Mengapa Mecaru

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 5 ก.ย. 2023
  • • Mengapa Mecaru
    Mengapa Mecaru
    #MecaruItuYadnya
    #MecaruTermasukButhaYadnya
    #JenisJenisMecaru
    Dalam butha yadnya dikenal kata mecaru, sebagai aktivitas yadnya untuk nyomia para butha. Dalam tradisi setempat, ditemukan pelaksanaan caru senantiasa menggunakan darah. Beberapa sumber tekstual yang telah sampai kepada kita, memuat informasi caru darah. Darah yang digunakan sebagai caru, tidak hanya darah binatang, tetapi juga darah manusia. Tidak saja darahnya, tetapi juga tubuhnya. Beberapa sumber tekstual yang memuat caru darah binatang dan manusia, akan kita bicarakan kali ini, sebagaimana ditunjukkan pula oleh Hariati Santiko. Dua teks Buddhis, kakawin Arjuna Wijaya dan Sutasoma akan kita rujuk untuk keperluan itu. Di dalam Arjuna Wijaya, konon Rahwana yang memiliki sepuluh kepala, menjalani tapa selama sepuluh ribu tahun. Selama bertapa, Rahwana yang berumur panjang itu, memotong salah satu kepalanya setiap seribu tahun. Persembahan kepala inilah yang disebut caru. Kepala yang dipotong itu dipersembahkan kepada Siwagni yang menyala-nyala dalam kunda. Saat Rahwana akan memotong kepalanya yang terakhir, yakni kepala kesepuluh pada tahun kesepuluh ribu, ia dicegah oleh Dewa.
    Di Bali, baligia marebu bhumi adalah upacara caru yang dilakukan tiap seribu tahun sekali di Besakih. Perhitungan tahun yang digunakan adalah tahun Saka. Itu artinya, tiap ada tiga angka nol dalam tahun Saka, baligia akan digelar. Saya tidak ingin mengaitkan caru kepala yang dilakukan oleh Rahwana dengan baligia. Namun setidaknya kita memiliki catatan bahwa rangkaian upacara seributahunan dicatat dalam teks bernuansa Buddhis.
    Arjuna Wijaya juga mencatat mengenai ajaran bahwa perang adalah caru. Tubuh para pemberani yang gugur adalah kayu bakarnya. Sedangkan darah yang mengalir seperti lautan adalah minyaknya. Dengan kata lain, perang dianggap sebagai upacara. Orang yang melakukan upacara adalah raja, yang disajikan dalam upacara adalah para prajurit. Para pendeta yang turut hadir, sebagai pemimpin upacara. Barangkali, ini pula maksud Mpu Kanwa dengan manghiringi haji [mengiringi Raja] saat angharep samarakarya [menghadapi perang]. Dengan menganggap perang sebagai upacara, orang diperbolehkan membunuh dan dibunuh. Atas nama persembahan, kehidupan boleh dikorbankan [?]. Upacara caru yang menggunakan manusia sebagai korban, juga disebutkan dalam kakawin Sutasoma. Caru itu dipersembahkan kepada Bhatara Kala. Tidak tanggung-tanggung, banyaknya korban ada seratus. Keseratusnya berstatus sebagai raja. Seratus raja itu boleh diganti dengan satu raja yang memiliki klasifikasi seperti Sutasoma. Meski dalam catatan susastra hal ini ada, kini ritual sejenis ini tidak pernah kita ketahui ada. Bahkan, barangkali tidak mungkin akan ada. Selain karena alasan kemanusiaan, tentu sulit menemukan seorang raja yang seideal Sutasoma. Itulah dua teks yang menyebutkan upacara caru darah. Belakangan, ritual-ritual caru bisa kita temui dalam sumber-sumber lontar seperti lontar Salwiring Caru. Lontar ini, salah satunya, dikoleksi oleh Griya Toko yang terletak di Intaran, Sanur. Di dalamnya dimuat beberapa caru yang juga melibatkan darah dan daging binatang. Binatang yang telah disembelih, lalu diolah menjadi tandingan yang disesuaikan dengan urip. Contohnya, daging angsa winangun urip diletakkan di Timur dan diolah menjadi lima puluh lima olahan. Winangun urip terjemahan harfiahnya adalah dibangun hidup. Angsa yang telah disembelih itu lalu ‘dibangun hidup’ lagi dengan meletakkan bayang-bayang [kulitnya yang utuh] secara tertelungkup. Lalu dilengkapi dengan olahan, yang biasanya berupa sate, sejumlah lima puluh lima. Jumlah ini muncul sesuai dengan urip dari masing-masing arah sebagaimana disebutkan dalam ilmu wariga. Urip arah Timur adalah lima, sehingga Angsa yang diletakkan di Timur diolah menjadi limapuluh lima. Rumus ini juga berlaku untuk arah lainnya, dengan binatang yang berbeda.
    Winangun urip salah satu istilah penting dalam ritual caru darah dan daging. Ada banyak cerita dalam susastra tentang orang-orang yang telah mati lalu dihidupkan lagi. Cara menghidupkannya adalah melalui ritual ambayu-bayuan. Di Bali, kita mengenal mabayuh. Bayu memang berarti tenaga, hidup. Orang mati yang dihidupkan untuk dibunuh lagi sebagai persembahan, dapat kita temukan dalam sumber teks Calon Arang. Satu lagi teks bernuansa Buddhis-Tantris.
    Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada TH-cam, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
    Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
    th-cam.com/channels/B5R.html
    Facebook: yudhatriguna
    Instagram: / yudhatrigunachannel
    Website: www.yudhatriguna.com

