masih tetap menyenangkan.selain bisa dipegang dan di cium aroma kertasnya-susunan koleksi buku yang berjejeran rapi dilemari benar2 menyenangkan hati sang pemilik buku. 😁 Semoga kedepan pemerintah lebih berani memberikan subsidi untuk buku2,agar harganya semakin relefan untuk dibeli #literasiuntukindonesia
Bbrp tahun terakhir ada suatu fenomena yg agak aneh yaitu buku-buku rohani selain Islam dikosongkan semua. Ini terjadi di GA dan Gramedia Surabaya. Cerita berulang sama spt toko buku sejenis (Sari Agung) yg juga melakukan hal tsb dan berakhir tragis bangkrut. Entah ini fenomena apa.
disaat sy terpuruk dan merasa di tinggalkan hidup penuh dgn penghakiman, seorang teman menguatkan hati sy dengan berkata ," ada satu teman yg akan selalu ada untukmu takan ia menghakimimu tapi ia akan membuka jalan dan membawamu jauh meninggalakan segala kesedihan ini, ia adalah BUKU!" dan sejak itu saya lebih gila lagi membaca buku....
Yaaaaah, semoga Gramedia & periplus bisa bertahan. Jujur saya tdk terbiasa membaca e-book, buat saya mencium bau buku baru itu ada rasa sensasi tersendiri, menenangkan.
Saya merasa lebih nyaman dan enak membaca buku fisik dari pada soft file nya. Di satu sisi saya juga mencari buku yang harga y lebih murah denga kualitas ilmu yang tinggi(yaitu buku copyan) dan itu banyak saya jumpai di market place. Marketplcae sangat membantu saya untuk mendapatkan buku2 yang baik, karena toko buku sangat susah di jangkau apalagi di daerah. Berkat toko buku online, saya tetap.bisa membaca buku2 yang bagus, seperti buku y pak rhenald.
Dulu wkt SMP (thn '80 - '82) saya sering ke TB Gn Agung di Kwitang, naik bis kota ( rmh saya daerah Bidakara sekarang) ..Toko buku adalah salah satu tempat utk refreshing & mengisi hari libur 😊
Peradaban akan tetap butuh hardcopy selamanya. Berdasarkan pengalaman yg sudah2, andai Anda punya passion pd buku & sukses mendirikan toko buku, jangan membayangkan salah 1 anak Anda pasti ada yg akan dpt meneruskan toko buku tsb. Cermati anak2 Anda, adakah yg berpassion pd buku. Kalau ada, segera kaderisasi. Kalau tidak ada, berarti musti mencari sosok2 lain yg berpassion pd buku utk dikader. Bisa keponakan, bisa anak tetangga atau yg lain. Konsekuensinya, harus mau memasukkan orang (anak) lain sbg ahli waris. Itulah keunikan usaha toko buku.
Dulu sering main ke toko buku gunung agung di kwitang,kangen dengan masa masa seperti itu,memang kalau kita amati kemajuan teknologi akan mematikan teknologi lainnya terutama adanya hp dan internet.
Toko buku gunung agung surabaya (sdh lama tutup), dl cm disini buku pegangan kuliah saya dapatkan. Di gramedia tdk ada buku2 itu. Trus ada juga di toko buku manyar surabaya. Jaman itu tdk terpikirkan beli buku di pasar loak buku.
Saya lebih senang membaca buku secara fisik. Selain karena faktor sentuhan langsung juga lebih nyaman karena bisa membaca lebih lama dari pada e-book. Terus lebih sering beli melalui online karena adanya perbedaan harga dan ada lebih seringnya promo dari marketplace
Yg jelas, alasan Toko GA ditutup pasti krn rugi atau tdk sesuai dg target. Skrg jaman digital, sebagian besar org bisa membaca lewat HP/media online termasuk sy sendiri.
saya rutin mengikuti kajian membahas kitab..dan jujur saya lebih menikmati belajar dan membaca melalui buku, meskipun di tangan sudah pegang PDF. Begitu juga dengan mushaf quran, lebih nikmat membaca kertas dan lebih mudah dalam memahami serta menghafal..meskipun saya pegang hp, tablet, dan laptop.
Menurut OECD (Organisation for Economic Co-operation & Development) ada 3 mata pelajaran (Membaca, Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam) yang menempatkan posisi kita pada level terendah dibanding negara-negara tetangga. Hal ini terbukti dari ranking universitas terbaik kita (UI) yang hanya di level ke 7 se ASEAN dan level 600-800 se DUNIA. Mengamati laporan OECD tersebut sepertinya kita masih jauh tertinggal dalam hal "Informasi Terkini", apalagi setelah menjadi sebuah buku ... wah jangan-jangan informasinya sudah semakin jadul ... Informasi terkini yang paling cepat dan efektif ya mau tidak mau atau suka tidak suka harus lewat jalur online dan anak-anak jaman now sangat piawai memanfaatkan jalur tersebut (itu alasan kuat anak saya memilih bidang IT). Mungkin penulis buku perlu strategi khusus memanfaatkan jalur online tersebut sebagai cara mempromosikan bukunya. Anyway, terima kasih insight Prof Rhenald .. you're still one of my best teacher.
ahhh happy bgt kali ini pembahasan soal minat membaca buku.. sabtu kmrn ke gramed liat tokonya sepi, ketersediaan buku juga gak banyak jd sedih. ayo semuanya rajin baca text book, lebih sehat buat mata. AYO MEMBACA BUKU....
Itu benar. Kemarin lewat satu stan makanan. Disana sudah ditulis dengan huruf besar...menu dan harganya. Lewat seorang, melihat tulisan tapi ga baca...melainkan tanya penjaga stan...apa yang dijual. Kalo penjaga stan sibuk ngurus pesanan...nanti konsentrasi hilang dan ada kesalahan. Kalo ga dijawab, nanti di-viral-kan katanya jutek.
Kemarin tgl 27 naik TJ PL Gdng - Rw Buaya lewat Kwitang. Dulu sering mampir di banyak toko buku di ujung jl Kramat Raya, toko Walisongo & GA di Kwitang, toko GA di area Tugu Pak Tani, juga kios buku bekas di terminal PS Senen. Sekarang tinggal kenangan. 😢
Saya pribadi, msh suka baca. Cuma skrang dgn harga buku yg mahal. Lebih milih minjem ke perpus, klo ternyata buku nya bagus dan saya suka baru saya beli, karena sering kali buku sekarang cover sama sinopsisnya yg bagus dlm nya terutama tata bahasa nya untuk buku terjemahan yg kurang ok Klo dulu buat saya buku pilihan nya dikit jd bnr2 yg bagus masuk toko buku, klo sekarang bnyak pilihan jd musti pinter2 milih
yg berumur 45 seperti saya pasti punya cerita terkait toko buku ini, sy sendiri sampai skr masih pecinta hardcopy buku... , Baca di smartphone bikin mata cepat lelah...
