Allah itu tidak ada di depan, tidak di belakang, tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kiri, tidak di kanan. Jadi sebenarnya Allah itu ada atau tidak? Atau ada tapi sekaligus tidak ada, atau memang hanya ada di teks?
Bro ana tanya ente,akal ente ada apa tidak ada? Klo ada tolong tunjukkan dan perlihatkan seperti apa bentuk akal anda? Sesuatu yg tak nyata bukan berarti tidak ada, contoh nya akal anda,ada tapi tak nyata ,mudah mudahan paham kawan ku
NGUSTAD KALID BERMASALH MUJASIMAH, "Allah Maujud Bila Makan" memiliki ARTI bahwa Allah wujud /ADA .tanpa tempat dan tidak memerlukan tempat. Allah juga maha suci dan tidak bersifat seperti makhluk.
Pemahaman Wahabi tentang dimana Alloh, diperoleh kepercayaan dari budak wanita! Terkait dengan qunud, kebenaran mengikuti pendapat anak kecil, Padahal ayat dan hadis lain uang lebih mendekati kebenaran,
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit ------------------------------- 1.Imam Abu Hanifah Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar, من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر “Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2] Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata, سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5] Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan, الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7] Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata, جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج “Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata, الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ “Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9] Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah. Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata, القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد “Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11] Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13] Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض “Apa makna firman Allah, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ “Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14] مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15] Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.” Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata, قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16] Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya, كيف نعرف ربنا “Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab, في السماء السابعة على عرشه “Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan, هكذا هو عندنا “Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit ------------------------------- 1.Imam Abu Hanifah Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar, من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر “Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2] Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata, سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5] Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan, الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7] Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata, جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج “Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata, الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ “Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9] Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah. Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata, القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد “Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11] Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13] Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض “Apa makna firman Allah, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ “Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14] مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15] Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.” Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata, قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16] Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya, كيف نعرف ربنا “Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab, في السماء السابعة على عرشه “Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan, هكذا هو عندنا “Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Udah pinter dan lurus salafi. Gak kaya ngaswaja saking belok nya susah di lurusin....joget di kajian,tawuran,ngaco dah . Sama heripras aja kocar kacir pemahaman kalian 😂😂
Iya lah ,,kami hanya orang orang bodoh,,beda dengan kalian yang mendapat hidayah langsung,,kami baru mencari,,ente ente mah enak diberi hidayah lewat DOKTOR DOKTOR DOKTOR,, lulusan madinah😂😂😂
Tahukah sampai detik ini TIDAK ADA SATU ILMUAN PUN YANG MENCARI TAHU BERAPA HASIL. BILANGANDI BAGI NOL MEREKA CUKUP MENJAWAB DENGAN TIDAK TERDEFINISI HANYA ORANG DUNGUKMAX yang mencoba mencari tauhu jawabanya berapa tidak terdefinisi tersebut Karena apa? Karena mereka harus memulai dengan MENDEFINISIKAN YANG TIDAK TERDEFINISI.. Ini saja SUDAH MUSTAHIL.. Karena KALAU HAL YANG TIDAK TERDEFINISI BISA DI DEFINISIKAN.. MAKA MENJADI BUKAN TIDAK TERDEFINISI. Sama halnya dengan HAL GHAIB.. KUASA ALLAH SWT Adalah #DUNGUX2THEMAXKUADRAT MENCOBA MENDEFINISIKAN HAL YG GHAIB MENDEFINISIKAN KUASA ALLAH SWT . Kalau BISA DIDEFINISIKAN.. MAKA NAMANYA BUKAN ALLAH Paham?? SUSAH KELOMPOK MUJASIM PARA AHLUL BIDAH PEMBAGI TAUHID MENJADI 3 MAH Ngapai amat cari tahu ALLAH SWT DIMANA Mau dimanapun ALLAH SWT.. Yang PENTING.. DI IMANI Sekte NAAAAAAJD RIBET AMAT
Jika sesuatu yang mereka sebut di atas kita, maka itu berarti sesuatu yang mereka sebut itu ada di bawah seberang bumi yang lain, berarti di mana atas atau bawah?, bahkan di seberang sisi yang lain yang bagi sisi seberang di atas, berarti ada di kanan dan kiri kita juga dong, penduduk bumi dari keempat arah bingung, sesuatu yang mereka sebut tersebut ada di atas, bawah, kanan, atau kiri, atau sebelah bawah serong ke kanan?