ความคิดเห็น • 51

  • @arisudiadachannel6728
    @arisudiadachannel6728 10 หลายเดือนก่อน

    Mantap

  • @imadearimas1305
    @imadearimas1305 10 หลายเดือนก่อน

    Sangat menarik pembahasannya

  • @pandesuryani9536
    @pandesuryani9536 10 หลายเดือนก่อน

    Matur suksma Tuaji 🙏🙏🙏

  • @wayangs7761
    @wayangs7761 10 หลายเดือนก่อน

    Suksma Prof. Sangat bermanfaat.

  • @user-jw7eg1gl2v
    @user-jw7eg1gl2v 10 หลายเดือนก่อน

    Suksma tu aji🙏

  • @pitriwidyowati4728
    @pitriwidyowati4728 10 หลายเดือนก่อน

    Matur suksma Prof. 🙏🙏

  • @sugankproductionofficial5
    @sugankproductionofficial5 10 หลายเดือนก่อน

    I say yesss.. Tuaji..

  • @ketutdonder4198
    @ketutdonder4198 10 หลายเดือนก่อน

    Matur suksma atas pencerahannya👏👏👏

  • @kadekitasudarsana3118
    @kadekitasudarsana3118 10 หลายเดือนก่อน

    👍🏻🙏🏻

  • @inengahsumendra
    @inengahsumendra 10 หลายเดือนก่อน

    Om Swastyastu Tuaji...Matur suksma...Sehat Rahayu🌼🌺🙏🙏

  • @NewSekaaGongJaksel
    @NewSekaaGongJaksel 10 หลายเดือนก่อน +2

    Suksma pencerahannya pak prof., namun perlu juga di bahas ttg tetandingan caru termasuk tetandingan ulam carunya, krn yg ada sekarang setiap buku caru beda cara tetandingannya, suksma

  • @intenmayuni4503
    @intenmayuni4503 10 หลายเดือนก่อน

    Terimakasih sesuluhnya… sangat bermanfaat…👍🙏

  • @idabagusweda8827
    @idabagusweda8827 10 หลายเดือนก่อน

    Matur suksma atu aji dumogi kenak lan rahayu

  • @ardhiwirawan8604
    @ardhiwirawan8604 10 หลายเดือนก่อน

    Om swastyastu, seorang sastrawan Bali modern narasumber membahas "caru" dari aspek etimologis, historis, dan teologis yang sangat bagus dan penting diketahui oleh umat Hindu. Terima kasih atas pencerahannya bapak Dharma Putra dan juga Ratu Aji Prof. Dr. IBG Yudha Triguna atas sesuluhnya yang sangat luar biasa bermanfaat untuk peningkatan pemahaman dan pelaksanaan agama Hindu👍🙏

  • @sudarsiniganik4
    @sudarsiniganik4 10 หลายเดือนก่อน

    Maturnuwun tambahan wawasannya Prof. Yuda&Narsum🙏

  • @kadeksudiana6656
    @kadeksudiana6656 10 หลายเดือนก่อน

    Suksma Tuaji, Narasumber atas pencerahannya, salam sehat Rahayu 🙏🙏

  • @dayangcantika9823
    @dayangcantika9823 10 หลายเดือนก่อน

    Suksme Tu Aji, untuk Channel berikutnya tolong jelaskan masalah ngider caru apakah ngider caru berlawanan dengan arah jarum jam atau mengikuti arah jarum jam dan tolong jelaskan urutan ngidernya, pertama ,kedua apa, ketiga apa dan seterusnya.
    Suksme banget Tu Aji

    • @yudhatrigunachannel5379
      @yudhatrigunachannel5379  10 หลายเดือนก่อน

      Tonton video Mapurwadaksina dan Maprasawiya. Saat mecaru, berputar dari berlawanan dengan jarum jam.