Tidak munafik saya juga baca e-book juga dan buku kertas. Nyari buku sekarang kualitasnya berbeda. Yang paling nyesek beli buku digramedia bbrp sumbernya dari internet. Mungkin Gramedia harus seleksi buku yang masuk. Problematika generasi saat ini orang tua memberi gadget. Zaman dulu saya gak suka baca tapi ibu memberi beberapa komik dan sejarah, awalnya hanya seneng ceritanya lama lama jadi kebiasaan. Kalau ke Jogja mampirlah Toga mas bukunya lumayan terjangkau.
mantap prof , benar ! buku & minat, beda dg "toko" buku nya , ga apple to apple awam mainstream news emang bandingin mulu oligark "toko" dg minat konsumen merakyat jaman now baca meme alias komik bahkan baca slide data2 tersaji dlm grafik wkkwk, "dibacain" podcast, kebaca judul2 title2 list fyp tiktok wkwkwk : 0:24 menurut saya sekarang orang senang 0:25 sekali membaca paling tidak Anda membaca 0:27 di sini bukan jadi membaca tapi yang 0:29 dibaca semakin pendek jadi minat membaca 0:31 tidak turun hanya saja di masyarakat 0:34 menjadi lebih kritis karena punya 0:35 saingan yang jauh lebih menarik yaitu 0:38 punya video punya akses pada sosial 0:42 media yang sudah diringkas yang 0:44 pendek-pendek dan bahkan dalam bentuk 0:46 Meme dan lain sebagainya jadi pilihan 0:48 memang sangat luas tentu saja para 0:50 penyedia buku juga harus memperhatikan 0:52 hal seperti ini tetapi bukan berarti 0:54 bahwa hilang sama sekali orang yang 0:56 ingin membaca buku-buku serius
Dua toko buku di tempat tinggal saya juga tutup, toga mas dan gunung agung. Saya sering mengunjungi toga mas, karna untuk buku pelajaran ada diskon yg ckp lumayan. Mereka tutup sebelum pandemi. Awalnya toko di perkecil kmd tutup selamanya. Klo saya amati ini tjd saat marak market online tjd. Semua mudah dijangkau atau dipermudah juga oleh ebook. Skg yg tersisa hanya gramedia. Kenangan membaca itu banyak di toko buku, dari hanya melihat2 sampai membeli buku.
Saya lbh suka baca di digital atau di kindle karena lebih praktis dan juga harga lebih murah utk beli buku digital. Tempat penyimpanan tidak susah, gak perlu lemari banyak. Convenient and Efficient. Apalagi dengan adanya TH-cam dan orang2 yg bermurah hati membagi pengetahuan secara cuma2. Lambat laun akan bertambah semakin sedikit yg menjual buku fisik tetapi masih ada aja yg bertahan. Tetapi tidak sebanyak dulu.
Buku adalah jendela dunia sumber ilmu dan pengetahuan banyak sekali kelebihan ilmu dari pada harta. Buku2 serius harus tetap berbentuk cetak (kertas atau lainnya) sebagai warisan pradaban.
Sejak umur 10 tahun, "wisata" terbaikku adalah ke toko buku, baik gramed maupun TGA. Sampai kuliah bisa berjam-jam baca di sana secara gratis tanpa menghiraukan haus dan pegal berdiri. Mengapa? Karena tidak punya uang membelinya. Namun belakangan buku-buku itu lalu dibungkus plastik wrapping, semakin susah dibuka secara ilegal. Setelah bekerja sudah bisa beli buku, namun seiring kesibukan, hobby membaca buku beralih menjadi hobby "membeli" buku tanpa sempat dibaca. Ini dipengaruhi juga karena kondisi mata yang semakin minusnya bertambah dan silindrisnya makin menggila. Sayang hobby baca jadinya terpaksa diakhiri, membaca baru 3 lembar, mata berair dan tidak nyaman.. namun sekarang masih terkadang nostalgia mengunjungi gramed sambil menunjukan kepada anak, dipojok inilah ayahmu menyandarkan sepeda untuk membaca gratis...
Zamannya memang sudah berubah. Dulu sumber ilmu hanya lewat buku kertas dan guru offline. Sekarang sudah ada e-book, website dan TH-cam dimana kita juga bisa mendapatkan ilmu. Ambil contoh mau belajar programming language, dulu harus punya buku pegangan, sekarang e-booknya banyak di internet dan video tutorialnya juga sangat banyak di TH-cam. Sudah sangat jarang orang beli buku programming sekarang. Singkatnya, apapun yang mau dipelajari umumnya tersedia di internet. Di kota saya, satu atau dua decade lalu Gramedia itu selalu penuh, parkiran sampai membludak. Sekarang parkiran Gramedia tersebut isinya cuma mobil dan motor karyawan. Satu bulan lalu saya beli buku untuk keponakan, cuma dua orang yang belanja. Banyak cara sudah dilakukan manajemen Gramedia untuk menarik pelanggan, mulai dari tas boleh dibawa masuk sampai jualan snack di dalam gedung namun Gramedia tetap sepi. Sunatullahnya memang sudah ke arah digital, lihat saja koran rata-rata sudah beralih ke portal online semua. Majalah & tabloit sudah hampir hilang semua. Gen-z sekarang bahkan mungkin gak tahu apa itu tabloit.
Setuju...pak Rhenald bilang...tidak ada "ruh"....itu yg saya rasakan saat ini, berpikir untuk generasi penerus saya....ruh-nya ada di saya...lalu saat membesar....yg ada anak2 saling berebut jatah dan uang...bukan mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan passion.
Saya rasa cukup sudah kita mengenang kejayaan buku fisik dan saatnya kita mengembangkan skill utk membaca buku digital. Tidak ada pilihan lain, kecuali anda mencari special edition printed books yang punya nilai lebih bagi anda, mungkin nilai nostalgia atau edukasi anak atau apapun. Jika anda berfokus di konten maka mulailah bangun digital library anda, mulailah "berlatih" membaca buku digital dan stop bernostalgia, karena ngga akan kembali lagi masa baca buku fisik tersebut. Membaca buku digital bisa dilakukan dengan handphone, dengan aplikasi yang tepat, comment, bookmark dan highlightnya bisa direkam dan dishare, dan konten tetap bisa didapat. Tidak ada perubahan sebenarnya, tapi memang anda butuh skill dan berlatih sebelum terbiasa.
