LANJUTKAAN Konten Mencerahkan dan Edukasinya .. saya sangat support karna dari kawan2 kita ini Cania Citta, Kumaila, Ade Armando, Ferry dll yang di kampanyekan pemikiranya sudah saatya diseimbangkan kembali karna sudah bisa di bilang sesat pikir di konsumsi oleh khalayak yang tidak punya dasar berfikir kritis dan mengabaikan konteks ... , Narasi yang menganggap logika mistika sepenuhnya salah mengabaikan kompleksitas moralitas manusia. Moralitas tidak dapat direduksi menjadi sekadar logika ilmiah, karena nilai-nilai yang membimbing manusia berasal dari tradisi dan keyakinan yang sering dianggap mistis. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih inklusif-yang menggabungkan logika ilmiah dengan nilai-nilai moral tradisional-adalah solusi yang lebih bijaksana untuk membangun masyarakat yang adil dan seimbang.
Dalam banyak obrolan santai (seperti yang dilakukan diatas), sering kali muncul topik yang mencoba memadukan konsep kepercayaan dengan sains. Biasanya, diskusi ini dimulai dari upaya "men-scientific-kan" kepercayaan. Namun, pada akhirnya, banyak yang tiba pada kesimpulan sederhana: bahwa ada "entitas yang lebih tinggi." Fenomena ini mengundang pertanyaan mendalam-apakah kesimpulan semacam ini merupakan bentuk keimanan, keterbatasan nalar, atau sekadar jawaban praktis? Bayangkan sebuah analogi sederhana: mobil mogok di tengah jalan. Orang yang cenderung percaya pada hal mistis mungkin melihat kejadian ini sebagai "gangguan tak kasat mata." Sebaliknya, orang yang berpikir rasional mungkin mencari penyebab teknis, seperti kerusakan pada mesin. Dua pendekatan ini tentu akan menghasilkan jawaban berbeda. Namun, yang menjadi menarik adalah saat orang yang menggunakan pendekatan rasional, karena tidak menemukan jawaban langsung, akhirnya mengatakan, "Ini mungkin kehendak entitas yang lebih tinggi." Apakah ini bentuk menyerah pada ketidaktahuan, atau justru pengakuan terhadap keterbatasan manusia? Menurut hemat saya, upaya untuk mencocokkan agama dan sains sering kali memunculkan kebingungan. Ini karena keduanya memiliki dasar dan tujuan yang berbeda. Sains bergerak dalam ranah empiris, mencari jawaban berbasis bukti, logika, dan eksperimen. Sebaliknya, agama sering kali berada di ranah keyakinan, memberi panduan moral, spiritual, dan eksistensial yang tidak selalu bisa diuji secara ilmiah. Maka, mencoba menempatkan agama dalam kerangka sains, atau sebaliknya, cenderung menghasilkan ketegangan.
Memang benar, ada banyak hal dalam agama yang secara kasat mata tidak sejalan dengan prinsip sains modern. Namun, ini bukan berarti salah satu harus dibatalkan demi yang lain. Alih-alih mencocokkan keduanya, saya percaya bahwa kita bisa menerima bahwa agama dan sains berjalan di jalurnya masing-masing. Beriman berarti yakin pada hal-hal yang tidak selalu dapat dijelaskan, sementara sains memungkinkan kita untuk terus bertanya dan menemukan jawaban dalam batas pengetahuan manusia.
Klo pake filosofinya film Hunger Games Catching Fire part 2, ketika sistem capitol runtuh krn buah berry beracun yg ditemukan oleh Catnis di arena. Itulah yg sedang dilakukan oleh bbrp founder Malaka projek, mulai dr santet dan garem ruqyah sbg perwujudan buah berry beracun yg berpotensi meruntuhkan paradigma "mistika" (Iman/agama). Klo menurut gua, boroknya materialisme terlihat jelas di sejarah invasi eropa ke Amerika yg didorong oleh kapitalisme (perusahaan). Mungkin ini bisa dibahas dgn mengaitkannya ke materialisme. Mungkin ada berry beracun lainnya yg bisa temen2 temukan, yg bisa menghasilkan efek domino yg mengarah ke jantung materialisme. Dan klo bisa umat islam jgn cmn counter narasi, tp jg membuat narasi yg renyah berdasarkan buah berry beracun yg temen2 temukan.
Mungkin d chanel ini dibahas mas. Setelah meruntuhkan bangunan ideologi kapitalisme dan ideologi komunisme dari pondasinya, lalu dibangun ideologi yang benar sebagai satu satunya solusi untuk manusia.
@kangeniaga370 yes, yg gua tekankan adalah filosofi "buah berry beracun" sbg simbol narasi yg sederhana, mudah dicerna oleh khalayak, tp memiliki pukulan yg mengarah ke jantung materialisme. Terlihat tidak berkaitan tp memiliki kekuatan menggerogoti paradigma materialisme dr bawah. Seperti rayap yg memakan kayu, atau seperti batu nabi Daud yg menumbangkan Goliat, atau seperti nyamuk yg masuk ke dalam kepala firaun dan menewaskannya.