Jika sesuatu yang mereka sebut di atas kita, maka itu berarti sesuatu yang mereka sebut itu ada di bawah seberang bumi yang lain, berarti di mana atas atau bawah?, bahkan di seberang sisi yang lain yang bagi sisi seberang di atas, berarti ada di kanan dan kiri kita juga dong, penduduk bumi dari keempat arah bingung, sesuatu yang mereka sebut tersebut ada di atas, bawah, kanan, atau kiri, atau sebelah bawah serong ke kanan?
teori bumi datar Syaikh Ibn Baz? secara ringkas. ChatGPT said: Secara ringkas, Syaikh Ibn Baz tidak secara eksplisit mengajarkan bahwa bumi itu datar. Tuduhan bahwa beliau mendukung teori "bumi datar" berasal dari salah tafsir atas pandangannya dalam buku "Al-Adillah al-Naqliyyah wa al-Hissiyyah 'ala Jarayan al-Syams wa Sukuni al-Ardh". Dalam buku tersebut: Pandangan Utama: Beliau mengkritik teori heliosentrisme (matahari sebagai pusat tata surya) dan rotasi bumi, berlandaskan interpretasi literal terhadap ayat-ayat Al-Qur'an. Bentuk Bumi: Beliau tidak menyatakan secara tegas bahwa bumi itu datar, tetapi menekankan bahwa bumi "terhampar" berdasarkan teks Al-Qur'an. Kontroversi: Pandangan ini sering disalahpahami sebagai dukungan terhadap "bumi datar," padahal fokus beliau adalah mempertahankan wahyu sebagai rujukan utama, bukan pada bentuk geometris bumi. Kesimpulan: Tuduhan bahwa Ibn Baz percaya "bumi datar" kurang akurat; pandangan beliau lebih bersifat teologis, bukan sains definitif.
@@tirjayanto datar dan bulat tergantung disimana kita lihat.kita lihat bulan bulat ,jika kita berada dibulan tentu yg dilihat dan dirasakan bulan datar
Jika sesuatu yang mereka sebut di atas kita, maka itu berarti sesuatu yang mereka sebut itu ada di bawah seberang bumi yang lain, berarti di mana atas atau bawah?, bahkan di seberang sisi yang lain yang bagi sisi seberang di atas, berarti ada di kanan dan kiri kita juga dong, penduduk bumi dari keempat arah bingung, sesuatu yang mereka sebut tersebut ada di atas, bawah, kanan, atau kiri, atau sebelah bawah serong ke kanan?
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit ------------------------------- 1.Imam Abu Hanifah Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar, من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر “Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2] Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata, سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5] Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan, الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7] Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata, جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج “Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata, الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ “Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9] Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah. Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata, القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد “Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11] Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13] Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض “Apa makna firman Allah, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ “Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14] مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15] Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.” Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata, قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16] Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya, كيف نعرف ربنا “Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab, في السماء السابعة على عرشه “Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan, هكذا هو عندنا “Begitu juga keyakinan kami.”[17]
@@UserTH-cam-is5vjpesawat yg terbang d atas kita, eh ga taunya pesawat itu terbang di bawah orang yg di belahan bumi yg lain! Ko bisa ya? Kangan3 pemahaman kita yg belum sempurna? Wa ha ha ha
😂😂 junjunganmu mau cari folowers, biar bisa dapat duit dr konten yg gak jelas ... sok pintar, sok dingin... tapi gak ada isi... Coba suruh AA GURITA itu bahas Aqidah para IMAM 4 Mazhab.. biar dia bisa belajar bgmn Aqidah yg benar...