Di internet ada banyak bacaan tapi tetap tidak bisa menggantikan buku. Karena informasi di Internet bersifat bebas bisa diupload siapa saja. Makanya tidak jarang informasinya tidak valid. Namun beda dengan buku, untuk menerbitkan buku harus dicek dan validasi dulu.
Satu hari sebelum lebaran 0:23 kemarin saat mudik ke Jakarta sempat mampir ke Toko Gunung Agung Kwitang selepas jumatan di Istiqlal. Saat kami datang, hanya ada satu pengunjung yg sedang bertransaksi di kasir. Saya pikir sepi gegara sudah pada mudik keluar Jakarta.... Ternyata memang Gunung Agung sedang tidak baik2 saja...malahan Toko Buku Wali Songo yg berada sejalan dgn Gunung Agung Kwitang sudah lama tutup duluan.... Hilangnya sebuah bukti memori zaman sekolah dulu...
Sy pemilik usaha. Saat melakukan recruitment, sy menanyakan, buku apa yg anda baca selama 1 thn belakang? Usia 19 sd 25 tahun, 98% terakhir kali baca buku saat SMA 😅. Itu pun buku pelajaran. Ada 100 orang yg sy wawancara.
Saya sangat suka baca novel bahasa Inggris. Sayangnya, harganya mahal karena impor. Per tahun kemarin memutuskan pindah ke ebook/e-reader. Tapi, untuk novel-novel dengan cerita menarik, masih diusahakan beli fisik.
Kalo anda domisili di jakarta bisa dateng ke pasar festival di jalan rasuna said, disana ada toko buku bekas dan banyak novel2 bebahasa inggris dengan harga yang terjangkau
@@mercyme3400 Terima kasih infonya. Betul, saya domisili di Jakarta Pusat. Namun, salah satu alasan saya pindah ke e-book juga karena koleksi buku fisik yang saya miliki sudah sangat banyak. Jadi ada alasan decluttering juga sebenernya ^^,
Sejak SMP saya pencinta buku sampai cita2 saya kerja di toko buku, lulus SMA saya akhirnya berhasil kerja menjadi pramuniaga Gramedia menjaga stand buku kuliah... Disinilah saya byk berkenalan dgn para dosen, guru2 besar univ terkenal... Kerja di toko buku adalah surga bagi karyawannya yg pecinta buku Krn kita bisa sepuasnya baca buku apapun setelah plg kerja . Bekerja selama 1 thn bekerja di Gramedia di era 90.
Wah hebat mas saya aja nyesel senang buku di usia 30 thn sebab buku itu memang jendela budaya dan pengetahuan.
@toniristanto9353. Keren mas bs puas bc buku. Jmn smp sy hrs nabung dulu untuk sanggup sewa di kios buku. Untungnya sjk ada ebook bisa koleksi buku terbitan Indonesia dgn mudah.
Jaman skrg susah cri karyawan yg passion kyk mas. Lbh orientasi butuh uang utk makan... Memang beda tahun 2005 saya tny karyawannya mereka tau beberapa buku. Seakan mereka membacanya.. tny tentang apa mereka bs kasi resensinya...
Skrg kl tny, pd ga tau. Cmn tau tata letak. Tny tentang apa mereka pun ga bs jelasin, pdhl tingg baca d belakang. Hehehe.
@@tomylim3321 kendala itu jg sering sy temui klo mau beli buku di Jakarta, di jwb tdk tahu. Beda dengan beli buku diluar.. mesti dia jujur tdk smua buku dia tahu paling tdk ia berusaha menjelaskan kalo buku itu sdh byk terjual.
Kisah nuku yang salah letak. Kejadiannya di toko buku di Malang, tahun 2010 an. Ada buku tentang tehnik trading saham, judulnya 'short selling'. Tapi meletakkannya di kelompok buku-buku tentang marketing dan selling. Harusnya kan di kelompok buku-buku tentang investasi / keuangan. Mungkin karena ada tulisan 'selling' nya itu.Dianggap itu buku tentang jualan.
Bagi saya buku yg berbahan kertas itu masih pilihan terbaik untuk membaca. Keberadaannya bisa diwariskan dan menjadi penanda sejarah dan peradaban. Keberadaan pak Rheinald juga akan mensejarah dari buku yg dihasilkan... Maturnuwun paparannya Bapak.
Sama
Saya manula,,,, lebih nyaman membaca buku kertas dari pada note- book.
Wah....sedih aku ..,kenapa ya?
Sama nih
Saya juga lebih suka media cetak. Membaca di media digital sangat menjengkelkan karena layar hp selalu tertutup iklan. Iklam selalu bermunculan sambung menyambung. Akhirnya saya cape utk menyentuh X nya
Saya 74 tahun, masih suka membaca buku, meskipun sudah berkurang jauh. Membaca menjadi hoby sejak smp.
1. Memiliki Passion
2. Mampu beradaptasi/Adaptif
3. Dapat diandalkan
4. Efisien
ilmu yg mahal Prof. terimakasih.. ayoo ke toko buku
Berawal dari iseng membaca buku self-improvement karya Dale Carnegie tahun 2020 membuat minat baca saya meningkat, sampai hari ini sudah membaca ±42 buku. Buku fisik masih jadi pilihan terbaik bagi saya.
Saya disini sebagai kolektor komik bahasa Indonesia dan manga jepang. Cukup sedih toko gunung agung mengibarkan bendera putih. Menurut saya sekelas gramedia masih bisa survive bahkan dalam waktu cukup lama. Karena mereka mampu beradaptasi dengan zaman. Meskipun ada e-book, tapi mengumpulkan buku fisik punya value tersendiri. Intinya inovasi adalah faktor kunci.
Membaca buku, mencatat dan menulis, bisa melekat di benak kita sampai tua, budayakan kembali rajin membaca buku kepada generasi muda kita,........ Terimakasih prof dorongannya untuk kita bersama.
Gramedia dan Togamas semoga tetap eksis, saya sebagai pelanggan tetap kedua toko tersebut di kota saya, di Jogja ❤
Sedih mendengar kabar ini prof. Mengingat dulu jaman sekolah saya kedua toko buku (TGA dan Gramed) jaraknya dekat dengan sekolah. Toko buku bagi saya menjadi sanctuary, saya bisa mendapatkan ilmu disana, berimajinasi disana, dan uniknya, ketenangan. Saya masih membeli buku fisik di Gramed atau toko buku yg ada d marketplace. Tapi untuk mencari suasananya, tetap ke tokonya langsung. Terakhir saya ke TGA dan Toga Mas saat kuliah (saya kelahiran 90an), suasana itu sudah tidak didapatkan, malah kesannya seperti sumpek, ruh tokonya menghilang. Sedangkan toko buku yg lain masih bisa mempertahankannya.