Obrolan mencerdaskan anak bangsa 👍👍
Terus bung❤❤
keren
LANJUTKAAN Konten Mencerahkan dan Edukasinya .. saya sangat support karna dari kawan2 kita ini Cania Citta, Kumaila, Ade Armando, Ferry dll yang di kampanyekan pemikiranya sudah saatya diseimbangkan kembali karna sudah bisa di bilang sesat pikir di konsumsi oleh khalayak yang tidak punya dasar berfikir kritis dan mengabaikan konteks ... , Narasi yang menganggap logika mistika sepenuhnya salah mengabaikan kompleksitas moralitas manusia. Moralitas tidak dapat direduksi menjadi sekadar logika ilmiah, karena nilai-nilai yang membimbing manusia berasal dari tradisi dan keyakinan yang sering dianggap mistis. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih inklusif-yang menggabungkan logika ilmiah dengan nilai-nilai moral tradisional-adalah solusi yang lebih bijaksana untuk membangun masyarakat yang adil dan seimbang.
Lanjutkan.....
Lanjut
Materialistis dan Realistis saja
Dalam banyak obrolan santai (seperti yang dilakukan diatas), sering kali muncul topik yang mencoba memadukan konsep kepercayaan dengan sains. Biasanya, diskusi ini dimulai dari upaya "men-scientific-kan" kepercayaan. Namun, pada akhirnya, banyak yang tiba pada kesimpulan sederhana: bahwa ada "entitas yang lebih tinggi." Fenomena ini mengundang pertanyaan mendalam-apakah kesimpulan semacam ini merupakan bentuk keimanan, keterbatasan nalar, atau sekadar jawaban praktis?
Bayangkan sebuah analogi sederhana: mobil mogok di tengah jalan. Orang yang cenderung percaya pada hal mistis mungkin melihat kejadian ini sebagai "gangguan tak kasat mata." Sebaliknya, orang yang berpikir rasional mungkin mencari penyebab teknis, seperti kerusakan pada mesin. Dua pendekatan ini tentu akan menghasilkan jawaban berbeda. Namun, yang menjadi menarik adalah saat orang yang menggunakan pendekatan rasional, karena tidak menemukan jawaban langsung, akhirnya mengatakan, "Ini mungkin kehendak entitas yang lebih tinggi." Apakah ini bentuk menyerah pada ketidaktahuan, atau justru pengakuan terhadap keterbatasan manusia?
Menurut hemat saya, upaya untuk mencocokkan agama dan sains sering kali memunculkan kebingungan. Ini karena keduanya memiliki dasar dan tujuan yang berbeda. Sains bergerak dalam ranah empiris, mencari jawaban berbasis bukti, logika, dan eksperimen. Sebaliknya, agama sering kali berada di ranah keyakinan, memberi panduan moral, spiritual, dan eksistensial yang tidak selalu bisa diuji secara ilmiah. Maka, mencoba menempatkan agama dalam kerangka sains, atau sebaliknya, cenderung menghasilkan ketegangan.
Memang benar, ada banyak hal dalam agama yang secara kasat mata tidak sejalan dengan prinsip sains modern. Namun, ini bukan berarti salah satu harus dibatalkan demi yang lain. Alih-alih mencocokkan keduanya, saya percaya bahwa kita bisa menerima bahwa agama dan sains berjalan di jalurnya masing-masing. Beriman berarti yakin pada hal-hal yang tidak selalu dapat dijelaskan, sementara sains memungkinkan kita untuk terus bertanya dan menemukan jawaban dalam batas pengetahuan manusia.
Klo pake filosofinya film Hunger Games Catching Fire part 2, ketika sistem capitol runtuh krn buah berry beracun yg ditemukan oleh Catnis di arena. Itulah yg sedang dilakukan oleh bbrp founder Malaka projek, mulai dr santet dan garem ruqyah sbg perwujudan buah berry beracun yg berpotensi meruntuhkan paradigma "mistika" (Iman/agama).
Klo menurut gua, boroknya materialisme terlihat jelas di sejarah invasi eropa ke Amerika yg didorong oleh kapitalisme (perusahaan). Mungkin ini bisa dibahas dgn mengaitkannya ke materialisme.
Mungkin ada berry beracun lainnya yg bisa temen2 temukan, yg bisa menghasilkan efek domino yg mengarah ke jantung materialisme.
Dan klo bisa umat islam jgn cmn counter narasi, tp jg membuat narasi yg renyah berdasarkan buah berry beracun yg temen2 temukan.
Mungkin d chanel ini dibahas mas. Setelah meruntuhkan bangunan ideologi kapitalisme dan ideologi komunisme dari pondasinya, lalu dibangun ideologi yang benar sebagai satu satunya solusi untuk manusia.
@kangeniaga370 yes, yg gua tekankan adalah filosofi "buah berry beracun" sbg simbol narasi yg sederhana, mudah dicerna oleh khalayak, tp memiliki pukulan yg mengarah ke jantung materialisme. Terlihat tidak berkaitan tp memiliki kekuatan menggerogoti paradigma materialisme dr bawah. Seperti rayap yg memakan kayu, atau seperti batu nabi Daud yg menumbangkan Goliat, atau seperti nyamuk yg masuk ke dalam kepala firaun dan menewaskannya.