Identitas kebudayaan nasional dlm perdebatan polemik kebudayaan tahun 30, tentu bukan obrolan tanpa tujuan. Terutama pada arah dari gerak kebudayaan itu sendiri. Pasca 45 dn 65 arah itu jelas menjauhkan gerak kebudayaan kita termasuk sastra dari ketimuran atau khazanah kedaerahan yg beragam. Tahun 45 arah kebudayaan bergerak pada revolusi nasional, dan pasca 65 satu ideologi dibungkam sehingga segala aspek kebudayaan bergerak pada alam modernisme yang liberal. Jika obrolan di atas ditarik pada aspek fungsi sastra itu sendiri, penggalian bentuk dn tema dalam karya sastra kita tentu akan punya dampak yang signifikan bagi identitas kebudayaan nasional itu sendiri. Coba tengok, bahkan karya sastra yg ngomongin lokalitas dengan total pun akan sulit menandingi aspek fungsi dari sastra lama semisal mantra penjinak harimau bagi masyarakat Riau. Hal tersebut tentu karena kebudayaan modern dan sastra modern telah mengubah fungsi sastra itu sendiri. Namun kukira sastra Indonesia ini berat sebelah secara estetika, penciptaan sastra yang "misalkan" lebih kolaboratif, partisipatoris, sehingga bentuk, wacana, dan publiknya berkembang karena metode tersebut rasanya kurang berkembang. Padahal melalui metode2 itu jangan2 fungsi sastra bisa kembali didefinisikan.
bang martin, kuntowijoyo pernah membahas sastra profetik yang mungkin bisa bang martin aplikasikan untuk mengklasifikasi terkait sastra yang bertema ketuhanan atau sufistik macam cerpen - cerpen milik danarto atau pusisi - puisi jokpin
Musik jarang bahkan kayaknya ngga pernah denger diomongin di polemik kebudayaan ya kayaknya. di majalah kalam edisi kedua tahun 1994 sebetulnya ada polemik musik, antara Franki Raden, Slamet Abdul Sjukur, Dieter Mack.
Polemik Kebudayaan ada menghindari istilah Politik Kebudayaan dimana posisi Politik dan Kebudayaan berangkat dari konteks pengetahuan dan pemahaman yang terjal atas nilai kebebasan (kemerdekaan) politik dan kebudayaan dan konsep negara RI ke depan, di mana kaum politik mencapai kemerdekaan pada Proklamasi 17 Agustus 2022, dan kaum seniman (budayawan) mencapai kemerdekaan atas Surat Kepercayaan Gelanggang (yang ternyata telah disabotase duluan oleh kaum politik)
Sedikit saran bang Martin, perhatikan juga kondisinya bang, sering kedengaran suara motor ataupalah yang bnyak bisingnya itu. Terus tebarkan ilmu bang. 😁
Maaf ya bang martin, please.. si kepala kardus jangan diajak lagi bang, ga cocok sama abang, bikin gaduh, minim pengetahuan, cocoknya dia masuk di konten2 yg blusukan di sawah dan kebon.. Please ya bang..
Diskusinya berantakan gitu, Bung Martin. Setidaknya didahului dengan masing2 memaparkan pandangannya tentang polemik kebudayaan. Baru tanya jawab, jadi gak saling potong begitu. Kurang nyaman dinikmati, karena banyak pernyataan2 yang belum tuntas, sudah dipotong dan menguap begitu saja. Sekadar saran 🙏.
Identitas kebudayaan nasional dlm perdebatan polemik kebudayaan tahun 30, tentu bukan obrolan tanpa tujuan. Terutama pada arah dari gerak kebudayaan itu sendiri. Pasca 45 dn 65 arah itu jelas menjauhkan gerak kebudayaan kita termasuk sastra dari ketimuran atau khazanah kedaerahan yg beragam. Tahun 45 arah kebudayaan bergerak pada revolusi nasional, dan pasca 65 satu ideologi dibungkam sehingga segala aspek kebudayaan bergerak pada alam modernisme yang liberal. Jika obrolan di atas ditarik pada aspek fungsi sastra itu sendiri, penggalian bentuk dn tema dalam karya sastra kita tentu akan punya dampak yang signifikan bagi identitas kebudayaan nasional itu sendiri. Coba tengok, bahkan karya sastra yg ngomongin lokalitas dengan total pun akan sulit menandingi aspek fungsi dari sastra lama semisal mantra penjinak harimau bagi masyarakat Riau. Hal tersebut tentu karena kebudayaan modern dan sastra modern telah mengubah fungsi sastra itu sendiri. Namun kukira sastra Indonesia ini berat sebelah secara estetika, penciptaan sastra yang "misalkan" lebih kolaboratif, partisipatoris, sehingga bentuk, wacana, dan publiknya berkembang karena metode tersebut rasanya kurang berkembang. Padahal melalui metode2 itu jangan2 fungsi sastra bisa kembali didefinisikan.
Jadi kangen diskusi sewaktu masih proses di ukm sanggar lentera stkip pgri sumenep
Terima kasih obrolannya....