Saya juga membaca ebook, hanya sebagai filter, kalau saya mau membaca buku itu berulang, saya akan tetap cari buku fisiknya.
semua itu gara2 ada hp
betul mba, ya sekarang kan jaman buku electronik lebih gampang dan mudah di akses, namun permasalahannya adalah jujur saya dari dulu tdk suka baca buku malas, nah begitupun anak sekarang bahkan anak anak jaman now tinggal bilang tanya mbah google. namun setelah saya berangkat ke luar negeri saya melihat banyak orang orang baca buku hanya saya yang tidak, saya bagaikan seorang aneh dan sekarang saya suka baca buku apa pun dari yang saya suka sampai yang ngejelimet, dan saya pernah tanya kepada seorang anak remaja, di sna bahwa buku adalah cakrawala budaya dan kepintaran dan pengetahuan. sama seperti prof rhenald. nah karena jaman sekarang seperti itu harus minimal 2 kali ke tokobuku apa pun mau komik kek atau apa pun jangan di batasi semakin besar tinggal kita ajarin yang agak sedikit advance biar semakin mengerti bahkan kalau mau yang sulit supaya kita punya rasa penasaran. saya suka sekali bacaan tentang seni, apa pun dan karena saya seorang praktisi perhotelan dan culinary, buku buku itu sangat jarang tetapi di luar saya mendapatkannya dan saya suka buku dari sampul sampai halamannya sampai bau kertasnya pun nah di situlah minat saya baca buku, bahkan harry porter yang ngejelimet pernah saya baca yang bahasa inggris pula, karena saya suka bahasa jadi saya baca walau tidak semua dari harry porter saya punya namun itulah. dulu dari kecil ortu suka ajak saya ke Gunung Agung, BPK GM, Gramedia, dan setelah saya besar kinokonuya, peri plus dan lain lain hanya untuk meningkatkan minat baca saya. thats it dan satu hal mau ada hp tercanggih atau apa pun selama suka baca, buku tidak akan pernah tergantikan.
Saya pelanggan tetap Gramedia. Dan saya akui klu minat baca buku di Indonesia makin turun. Keponakan istri saya saja, yg kelas 4 dgn 2x tdk naik kelas, sampai sekarang masih tdk bisa baca dgn lancar dan cepat. Sedangkan saya, kelas 4 SD sdh biasa baca novel remaja dan tiap hari sabtu selalu pinjam buku di perpustakaan sekolah.
'Membaca' tayangan Prof ini, telah mengingatkan bahwa saya telah lama tidak membaca buku. Padahal 'dulu' ketika ditanya hobby, jawabnya Membaca Buku. Dan sebetulnya banyak buku yang begitu mengalir dan tidak membosankan ketika dibaca, seperti buku" yang ditulis Prof, misalnya. Terimakasih Prof, sehat selalu
Semangat
Betul pak, problem terbesarnya karena perubahan jenis media bacaannya aja. E-Book sendiri penjualannya memang kecil, tapi banyak sekali bajakannya, kayak yg didownload temen2 kuliah dulu. Sangat disayangkan juga yah, karena sebagian orang lebih memilih buku2 cetak daripada digital. Tujuannya karena mengindari paparan radiasi layar yang membuat pusing dan kerusakan mata. Saya sendiri juga lebih memilih buku cetak daripada digital.
kadang bajakan tidak lengkap scan atau ketikannya, atau editannya kurang baik, kalau baca rasanya aneh dan menyusahkan, saya temukan di online buku cerita silat lama, bahkan ada yang terpotong atau hilang halamannya, terasa kurang lengkap
👍👍😓😓
Semoga Gramedia tetap langgeng, dan toko buku lain juga sama. Bersama2 mencerahkan masyarakat, tingkat literasi menjadi lebih baik.
Dulu ketika menyelesaikan kuliah S1 tahun 1989 saya mencari buku dipinggir jalan di persimpangan senen, sangat berlimpah dan murah😀😀 cerita Prof membuat aku teringat masa lalu🙏
Gramedia saat ini sudah berbeda dg Gramedia saat ini, buku buku yg ada di rak Gramedia sdh tidak selengkap dulu, begitu juga kenyamanan yg ditawarkan bagi pelanggannya sdh berbeda, semoga Gramedia ku tetap kembali sebaga toko buku nomor satu di Indonesia. Sorga bagi pembaca buku bermutu.
Sebagai pecinta dan penggemar buku, saya merasa belum ada yg bisa mengalahkan enaknya baca buku fisik dibanding buku elektronik. Menyimak. Terima kasih prof Rhenald, saya membaca juga buku2 nya, seperti shifting, disruption, self driving.
Buku fisik tetap the best😉
Kalo beli buku di Amazon mending yang elektronik bro, lebih cepat. Kalo fisik lama nyampe nya
Sy dr SD suka cergam karangan GERDY WK prof....lukisannya cantiik....sy berimajinasi apapun gerak gerik jagoan ku dulu GINA......
Cergam Usyah, Yan Mi taraga, dll....wuiih....merekalah yg mempengaruhi pola pikirku, a.l berjuang membela kebenaran, bertanggungjwb, patriotisme, nilai2 kebaikan yg pasti mengalahkan kejahatan, dll...
Saat kecil kita terbiasa berimajinasi, dan imajinasiku menjadi tukang insinyur pun tercapai.
Luarr biasaaa kekuatan imajinasi bagi anak2 kita......😇👍
Masa SMP SMA saya sering baca komik di Gramedia dan gunung agung kwitang. setelah usia bertambah, saya beli buku ke mereka via online, beli buku jumlah byk saat mereka sale besar, utk para panti asuhan. Sedih sekali melihat terpuruk dan tutup. Semoga Gramedia, gunung agung masih bisa terus jual buku, dgn penyesuaian dlm bentuk kondisi digital dan online saat ini.
Hhhhhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjj
Semoga... TB Gramedia tetap lancar dan bnyak cabang2 nya. Semoga Toko Buku Gunung Agung Tahun 2024 Bisa buka lagi. Dan Hypermart, Transmart tetap Buka di Tahun 2024/2025... ( Mungkin karena covid dahulu jadi malas semua nya Ke TB. Gunung Agung ) Semoga di Tahun 2024 bisa buka lagi.
smoga gramedia tetap bertahan karna disana byk buku2 bagus .buku adalah pusat ilmu pengetahuan yg plg bagus. ulasan yg bagus Prof.