@@sofyanpian9801 Bukti manusia paling Sesat adalah tukang takwil Qur'an. Qolallah: "...Dan orang orang yang hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang (mutasyabihat) untuk mencari fitnah dan mencari cari takwil nya, padahal tidak ada yang mengetahui takwil kecuali Allah..."(QS 03 07) Sofyan Jangan bicara agama tanpa dasar dalil.
Allah memberikan akal kepada manusia untuk di pergunakan agar bisa membedakan benar atau salah, seluruh ulama mengkaji berbagai dalil menggunakan akal, akal akan tunduk dengan kebenaran dalil, bukan cuma di baca langsung di imani saja,itu namanya beragama tak menggunakan akal yg Allah berikan
@Kal14Sehat Kamu tahu arti DIIMANI? Dipercaya sepenuh hati, diikrarkan dengan lisan, dilaksanakan dalam PERBUATAN. "DIA BERSEMAYAM DI ATAS 'ARSY" Itu ada 7 ayat. DIA yang di langit ada 2 ayat. PAHAM KAL? JANGAN MENGELIRUKAN FIRMAN ALLAH. Allah itu AL HAQQ: ==== ALLAH MAHABENAR ==== PAHAM KAL? RA PAHA RA FOFO .... ☆☆☆
@@Kal14Sehat Betul pakai AKAL SEHAT, tapi AKAL SEHATNYA orang beriman. Akal SEHATNYA orang BERIMAN itu DIUNGGULKAN, tapi KEUNGGULNYA tidak melebihi wahyu. PAHAM? AFALAA TA'QILUUN? "Hanya orang-orang yang BERAKAL SEHAT yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah" (Al-Baqarah: 269) "Tidak dapat mengambil pelajaran dari al-Qur'an melainkan orang-orang yang BERAKAL" (Ali-Imran ayat 7). Tanpa AKAL SEHAT agama Islam tidak punya arti APA-APA. INGAT ...! AKAL SEHAT orang beriman yang dipimpin oleh WAHYU, bukan AKAL SEHATNYA orang NON MUSLIM. PAHAM KAL? RA PAHA RA FOFO .... ☆☆☆
@praptobrewok5832 alhamdulilah akhirnya ana bisa menyadarkan ente perlunya akal sehat dalam beragama, jangan balik lagi ke pemahaman yg lama yaa mas bro, pemahaman imani saja
nah dinasti saud dan kerajaan nya bisa berdiri karna masyarakat nya di gerakan oleh ideologi muhammad bin abdul wahab, jadi otoritas saudi itu warisan wahabii @@emilsandi99
@@sayyidalamien4937 kalaulah wahabi sesat secara otomatis yg naik haji dan umroh sholatnya nggak sah karna dipimpin oleh imam wahabi dan mana mungkin ALLAH TA'ALA mengizinkan orang² sesat jadi imam sholat di tanah suci Makkah dan Madinah, kalaulah mereka yg jadi imam kalian anggap sesat berarti Makkah dan Madinah bukan kota suci lagi karna di imami oleh orang² sesat.