  • @ketut1620
    @ketut1620 6 หลายเดือนก่อน

    Salam Rahayu dari Klungkung Bali 😍🙏🏻🙏

  • @gustiyusha3888
    @gustiyusha3888 10 หลายเดือนก่อน

    Ampura Ida Bagus Aji, tiyang metaken , kalau saat hari Otonan yg kuliah di luar daerah bali cukup hanya pakai Pejayi saja. Suksema

  • @ninengahkaruniati1867
    @ninengahkaruniati1867 10 หลายเดือนก่อน

    Rahajeng ratu aji prof. Becik pencerahan niki ttg mecaru 🙏🏻🙏🏻

  • @dilaatmaja3241
    @dilaatmaja3241 8 หลายเดือนก่อน

    SALAM RAHAYU RAHAYU DARI KAMPIAL NUSA DUA BALI ❤

  • @user-qv9sf4ks5u
    @user-qv9sf4ks5u 9 หลายเดือนก่อน

    Buin kaukin buin dundungin bhuta kalane , kayaknya perlu kajian ulang tata cara mecarunya agar bhuta kalanya di perdayakan entah menjaga pura ,rumah dll

    • @yudhatrigunachannel5379
      @yudhatrigunachannel5379  9 หลายเดือนก่อน

      Berdasarkan sastra dan bukti tinggalan masa lalu. Kalau kajian ulang silakan, apalagi untuk menjaga rumah bukan wewenang kami.

  • @linda.accp_linda.accp_6795
    @linda.accp_linda.accp_6795 8 หลายเดือนก่อน

    Omsuastiastu ratu aji yudha triguna sareng bapak narasumber 🙏. Titiang jagi metaken ? Ritat kale mecaru pengideran nyane ngemargiang pebersihan kekanan napi kekiri ? Nunas penjelasan nyane .matur sukseme 🙏

    • @yudhatrigunachannel5379
      @yudhatrigunachannel5379  6 หลายเดือนก่อน

      Wenten penjelasan ring konten lainnya: "Mapradaksina dan Maprasawiya'

  • @agungpiloting8768
    @agungpiloting8768 8 หลายเดือนก่อน

    Om Swastyastu Ratu Aji, becik pisan topiknyane, nanging kurang panjang niki durasinya. Tityang wenten takenang akidik, yen sekadi dirumah, ring dije manten patutnyane mecaru? Trus mecaru napi anggen? Suksma tuaji,

  • @sammeonk2526
    @sammeonk2526 7 หลายเดือนก่อน

    Menurut saya mengutamakan upacara di jaman kali sudah tidak jamannya lagi menjadi hal yg utama. Berbicara masalah Bhuta Yadnya/Korban suci kepada alam pada jaman kali/jaman logika ini yang utama adalah tindakan nyata memelihara kelestarian alam ini bukan hanya sekedar ritual yg bersifat simbolis. Berkorban kepada Bhuta kala jaman kini tidak lagi hanya dimaknai sebagai yg gaib, karena kegaiban pada jaman kali sudah tidak nampak, akan tetapi Bhuta Kala dimaknai sebagai konsep materi, ruang dan waktu sesuai makna Bhuta (materi dan ruang) dan Kala (waktu). Kadang kala yang melakukan upacara mecaru justru akhirnya membuang carunya itu ke sungai yg justru merusak kebersihan alam.

    • @yudhatrigunachannel5379
      @yudhatrigunachannel5379  6 หลายเดือนก่อน

      Setuju untuk tindakan nyatanya; agama termasuk tutur adalah sumber bagaimana seharusnya tindakan nyata itu dilakukan. Bagaimana bisa kita melakukan tindakan nyata, jika sumber nasehat laku itu tidak pernah kita ketahuai.

    • @sirpang9056
      @sirpang9056 6 หลายเดือนก่อน

      ​@@yudhatrigunachannel5379 Tiang sepakat ratu aji, agama adalah tuntunan untuk laku kita sebagai umat. Dengan perkembangan science yg semakin maju bukan berarti kita harus melupakan keyakinan kita yg secara keilmuan belum dapat dibuktikan namun harus berjalan beriringan. Maka kata filsuf, ilmu pengetahuan tampa sastra agama menjadi gelap, agama tanpa ilmu akan menjadi fanatik berlebihan. Rahayu ratu aji.