Wah...salah satu toko langganan saya. Meninggalkan kenangan bagi banyak pencinta buku di Indonesià. Beberapa buku, masih ada sampai sekarang. Sy lebih mencintai buku cetak daripada digital.
SMA: nongkrong di TB Gramedia Matraman
Kuliah: nongkrong di TB Elvira Bandung
Kerja: nongkrong di QB Bookstore, Kinokuniya dan akhirnya Pasar Buku Melawai
Berada di tumpukan buku, apalagi buku yg dipenuhi catatan2 sendiri, seperti berada di surga pribadi
Luar biasa
Makasih ilmu dan pencerahan dr Prof. RK. Memang sedih+miris melihat dunia perbukuan kita. Sy lebih suka buku fisik drpd ebook, tp terkendala soal tempat simpan. Sy bayangkan kalo pemerintah bangun perpustakaan daerah di tiap kecamatan (seperti di negara2 eropa), umumkan ke warga, buka 08-21 wib, nyaman, gratis/bayar murah.. waah asyiknyaa
Betul ini, media sering membesar-besarkan yang tutup tanpa melihat berapa banyak yang baru. Contohnya ritel matahari, media lebih suka menggoreng matahari banyak yang tutup. Padahal pada waktu bersamaan mereka mulai ekspansi ke kota-kota kecil. Tapi, media gak suka berita bagus, media sukanya berita buruk.
Benar Mr. Renald krn dg membaca ada jiwa n fikir n rasa yg hidup krn buku hasil tulisan orang hidup seberapa sederhananya tulisan tsb tetap membrikan daya rmembukan n mempertajam rasa , fikir, jiwa , rohani , nalar n ingatan semua hidup n menghidupi
Sedih juga 😢 bahwa Gunung Agung menutup semua outlet nya.
Saya sangat menyukai buku buku, terutama buku buku yang berbobot.
Novel novel tentang Kemanusiaan juga suka, juga tentang Politik. Makanya suka banget novel yang berbau detective, terutama dari novelists terkenal Inggris. Karena buku buku detective nya seru banget, seperti benar benar terjadi.
terkait kabar duka Toko Gunung Agung ....di kompasiana disorotinya masalah memudarnya kemampuan literasi siswa dan masyarakat, saya juga nambahin Prof. meruginya toko buku selain penyakit lama ttg pembajakan juga berubah2nya kurikulum, jaman dulu hajat tahunan dimulainya tahun ajaran disambut antusias para toko buku sekarang malah pada kuatir karena takut stok buku pelajaran bakal jadi barang loak padahal bukan barang bekas
Karisma udah bangkrut Om. Gramedia namanya masih Toko Buku Gramedia, Om. Tapi mantap Om Rhenald ini masih optimistis dengan prospek toko buku ke depannya.
Toko Gunung Agung itu meninggalkan kenangan tersendiri utk saya, jaman SMA saya suka nongkrong di sana, tepatnya di Toko Gunung Agung Plaza Jembatan Merah Bogor. Buku favorit yg sy suka intip adalah buku persiapan UAN, buku belajar gitar, komik, dan buku komputer. Kemudian baru ini lewat sana ternyata udah ga ada plang Toko Gunung Agungnya, kirain tutup di cabang itu aja, ternyata perusahaannya yg tutup.. 😢
Setuju, Prof. I like that spirit. Wangi lembar2an buku baru masih akan tetap dirindu.
TGA menurut saya pribadi sudah mismanagement cukup lama. Contohnya, hampir 10th yll sy membeli meja kerja "dibawah tangan" dari sales/staf yg saya temui di TGA Kwitang. Tentu dengan harga miring, kualitas sama, masih di kardus, mungkin ada cacat sedikit, ya saya beli. Walau ambilnya di rumahnya di kawasan padat penduduk beberapa km dari kwitang. Sepertinya praktek toko di dalam toko TGA sudah biasa, padahal tentunya sangat merugikan.
Demikian sharing dari saya, Prof. Terima kasih.
Khawatirnya dng berbagai perkembangan tekhnologi digital saat ini jaman memang sdh tdk begitu membutuhkan keberadaannya...seperti juga berbagai profesi yg terdisrupsi apalagi dng perkembangan AI..yg luarbiasa..akhirnya memang seperti makan buah simalakama...wallahualam
Dalam hal toko Gunung Agung ada kemungkinan karena masalah suksesi usaha yang tidak berlanjut dengan baik sejak kepergian Pak Ketut Masagung di tahun 2020 sebagai penerus Pak Tjio Wie Tay, karena seperti pada bisnis lain pada umumnya pengendali utama sangat berperan penting dalam kelanggengan sebuah bisnis.
Dulu orang tergantung buku untuk mencari informasi dan pengetahuan, sana halnya dengan kaset dan vcd, dvd utk mendengar musik dan menonton film. Namun sekarang dg berkbangnya teknologi internet dll, orang lbh suka buku digital dan youtube. Di samping itu, orang yg alergi bisa bersin2 kalau baca buku yg sudah lama. Anyhow, Prof Reynald is the best👍👍👍👍
Sebagai penulis Indie yang udah cukup lama memperhatikan iklim baca-tulis Indonesia. Sebenarnya bisa dibilang malah ada peningkatan, walau dalam bentuk baca digital. Hal paling gampang jadi contoh itu kayak meledaknya platform baca online semacam Webtoon, dan beberapa tahun lalu juga banyak media baca novel yang masuk ke Indonesia juga. Sebagai orang yang tinggal dan tumbuh di desa juga, buku fisik memang dasarnya langka dan jarang dilihat, karena memang gak ada yang jualan. Tapi semenjak berkembangnya teknologi, kadang lihat anak2 sekolah atau ibuk2 yang nunggu acara sambil baca-baca di platform novel online.
Toko buku itu toko ilmu. Bentuk berubah isi tetap. Luar biasa uraian ini. Trims
Prof, saya senang membaca sejak kelas 2 SD. Terus membeli novel dari mulai kisah 5 sekawan Enid Blyton sd John Grisham. Saya punya banyak 2 novel yang sama dalam versi bahasa Indonesia dan Inggris. Sd kuliah saya terus saja membeli novel. Terhitung ketika kuliah S2 lanjut S3 di LN, saya sudah tidak lagi membeli novel, tidak lagi membeli text books pelajaran. Saya mencukupkan diri dengan layananan perpustakaan. Saya sekarang membaca buku, novel, dll dg cara tidak lagi membeli melainkan menjadi anggota perpustakaan. Novel2 sy yg lebih dari seratus judul (disimpan/dikumpulkan dari sejak SD) saya berikan secara cuma2 kpd beberapa rumah baca. Saya sudah tidak lagi membeli buku tapi tetap rutin membaca.