* @HAMBA KALSEH Sejak zaman Nabi ADAM HIDAYAH itu milik Allah, diberikan kepada siapa saja itu HAK PREROGATIF ALLAH. PAHAM HAMBA KALSEH? "FA''AALUL LIMAA YURIID" (AL BURUJ 16) "MAHAKUASA BERBUAT APA SAJA YANG DIA KEHENDAKI." Allah MENYESATKAN siapa yang DIA KEHENDAKI, dan memberi PETUNJUK kepada siapa yang DIA KEHENDAKI. Semua TERSERAH Allah, HAK PREROGATIF ALLAH. Allah nggak butuh usulmu, atau persetujuanmu, EMANGNYA KAMU SIAPA? KAMU ITU MAKLUK YANG LUCU, MENDEWAKAN AKAL SEHAT KAMU. Padahal AKAL SEHAT kamu itu pun milik Allah, bahkan kamu pun milik Allah. AKAL SEHAT kamu itu TERBATAS, nggak bisa menolong kamu, karena pertolongan itu hanya Allah yang bisa melakukan. MASYAALLAH, LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH. Semua hal terjadi atas kehendak Allah, tidak ada daya dan upaya yang dapat berhasil tanpa pertolongan Allah. PAHAM HAMBA KALSEH? RA PAHA RA FOFO .... ☆☆☆
Bnar ayatnya tpi kliru mmahaminya,alloh diatas arasy sbgmna ayat tnpa ditakwil oke,nmun artinya alloh diluar dimensi fisik dgn ruang dan waktu,knpa? Krna arasy itu trtinggi,tdk ada lg makhluk diatasnya,sdngkan materi waktu tempat dan arah angin smuanya makhluk,jdi limited sampe arasy
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit ------------------------------- 1.Imam Abu Hanifah Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar, من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر “Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2] Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata, سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5] Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan, الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7] Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata, جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج “Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata, الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ “Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9] Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah. Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata, القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد “Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11] Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13] Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض “Apa makna firman Allah, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ “Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14] مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15] Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.” Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata, قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16] Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya, كيف نعرف ربنا “Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab, في السماء السابعة على عرشه “Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan, هكذا هو عندنا “Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit ------------------------------- 1.Imam Abu Hanifah Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar, من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر “Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2] Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata, سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5] Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan, الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7] Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata, جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج “Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata, الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ “Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9] Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah. Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata, القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد “Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11] Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13] Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض “Apa makna firman Allah, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ “Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14] مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15] Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.” Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata, قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16] Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya, كيف نعرف ربنا “Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab, في السماء السابعة على عرشه “Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan, هكذا هو عندنا “Begitu juga keyakinan kami.”[17]
@MuhammadUsman-e3b8l Silahkan baca2 kitab tafsir ibnu katsir sj Atau kitab tafsir lainnya .....akal kita hanya mampu di 3 dimensi ......diluar itu menelusuri kemaha ghoiban tak kan mampu ....ttng logika adzab kubur, malaikat munkar nakir , terangkatnya do'a , ...dll ....apalagi bicara ttng dzat dan sifat Alloh . Kembalikan sj rujukan kita pd bagaiman beragamanya dan pensikapan shohabat , tabi'in dan ulama2 sunah lainnyaa. ....jangan seoerti kambinggarut ...yg merasa lebih tahu depd rosululloh, shohabat .....dan gilanya merasa lebih tahu ini dan itu ttng ALLOH. DIA TERPAPAR ALIRAN MUKTAZILA, SUFI DG FILSAFATNYA ....JG SYI'AH. DIA BANYAK NGIBULNYA.
Ngapain juga kuliah di Madinah,,KLO bahasa arab sutad wahabi masih selevel Tsanawiyah 😂😂😂😂,,di Garut juga banyak pesantren yg lebih kompeten dibanding universitas Madinah yg hanya mengejar gelar,,,
1, Tak ada satu orangpun di antara kalangan salafi yang mendeklarasikan dirinya sebagai WAHABI. ----------fasih amat bilang Wahabi........---------- 2, Tak ada satu orangpun dari salafi yang berkata ALLAH bertempat di ' Arsy , ------- Si AA .... kadang- kadang juga ....! Pikaseurieun ,
Pasti lebih besar? Matahari di mana? di atas Bumi. Matahari lebih besar dari Bumi. Ibu ada di mana? Di atas dingklik. Jadi Anda membuat aturan sendiri, tantrum sendiri.
Aa ti garut, lupakan dalil hawa nafsu, ada sekitar 8 milyar penduduk saat ini, jika mau pakai logika, logika dari otaknya siapa? Kan sudah ada dalil yang sangat jelas dan banyak sekali, lagipula mengatakan Allah di atas langit atau diatas arasy tidak akan pernah bertentangan dengan logika dan akal kita, akal sehat kita.