Seru sih menyimak ini. 😆
vangke :D bikin kangen diskusi2 burjo jaman kuliah wkwkwk
Hallo mas salam kenal , saya mahasiswi sastra Indonesia unpam , terimkash udh nambahin ilmu sya🔥🔥
Mantab sodara Berto sukses always dalam sesado
Terima kasih, mas Martin
bang martin, kuntowijoyo pernah membahas sastra profetik yang mungkin bisa bang martin aplikasikan untuk mengklasifikasi terkait sastra yang bertema ketuhanan atau sufistik macam cerpen - cerpen milik danarto atau pusisi - puisi jokpin
Mantap bang di channel lu gua baru tau benang merah antara sastra dan filsafat 👍
kaka berto idolaque
idem
Diskusinya keren bang
Mantullllllllllllllllll 👍🏼
Atau next video bahas sastra secara umum. Thanks om.
Musik jarang bahkan kayaknya ngga pernah denger diomongin di polemik kebudayaan ya kayaknya. di majalah kalam edisi kedua tahun 1994 sebetulnya ada polemik musik, antara Franki Raden, Slamet Abdul Sjukur, Dieter Mack.
Polemik Kebudayaan ada menghindari istilah Politik Kebudayaan dimana posisi Politik dan Kebudayaan berangkat dari konteks pengetahuan dan pemahaman yang terjal atas nilai kebebasan (kemerdekaan) politik dan kebudayaan dan konsep negara RI ke depan, di mana kaum politik mencapai kemerdekaan pada Proklamasi 17 Agustus 2022, dan kaum seniman (budayawan) mencapai kemerdekaan atas Surat Kepercayaan Gelanggang (yang ternyata telah disabotase duluan oleh kaum politik)
Sedikit saran bang Martin, perhatikan juga kondisinya bang, sering kedengaran suara motor ataupalah yang bnyak bisingnya itu.
Terus tebarkan ilmu bang. 😁
Salam hangat, buat fasilitator KBKM 2020 :D
Salam buat sang karakter misterius 😁
Doi jawab, "bangsat!! Suruh pulang ke Inndonesia tuh anak!!"
Bang buku yang dipegang judulnya apa?
Polemik Kebudayaan, suntingan Achdiat K Mihardja terbitan Balai Pustaka
Makasih bang
Ternyata itu yg dimaksud berisik suara motor. Pantesan video2 sebelumnya suka di cut bung hahaha.
Yoi hahahah
Salam pa Martin, mohon minta penjelasan mengenai tesis, antitesis, dan sintesis. Thanks in advance 😊
Bagus buku nya ,beli dimana
Mas di gali Dong mengenai POST MODERNISME
ANJAAAYYYY
Om Martin, mungkin harus ada intro. tema umum sastra di awalan. Klau langsung ke tema inti sastra, yg awam ga paham.
Salam sesado
koplaaakkkk... promosi bukunya gini bangettt wkwkwkwk
Sepertinya saya tau sosok misterius ini 😂
YANG DI TENGAH emang minta ditabok yak?! yah demikianlah cerminan sastra Indonesia saat ini. hihihihihhihi
Comma Book apa Bang...
Yang tengah om mobi
Gereja kristen pasundan udah ada dari sebelum tahun 60an... berdiri resmi aja 1934
Mas mas penutup kepala fungsinya apa ? Hahaha candaa
Gak ada rencana bikin diskusi gini lewat zoom bung? Asik nih kayaknya, apalagi kalau ada yg di tengah wkwkwk
Fix yg pakai topeng gak ngerokok...
27:35 "hilang ditelan LSM" ada ya istilah itu? 😂😂😂😂
Jadi kangen angkringan :(
yang tengah gengges. tapi kalo dimaksudkan begitu ya saya berarti kurang edgy
Maaf ya bang martin, please.. si kepala kardus jangan diajak lagi bang, ga cocok sama abang, bikin gaduh, minim pengetahuan, cocoknya dia masuk di konten2 yg blusukan di sawah dan kebon..
Please ya bang..
Mohon yang tengah jangan diajak lagi om, insignifikan soalnya.
Adegan diam itu 😅😅
Mas POST MODERNISME
sebagai karya sastra. wkwkwkkwk....
Diskusinya berantakan gitu, Bung Martin. Setidaknya didahului dengan masing2 memaparkan pandangannya tentang polemik kebudayaan. Baru tanya jawab, jadi gak saling potong begitu. Kurang nyaman dinikmati, karena banyak pernyataan2 yang belum tuntas, sudah dipotong dan menguap begitu saja. Sekadar saran 🙏.
Oke bung. Kali ini konsepnya memang bukan diskusi seminar, tapi diskusi caur apa adanya kaya di warung kopi gitu bung.
😅😅😅😅😅
Salah Asuhan .
Karya Abdul Muis .
Kebudayaan Indonesia asalah kebudayaan2 daerah. Kebudayaan Indoensia itu absurd.
POST MODERNISME
Bukan ahlinya... Ngalor ngidul ga jelas coy... Heran dg rokok...