5 cara menghadapi persaingan dan perubahan pola belanja customer
1. Inovasi dalam berjualan
2. promosi, promosi.
3. efisiensi dalam operasional
4. startegi branding
5. mamfaatkan teknologi dan media sosial
Saya selalu yakin,bahwa membaca buku secara fisik masih tetap menyenangkan.selain bisa dipegang dan di cium aroma kertasnya-susunan koleksi buku yang berjejeran rapi dilemari benar2 menyenangkan hati sang pemilik buku. 😁 Semoga kedepan pemerintah lebih berani memberikan subsidi untuk buku2,agar harganya semakin relefan untuk dibeli #literasiuntukindonesia
Toko buku itu TEMPAT FAVORITE untuk healing, refreshing, pokoknya release tension
Bbrp tahun terakhir ada suatu fenomena yg agak aneh yaitu buku-buku rohani selain Islam dikosongkan semua. Ini terjadi di GA dan Gramedia Surabaya. Cerita berulang sama spt toko buku sejenis (Sari Agung) yg juga melakukan hal tsb dan berakhir tragis bangkrut. Entah ini fenomena apa.
Trimksh pak Profesor, mksh👍🏻 mksh 👍 luarr biasa, pembahasan yg bikin mata meleleh😭 nafas tertahan...mata tdk berkedip, pikiran menerawang....otak cenut²....
disaat sy terpuruk dan merasa di tinggalkan hidup penuh dgn penghakiman, seorang teman menguatkan hati sy dengan berkata ," ada satu teman yg akan selalu ada untukmu takan ia menghakimimu tapi ia akan membuka jalan dan membawamu jauh meninggalakan segala kesedihan ini, ia adalah BUKU!"
dan sejak itu saya lebih gila lagi membaca buku....
Thanks Pak Rhenald, krn engkau beri samudra pengetahuan, bagi kami yg malas membaca banyak.
Yaaaaah, semoga Gramedia & periplus bisa bertahan.
Jujur saya tdk terbiasa membaca e-book, buat saya mencium bau buku baru itu ada rasa sensasi tersendiri, menenangkan.
Sama juga
Saya merasa lebih nyaman dan enak membaca buku fisik dari pada soft file nya. Di satu sisi saya juga mencari buku yang harga y lebih murah denga kualitas ilmu yang tinggi(yaitu buku copyan) dan itu banyak saya jumpai di market place. Marketplcae sangat membantu saya untuk mendapatkan buku2 yang baik, karena toko buku sangat susah di jangkau apalagi di daerah. Berkat toko buku online, saya tetap.bisa membaca buku2 yang bagus, seperti buku y pak rhenald.
Wah 😭😭 sedih banget ko gunung agung di tutup ⁉️⁉️ semoga Gramedia tetap buka 🙏 salam sehat n tetap semangat 👏🙏👍🇮🇩
Dulu wkt SMP (thn '80 - '82) saya sering ke TB Gn Agung di Kwitang, naik bis kota ( rmh saya daerah Bidakara sekarang) ..Toko buku adalah salah satu tempat utk refreshing & mengisi hari libur 😊
Semoga Gramedia tetap bisa jalan
saya juga kaget kemaren beli buku online dikasihnya scan me hehehe
Maksudnya gak Terima uang tunai?
Amin
Aamiin
Yes Gramedia tetap hebat
Gramedia tetap hidup ameeeeen
Peradaban akan tetap butuh hardcopy selamanya.
Berdasarkan pengalaman yg sudah2, andai Anda punya passion pd buku & sukses mendirikan toko buku, jangan membayangkan salah 1 anak Anda pasti ada yg akan dpt meneruskan toko buku tsb.
Cermati anak2 Anda, adakah yg berpassion pd buku. Kalau ada, segera kaderisasi.
Kalau tidak ada, berarti musti mencari sosok2 lain yg berpassion pd buku utk dikader. Bisa keponakan, bisa anak tetangga atau yg lain.
Konsekuensinya, harus mau memasukkan orang (anak) lain sbg ahli waris.
Itulah keunikan usaha toko buku.
Thanks Prof Rhenald..dalam satuan menit sy bisa menikmati complete story tentang riwayat toko buku yg penuh inspirasi dan lessons learnt..
Dulu sering main ke toko buku gunung agung di kwitang,kangen dengan masa masa seperti itu,memang kalau kita amati kemajuan teknologi akan mematikan teknologi lainnya terutama adanya hp dan internet.
Toko buku gunung agung surabaya (sdh lama tutup), dl cm disini buku pegangan kuliah saya dapatkan. Di gramedia tdk ada buku2 itu. Trus ada juga di toko buku manyar surabaya. Jaman itu tdk terpikirkan beli buku di pasar loak buku.
Pencerahan yg sangat bermamfaat, thanks Frof..💪🙏😊
orang kalau sudah pikirannya positif, mau kondisi bagaimanapun tidak pernah ada "mati"nya 😁🙏
Saya lebih senang membaca buku secara fisik. Selain karena faktor sentuhan langsung juga lebih nyaman karena bisa membaca lebih lama dari pada e-book.
Terus lebih sering beli melalui online karena adanya perbedaan harga dan ada lebih seringnya promo dari marketplace
Mantap
Yg jelas, alasan Toko GA ditutup pasti krn rugi atau tdk sesuai dg target. Skrg jaman digital, sebagian besar org bisa membaca lewat HP/media online termasuk sy sendiri.
saya rutin mengikuti kajian membahas kitab..dan jujur saya lebih menikmati belajar dan membaca melalui buku, meskipun di tangan sudah pegang PDF.
Begitu juga dengan mushaf quran, lebih nikmat membaca kertas dan lebih mudah dalam memahami serta menghafal..meskipun saya pegang hp, tablet, dan laptop.
SamA
segala sesuatu memang bisa didirikan berkat passion pendirinya
Saya udah ada 200 buku saya baru baca 72,perkembangannya sangat bagus untuk wawasan Dan pengetahuan
Salam 🙏,buku tidak akan pernah lupa . Otak bisa saja mengalami lupa, dg buku pasti cerdas kembali.
Semoga minat baca warga Nusantara untuk semua jenis buku/pengetahuan semakin dn semakin meningkat dn banyak
Aamiin
Benar Prof, Teman sy buka percetakan buku makin rame infonya
Toko GA di Kwitang akn mnjadi ' kenangan bagi sy...jauh" dr Bdg hny berburu buku Rohani Seri Selamat nya pk Andar Ismail...
terima kasih selalu memberikan ilmu yang sangat berharga Prof
Menurut OECD (Organisation for Economic Co-operation & Development) ada 3 mata pelajaran (Membaca, Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam) yang menempatkan posisi kita pada level terendah dibanding negara-negara tetangga. Hal ini terbukti dari ranking universitas terbaik kita (UI) yang hanya di level ke 7 se ASEAN dan level 600-800 se DUNIA.