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit ------------------------------- 1.Imam Abu Hanifah Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar, من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر “Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2] Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata, سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5] Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan, الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء “Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7] Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata, جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج “Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman, الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى “Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata, الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ “Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9] Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah. Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata, القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد “Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11] Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13] Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya, ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض “Apa makna firman Allah, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ “Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14] مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ “Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15] Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.” Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata, قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16] Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya, كيف نعرف ربنا “Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab, في السماء السابعة على عرشه “Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan, هكذا هو عندنا “Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Pendapat yang menyatakan bahawa Allah boleh bergerak atau mengalami perubahan adalah isu kontroversi yang sering dibangkitkan oleh beberapa kelompok Salafi moden, tetapi perlu difahami bahawa ulama Salaf klasik, termasuk Imam al-Tabari, secara konsisten menolak idea bahawa Allah terikat dengan sifat makhluk seperti gerak, diam, atau bertempat. Berikut adalah penjelasan berdasarkan karya dan pandangan ulama Salaf klasik: --- 1. Imam Abu Hanifah (80-150H) Imam Abu Hanifah secara eksplisit menolak konsep gerak, diam, dan bertempat bagi Allah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar: "Allah tidak menyerupai makhluk-Nya. Dia tidak bertempat, tidak disifatkan dengan gerak, perpindahan, atau diam. Allah ada sebelum Dia menciptakan tempat; dan Dia ada tanpa bertempat." Huraian: Pernyataan ini menolak semua sifat yang menunjukkan perubahan atau keperluan kepada tempat dan ruang, yang merupakan sifat makhluk. --- 2. Imam Malik bin Anas (93-179H) Ketika ditanya mengenai istawa (Allah bersemayam di atas Arasy), Imam Malik menjawab: "Istawa itu diketahui, kaifiatnya tidak diketahui, beriman kepadanya adalah wajib, dan bertanya mengenainya adalah bid‘ah." Huraian: Imam Malik mengelak memberi tafsiran berbentuk fizikal seperti gerak atau bertempat, kerana itu akan membawa kepada tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk). --- 3. Imam Ahmad bin Hanbal (164-241H) Imam Ahmad juga menolak sifat gerak dan perubahan pada Allah, walaupun beliau dikenali sebagai seorang ulama yang banyak membahas sifat-sifat Allah. Beliau berkata: "Allah tidak disifatkan dengan sifat makhluk. Dia tidak bergerak, tidak diam, dan tidak berubah, kerana semua itu adalah sifat makhluk." (Riwayat Ibn Battah dalam al-Ibanah al-Kubra) Huraian: Imam Ahmad berpegang pada prinsip