Ziarah ke Makam Raja-raja Mataram di Imogiri

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 4 มี.ค. 2024
  • Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 -1645) adalah raja ke-3 yang pernah memerintah di Kesultanan Mataram Islam pada tahun 1613-1645.
    Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan.
    Dilansir dari laman BPCB DIY, terdapat beberapa sumber tertulis seperti Babad Momana dan Babad ing Sangkala yang menyebut bahwa Sultan Agung memerintahkan pembuatan pemakaman kerajaan tersebut.
    Pembangunan kompleks pemakaman raja di Bukit Merak ini dimulai pada tahun 1554 Saka atau 1632 Masehi.
    Sultan Agung membangun kompleks makam di Imogiri dengan maksud untuk digunakan sebagai pemakaman keluarga dan keturunan raja-raja Kesultanan Mataram Islam.
    Sebenarnya waktu itu Sultan Agung telah memerintahkan untuk membangun pemakaman keluarga kerajaan di Bukit Girilaya.
    Namun, karena Panembahan Juminah yang mengawasi pembangunannya pemakaman meninggal dan dimakamkan di Giriloyo, maka Sultan Agung memerintahkan untuk membuat pemakaman baru.
    Melalui pemilihan lokasi yang tidak sederhana, akhirnya Sultan Agung memilih Bukit Merak sebagai lokasi pembangunan pemakaman.
    Pemilihan lokasi makam di tempat yang tinggi ini mengingatkan pada kepercayaan masyarakat di masa lalu bahwa arwah nenek moyang akan bersemayam di tempat yang tinggi.
    Sementara dilansir dari laman KIKOMUNAL Kemenkumham RI, sebenarnya Sultan Agung ingin dimakamkan di sebuah tempat di Mekah yang memiliki tanah yang harum.
    Namun hal itu diurungkan setelah mendapat pertimbangan dari sahabatnya yang juga seorang ulama, dengan alasan rakyat Mataram akan kesulitan jika ingin mengunjungi makamnya. Sebagai gantinya, ulama tersebut menyarankan Sultan Agung untuk membawa segenggam tanah yang harum itu untuk dibawa ke Mataram. Setibanya di Mataram, tanah yang harum tersebut kemudian dilemparkan Sultan Agung dan jatuh di daerah Giriloyo. Rupanya pembangunan makam bukan hanya mempersiapkan lubang namun membangun kompleks makam yang melibatkan ribuan orang.
    Paman Sultan Agung yaitu Gusti Juminah ikut membantu mengawasi pembangunan makam, namun kemudian ia jatuh sakit hingga meninggal dan lalu dimakamkan di kompleks tersebut.
    Karena pamannya sudah dimakamkan di Giriloyo, Sultan Agung pun merasa kompleks makam tersebut tidak akan cukup untuk keluarga dan keturunannya. Sultan Agung pun mengambil sisa tanah yang berbau harum kemudian melemparnya ke selatan dan jatuh di Bukit Merak. Di tempat inilah kompleks makam akhirnya dibangun dan dibagi menjadi beberapa bagian yang dimaksudkan tidak hanya untuk dirinya sendiri, namun juga untuk keluarganya. Hingga akhirnya pada tahun 1645 Sultan Agung wafat dan sesuai keinginannya maka jasadnya pun dimakamkan di tempat tersebut.
    Makam Sultan Agung menjadi makam pertama sekaligus makam induk yang disebut Kasultanagungan. Setelah itu barulah kompleks makam ini digunakan sebagai makam untuk raja-raja setelahnya. Adapun setelah terjadinya Perjanjian Giyanti, kompleks makam ini terbagi dua yaitu bagian barat untuk makam raja-raja Kasunanan Surakarta dan bagian timur Kasultanan Yogyakarta.
    Asal Nama Pajimatan Imogiri Nama Pajimatan Imogiri yang disematkan pada Makam Raja Imogiri berasal dari gabungan dua suku kata ‘pajimatan’ dan ‘imogiri’. Pajimatan berasal dari kata ‘jimat’ yang mendapat awalan pa- dan akhiran -an, untuk menunjukkan tempat, sehingga bermakna sebagai tempat untuk jimat atau tempat pusaka. Sedangkan Imogiri atau Imagiri berasal dari kata ‘ima’ atau ‘hima’ yang berarti berawan atau awan yang meliputi gunung, dan giri yang berarti gunung.
    Info lebih lengkap cek sumber :
    - budaya.jogjaprov.go.id
    - kratonjogja.id
    - yogyakarta.kompas.com
    Follow juga :
    Titkok, Instagram & Facebook
    @iqbaltobing92

ความคิดเห็น • 16