Mengamati laporan OECD tersebut sepertinya kita masih jauh tertinggal dalam hal "Informasi Terkini", apalagi setelah menjadi sebuah buku ... wah jangan-jangan informasinya sudah semakin jadul ...
Informasi terkini yang paling cepat dan efektif ya mau tidak mau atau suka tidak suka harus lewat jalur online dan anak-anak jaman now sangat piawai memanfaatkan jalur tersebut (itu alasan kuat anak saya memilih bidang IT).
Mungkin penulis buku perlu strategi khusus memanfaatkan jalur online tersebut sebagai cara mempromosikan bukunya.
Anyway, terima kasih insight Prof Rhenald .. you're still one of my best teacher.
Terimakasih Prof. untuk pencerahan. Mari tetap percaya dan berusaha untuk beradaptasi.
Betul Prof. Sy tetap senang membaca hanya saja banyak cara untuk membaca dan tidak harus datang langsung ke toko utk membeli bukunya
ahhh happy bgt kali ini pembahasan soal minat membaca buku.. sabtu kmrn ke gramed liat tokonya sepi, ketersediaan buku juga gak banyak jd sedih. ayo semuanya rajin baca text book, lebih sehat buat mata. AYO MEMBACA BUKU....
Sekarang bukan zamannya membaca tulisan, tapi melihat gambar, mendengarkan alias listening, dan melihat video bergerak macam animasi, film, dll😁
Itu benar.
Kemarin lewat satu stan makanan.
Disana sudah ditulis dengan huruf besar...menu dan harganya.
Lewat seorang, melihat tulisan tapi ga baca...melainkan tanya penjaga stan...apa yang dijual.
Kalo penjaga stan sibuk ngurus pesanan...nanti konsentrasi hilang dan ada kesalahan.
Kalo ga dijawab, nanti di-viral-kan katanya jutek.
@@ratnaratna4475 Makanya Banyak Yg Melanggar Rambu Lalu Lintas Lha Isinya Tulisan Semua, Coba Kalo Pake Gambar, Komik, Video Atau Suara Pasti Beda😝
Ilmu pengetahuan terus berkembang
Tempat favorit anakku klo ke mall wajib ke gramedia semoga ga tutup tp,dijabodetabek ga semua mall ada gramedianya spt sdh pertanda
Kemarin tgl 27 naik TJ PL Gdng - Rw Buaya lewat Kwitang. Dulu sering mampir di banyak toko buku di ujung jl Kramat Raya, toko Walisongo & GA di Kwitang, toko GA di area Tugu Pak Tani, juga kios buku bekas di terminal PS Senen. Sekarang tinggal kenangan. 😢
Di era digital justru semakin meningkat minat membaca org tnp disadari dr medsos, mencerahkan tentunya.🎉
Saya pribadi, msh suka baca. Cuma skrang dgn harga buku yg mahal. Lebih milih minjem ke perpus, klo ternyata buku nya bagus dan saya suka baru saya beli, karena sering kali buku sekarang cover sama sinopsisnya yg bagus dlm nya terutama tata bahasa nya untuk buku terjemahan yg kurang ok
Klo dulu buat saya buku pilihan nya dikit jd bnr2 yg bagus masuk toko buku, klo sekarang bnyak pilihan jd musti pinter2 milih
Bner
Semoga Gramedia sama Togamas di Malang ttp buka...
Sediiih.. tapi terima kasih ulasannya Prof..
Betul prof. Sy suka baca dan pecinta buku.
yg berumur 45 seperti saya pasti punya cerita terkait toko buku ini, sy sendiri sampai skr masih pecinta hardcopy buku... , Baca di smartphone bikin mata cepat lelah...
Tidak munafik saya juga baca e-book juga dan buku kertas. Nyari buku sekarang kualitasnya berbeda. Yang paling nyesek beli buku digramedia bbrp sumbernya dari internet. Mungkin Gramedia harus seleksi buku yang masuk.
Problematika generasi saat ini orang tua memberi gadget. Zaman dulu saya gak suka baca tapi ibu memberi beberapa komik dan sejarah, awalnya hanya seneng ceritanya lama lama jadi kebiasaan. Kalau ke Jogja mampirlah Toga mas bukunya lumayan terjangkau.
Sedihh dengernya, terima kasih Pak Agung buat toko bukunya yg mendampingi sejak melek huruf
mantap prof , benar ! buku & minat, beda dg "toko" buku nya , ga apple to apple awam mainstream news emang bandingin mulu oligark "toko" dg minat konsumen merakyat jaman now baca meme alias komik bahkan baca slide data2 tersaji dlm grafik wkkwk, "dibacain" podcast, kebaca judul2 title2 list fyp tiktok wkwkwk :
0:24
menurut saya sekarang orang senang
0:25
sekali membaca paling tidak Anda membaca
0:27
di sini bukan jadi membaca tapi yang
0:29
dibaca semakin pendek jadi minat membaca
0:31
tidak turun hanya saja di masyarakat
0:34
menjadi lebih kritis karena punya
0:35
saingan yang jauh lebih menarik yaitu
0:38
punya video punya akses pada sosial
0:42
media yang sudah diringkas yang
0:44
pendek-pendek dan bahkan dalam bentuk
0:46
Meme dan lain sebagainya jadi pilihan
0:48
memang sangat luas tentu saja para
0:50
penyedia buku juga harus memperhatikan
0:52
hal seperti ini tetapi bukan berarti
0:54
bahwa hilang sama sekali orang yang
0:56
ingin membaca buku-buku serius
Dua toko buku di tempat tinggal saya juga tutup, toga mas dan gunung agung. Saya sering mengunjungi toga mas, karna untuk buku pelajaran ada diskon yg ckp lumayan. Mereka tutup sebelum pandemi. Awalnya toko di perkecil kmd tutup selamanya. Klo saya amati ini tjd saat marak market online tjd. Semua mudah dijangkau atau dipermudah juga oleh ebook. Skg yg tersisa hanya gramedia. Kenangan membaca itu banyak di toko buku, dari hanya melihat2 sampai membeli buku.
Ya
terakhir ke kwitang toko-toko buku udah jarang......
..
..
alhamdulillah toko buku buyung masih banyak pengunjung...