bahawa sifat-sifat Allah adalah azali dan tidak tertakluk kepada perubahan seperti gerak atau diam. --- 4. Imam al-Tabari (224-310H) Imam al-Tabari, dalam tafsirnya (Jami‘ al-Bayan), menyebut secara konsisten bahawa Allah tidak terikat dengan sifat makhluk: Ketika menafsirkan ayat "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya" (Surah Ash-Shura: 11), beliau menulis: "Segala sifat yang menunjukkan kekurangan, seperti perubahan, gerak, dan perpindahan, mustahil bagi Allah." Huraian: Imam al-Tabari menegaskan bahawa Allah bersifat sempurna dan azali, sementara sifat perubahan atau gerak hanya berlaku pada makhluk. --- 5. Imam al-Shafi‘i (150-204H) Imam al-Shafi‘i juga menolak tasybih dan tajsim (menyerupakan Allah dengan makhluk): "Sesiapa yang mengatakan bahawa Allah duduk di atas Arasy seperti duduknya manusia, atau bergerak, maka dia telah kufur." (Riwayat al-Bayhaqi dalam Manaqib al-Shafi‘i) Huraian: Imam al-Shafi‘i menolak keras semua sifat yang membawa kepada menyerupakan Allah dengan makhluk, termasuk gerak dan diam. --- 6. Ijmak Ulama Salaf: Para ulama Salaf sepakat bahawa Allah tidak bersifat seperti makhluk, yang mencakup: 1. Tidak bergerak atau diam Gerak atau diam menunjukkan perubahan keadaan, yang mustahil bagi Allah kerana Dia bersifat azali. 2. Tidak bertempat Allah tidak memerlukan tempat atau ruang, kerana tempat adalah makhluk yang diciptakan-Nya. --- Salafi Moden dan Isu Pergerakan Allah Sebahagian Salafi moden seperti Ibn Uthaymeen atau Muhammad bin Abdul Wahhab mengambil pendekatan literal terhadap sifat-sifat Allah, termasuk harakah (gerakan), dengan alasan mereka berpandukan teks secara zahir. Mereka mendakwa bahawa Salaf tidak menolak konsep gerakan atau kebaharuan pada Allah, tetapi pandangan ini tidak sepenuhnya selari dengan ijmak ulama Salaf klasik. Sebaliknya, Salaf klasik seperti Imam Ahmad, Abu Hanifah, Malik, dan al-Tabari tegas menolak sebarang bentuk perubahan, gerak, atau tempat bagi Allah, kerana itu membawa kepada tasybih dan tajsim. --- Kesimpulan: 1. Imam al-Tabari tidak bersendirian. Pendapatnya bahawa Allah tidak bergerak, diam, atau bertempat adalah selari dengan ijmak ulama Salaf. 2. Salaf klasik sepakat menolak sifat-sifat seperti gerakan, perpindahan, atau perubahan bagi Allah, kerana sifat tersebut adalah tanda kekurangan, yang hanya berlaku pada makhluk. 3. Pandangan bahawa Allah boleh bergerak atau mengalami perubahan adalah penafsiran moden yang menyimpang dari prinsip Salaf.@@sriastuti2454
@@sriastuti2454 Terjemahan mengikuti metodologi Tasybih-Tajsimnya ajaran Wahhabi, padahal ke 4 Imam Madzhab jelas menyatakan sesat thd pemahaman Tasybih-Tajsim. Penganut paham Tasybih-Tajsim digolongkan sbg Ahlulbid'ah. Uraian yg disusun dan ditulis oleh para penyeru ajaran Wahhabi sbgmn yg ente copas, itu adalah bagian tipu muslihat utk meyakinkan jemaatnya kalo aqidah 3 Tauhidnya bersumber dari ulama Salaf. Faktanya semua penyerunya, baik syaikh maupun sutad2 nya, tidak satu pun yg memiliki sanad shohih keilmuan dari para Imam Madzhab.
Kacau bang coba baca ini : Jika sesuatu yang mereka sebut di atas kita, maka itu berarti sesuatu yang mereka sebut itu ada di bawah seberang bumi yang lain, berarti di mana atas atau bawah?, bahkan di seberang sisi yang lain yang bagi sisi seberang di atas, berarti ada di kanan dan kiri kita juga dong, penduduk bumi dari keempat arah bingung, sesuatu yang mereka sebut tersebut ada di atas, bawah, kanan, atau kiri, atau sebelah bawah serong ke kanan?
Kamu Menambahkan Pemahamanmu Sendiri Untuk Menyalahkan Pendapat Ustadz Khalid Basalamah. Bagaimana Cara Memahamimu Untuk Membenarkan Pendapat Ustadz Khalid Basalamah. Hati2 Perkataan Ustadz Khalid Masih Mengandung Kebenaran Hanya Saja Cara Memahamimu Belum Sampai Karna Kamu Menambahkan Pemahamanmu Sendiri Untuk Menyalahkan Pendapat Ustadz Khalid Basalamah.