Saya lbh suka baca di digital atau di kindle karena lebih praktis dan juga harga lebih murah utk beli buku digital. Tempat penyimpanan tidak susah, gak perlu lemari banyak. Convenient and Efficient. Apalagi dengan adanya TH-cam dan orang2 yg bermurah hati membagi pengetahuan secara cuma2. Lambat laun akan bertambah semakin sedikit yg menjual buku fisik tetapi masih ada aja yg bertahan. Tetapi tidak sebanyak dulu.
Buku adalah jendela dunia sumber ilmu dan pengetahuan banyak sekali kelebihan ilmu dari pada harta. Buku2 serius harus tetap berbentuk cetak (kertas atau lainnya) sebagai warisan pradaban.
Sejak umur 10 tahun, "wisata" terbaikku adalah ke toko buku, baik gramed maupun TGA. Sampai kuliah bisa berjam-jam baca di sana secara gratis tanpa menghiraukan haus dan pegal berdiri. Mengapa? Karena tidak punya uang membelinya. Namun belakangan buku-buku itu lalu dibungkus plastik wrapping, semakin susah dibuka secara ilegal. Setelah bekerja sudah bisa beli buku, namun seiring kesibukan, hobby membaca buku beralih menjadi hobby "membeli" buku tanpa sempat dibaca. Ini dipengaruhi juga karena kondisi mata yang semakin minusnya bertambah dan silindrisnya makin menggila. Sayang hobby baca jadinya terpaksa diakhiri, membaca baru 3 lembar, mata berair dan tidak nyaman.. namun sekarang masih terkadang nostalgia mengunjungi gramed sambil menunjukan kepada anak, dipojok inilah ayahmu menyandarkan sepeda untuk membaca gratis...
Tos beli buku jarang baca 😅
Org Jenius mmg beda, mengingat nama dan tokoh msh sangat baik, sehat trus pah Renald,..
7:20 LA Public Library itu bikin Live music malah
Zamannya memang sudah berubah. Dulu sumber ilmu hanya lewat buku kertas dan guru offline. Sekarang sudah ada e-book, website dan TH-cam dimana kita juga bisa mendapatkan ilmu.
Ambil contoh mau belajar programming language, dulu harus punya buku pegangan, sekarang e-booknya banyak di internet dan video tutorialnya juga sangat banyak di TH-cam. Sudah sangat jarang orang beli buku programming sekarang.
Singkatnya, apapun yang mau dipelajari umumnya tersedia di internet.
Di kota saya, satu atau dua decade lalu Gramedia itu selalu penuh, parkiran sampai membludak. Sekarang parkiran Gramedia tersebut isinya cuma mobil dan motor karyawan. Satu bulan lalu saya beli buku untuk keponakan, cuma dua orang yang belanja.
Banyak cara sudah dilakukan manajemen Gramedia untuk menarik pelanggan, mulai dari tas boleh dibawa masuk sampai jualan snack di dalam gedung namun Gramedia tetap sepi.
Sunatullahnya memang sudah ke arah digital, lihat saja koran rata-rata sudah beralih ke portal online semua. Majalah & tabloit sudah hampir hilang semua. Gen-z sekarang bahkan mungkin gak tahu apa itu tabloit.
Setuju...pak Rhenald bilang...tidak ada "ruh"....itu yg saya rasakan saat ini, berpikir untuk generasi penerus saya....ruh-nya ada di saya...lalu saat membesar....yg ada anak2 saling berebut jatah dan uang...bukan mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan passion.
Saya rasa cukup sudah kita mengenang kejayaan buku fisik dan saatnya kita mengembangkan skill utk membaca buku digital. Tidak ada pilihan lain, kecuali anda mencari special edition printed books yang punya nilai lebih bagi anda, mungkin nilai nostalgia atau edukasi anak atau apapun. Jika anda berfokus di konten maka mulailah bangun digital library anda, mulailah "berlatih" membaca buku digital dan stop bernostalgia, karena ngga akan kembali lagi masa baca buku fisik tersebut. Membaca buku digital bisa dilakukan dengan handphone, dengan aplikasi yang tepat, comment, bookmark dan highlightnya bisa direkam dan dishare, dan konten tetap bisa didapat. Tidak ada perubahan sebenarnya, tapi memang anda butuh skill dan berlatih sebelum terbiasa.
Di internet ada banyak bacaan tapi tetap tidak bisa menggantikan buku. Karena informasi di Internet bersifat bebas bisa diupload siapa saja. Makanya tidak jarang informasinya tidak valid. Namun beda dengan buku, untuk menerbitkan buku harus dicek dan validasi dulu.
Semoga toko buku GRAMEDIA tetap eksis dan maju ...semoga ada toko2 buku lain yang menyusul❤
Setiap gajian ada alokasi buat beli buku ... Seneng banget kalau ke gramedia
Satu hari sebelum lebaran 0:23 kemarin saat mudik ke Jakarta sempat mampir ke Toko Gunung Agung Kwitang selepas jumatan di Istiqlal.
Saat kami datang, hanya ada satu pengunjung yg sedang bertransaksi di kasir. Saya pikir sepi gegara sudah pada mudik keluar Jakarta....
Ternyata memang Gunung Agung sedang tidak baik2 saja...malahan Toko Buku Wali Songo yg berada sejalan dgn Gunung Agung Kwitang sudah lama tutup duluan....
Hilangnya sebuah bukti memori zaman sekolah dulu...
Jayalah industri perbukuan, termasuk toko2 bukunya, baik toko buku besar maupun independent
Bersyukur anakku dulu dari SD sampai kuliah mencintai Buku.
Sehingga membuat Perpustakaan mini utk anak anak.
Mantap
Sy pemilik usaha. Saat melakukan recruitment, sy menanyakan, buku apa yg anda baca selama 1 thn belakang? Usia 19 sd 25 tahun, 98% terakhir kali baca buku saat SMA 😅. Itu pun buku pelajaran. Ada 100 orang yg sy wawancara.
Wow ide bagus tuh pak referensi ngrekrut karyawan. Biar tau seberapa besar kapasitas wawasan calon karyawan
Saya sangat suka baca novel bahasa Inggris. Sayangnya, harganya mahal karena impor. Per tahun kemarin memutuskan pindah ke ebook/e-reader. Tapi, untuk novel-novel dengan cerita menarik, masih diusahakan beli fisik.
Kalo anda domisili di jakarta bisa dateng ke pasar festival di jalan rasuna said, disana ada toko buku bekas dan banyak novel2 bebahasa inggris dengan harga yang terjangkau
@@mercyme3400 Terima kasih infonya. Betul, saya domisili di Jakarta Pusat. Namun, salah satu alasan saya pindah ke e-book juga karena koleksi buku fisik yang saya miliki sudah sangat banyak. Jadi ada alasan decluttering juga sebenernya ^^,