Dari pemahaman 1/3 malam Allah turun dari langit aja Wahabi udah aneh, karena Dunia Bulat dan waktu 1/3 malam itu pasti selalu ada di bagian bumi yang lain, terus menerus sampai bumi hancur. Aneh jika Pemahaman mereka jika Allah turun dari langit dan naik ke langit terus menerus sementara di sisi lain mereka bilang jika Allah di atas.
sepertiga malam itu bagi makhluk. kalo tuhan yg mncipatakan itu semua ya ga terpengaruh lah. jgn mujasimah mas bro, akibatnya anda menolak sifat nuzul. trs mau ditakwil rahmatnya? lah knp rahmatnya hanya turun di langit pertama?
@staircasefx9 Bre bre beragama memang pake akal tapi ada tempat-tempat dimana akal harus tunduk sama dalil😊 ga mampu akal kita....perihal Allah turun dilangit dunia harus antum imani karena itu hadist shohih ... Kalau menurut antum ga masuk logika karena antum pakai logika manusia😊....antum memahami apa yang Allah tetapkan baginya baik sifatnya maupun apa yg dilakukan Allah pake logika manusia ....ya ga masuk logika kita😅......contoh hadist shohih tentang Allah yg menjawab setiap hamba saat membaca alfatihah setiap rakaat saat sholat, antum bayangkan pake logika manusia bagaimana mungkin Allah menjawab setiap hamba yg sholat....😊 Ada berapa juta manusia yg sholat bergantian/bersamaan dibelahan dunia tapi Allah mampu menjawab setiap bacaan hambanya satu persatu😊....tempatkan akal pada tempatnya
@@abuhagar949bang mereka itu paling getol nuduh orang mujasimah 😁 padahal gak nyadar bahwa sebenarnya merekalah yg berpaham mujasimah😅 .. .mereka memahami sifat dan perbuatan Allah pake logika manusia (menyamakan seperti mahluk)
Bukan Allah dimana mana, itu ayat bantahan untuk wahabi yg mengatakan Allah bertempat diArasy, Sebab ayat Wa Huwa maakum ainama kuntum... itu harus ditakwil biar tidak jadi Bermakna dimana mana...., wahabi ini kaum curang, Istawa tidak ditakwil tapi Wahuwa maakum ainama kuntum mereka sendiri yg takwil.... 😂
@CeritaSantai takwil harus sesuai takwilnya ulama salaf, jgn takwil ayat yg tdk ditakwil ulama salaf, contohnya istiwa menjadi istawla, padahal ulama salaf tdk mentakwil seperti itu. gue kasih tau Dzat Allah diatas arsy, dan yg di mana mana itu ilmu Allah yg meliputi seluruh makhluknya, klo Dzat Allah dimana mana, di tempat sampah ada Allah?? Kan gak mungkin
ahli kalam/filsafat/jahmiah/muktazilah/asy'ariah/NU aswaja menolak hadits/astar ini "Al-Kursy adalah tempat kedua kaki, sedangkan Arsy tidak ada seorang pun yang dapat memperkirakan ukurannya." HR. Al Hakim, Darimi, Ibn Abi Syaibah, Abdullah ibn Ahmad dll."
Di satu sisi menolak hadits shahih, sisi yang lain menerima dengan hadits-hadist palsu secara leluasa selama sesuai aqidah filsafatnya seperti kitab2 karang Nawawi al Bantani, Durratun Nasih, dan ihya al ghazali
@@staycafe5978 dari dulu ahli ra;yi menuduh mujassimah ke para ahli hadits (semisal imam ahmad bukhari abu daud , dataqutni, ibnu khuzimah dll). Dah dari dulu.
Ringkasan Verifikasi: 1. QS. Ash-Shura: 11 "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia." Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan apa pun, sehingga spekulasi tentang zat-Nya tidak mungkin dilakukan. 2. QS. Al-Isra: 85 "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit." Ayat ini menunjukkan keterbatasan manusia dalam memahami hal-hal ghaib, termasuk zat Allah. 3. Hadits (HR. Abu Nu'aim) "Berpikirlah tentang ciptaan Allah, tetapi jangan berpikir tentang zat Allah, karena kalian tidak akan mampu." Hadits ini melarang merenungkan zat Allah karena akal manusia tidak mampu mencapainya. 4. Hadits (HR. Muslim, no. 134) "Jika kalian berpikir siapa yang menciptakan Allah, katakanlah: 'Aku beriman kepada Allah,' lalu berhenti." Hadits ini melarang pertanyaan spekulatif tentang zat Allah. Kesimpulan: Manusia dilarang berspekulasi tentang zat Allah karena keterbatasan akal dan keagungan-Nya yang melampaui pemahaman makhluk. Fokus diarahkan pada merenungkan ciptaan Allah, bukan zat-Nya.
Verifikasi dan Ringkasan: 1. Dalil Al-Qur'an: QS. Ash-Shura: 11 "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia." Menegaskan bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk, termasuk tidak terikat lokasi atau posisi. QS. Al-Baqarah: 255 "Kursi-Nya meliputi langit dan bumi." Allah meliputi segala sesuatu dengan ilmu dan kekuasaan-Nya, bukan dengan keberadaan fisik. 2. Dalil Hadits: HR. Bukhari, no. 3191 "Allah ada sebelum segala sesuatu." Menunjukkan bahwa Allah ada sebelum ruang dan waktu diciptakan, sehingga tidak terikat lokasi. 3. Pendapat Ulama: Imam Abu Hanifah: "Allah tidak berada di tempat, karena tempat adalah ciptaan-Nya." Imam Al-Ghazali: "Allah melampaui arah dan tempat." Kesimpulan: Zat Allah tidak sama dengan lokasi atau posisi. Allah tidak terikat oleh ruang, waktu, atau tempat karena Dia adalah Pencipta segala sesuatu. Konsep lokasi hanya berlaku untuk makhluk, bukan bagi Allah.
@ darag.. Al-Qur'an di turunkan sebagai petunjuk untuk di jadikan manusia bukan di takwil. Manusia di berikan akal sehat untuk mengikuti Al-Qur'an, bukan melemahkan Al-Qur'an. Manusia paling sesat adalah yang mentakwil Al-Qur'an : Qolallah ".... Adapun orang orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang (mutasyabihat) untuk mencari fitnah dan mencari cari takwil nya, padahal tidak ada yang mengetahui takwil kecuali Allah..."(Qs 03:07)
@DaniAnanda-lj2xv 🤣🤣🤣🤣🤣 Harusnya itu untuk dirimu sendiri..... yaitu: 1. Orang yang hatinya tidak menginginkan kebenaran, mereka jadikan ayat-ayat itu untuk bahan fitnah yang mereka sebarkan di kalangan manusia dan mereka mencari-cari artinya yang dapat dijadikan alasan untuk menguatkan pendapat dan keinginan mereka
Aneh ya, orang indonesia tapi mau melebihi pengertian bahasa arabnya Orang Arab, Ulama Syaikh Arab Asli Makkah Madinah. Dalil dijadikan akal akalan. Dalil dimasukkna garasi dimodifikasi dsb. Lontaran kata Mujassimah dijadikan tameng palsu nya. Tidak mengerti Dalil mana yang perlu ditafsir, Dalil mana yang Makna Dzohir nya bisa langsung diterapkan, dll. Mengutamakn Darah Otak daripada Perintah Allah dan Rosulullah.
Gajimu sdh TURUN Belum dr kantor, stelah 50tjn rezeki keluarga asad TURUN dr kekuasaanya, kamu adalah BUNGA DESA ,bapakmu adalah TANGAN KANANNYA presiden...dlm bhs indonesia saja ada majalah atau kiasan apalagi dlm bhs arab yg sangat tinggi sastranya
Allah itu tidak ada di depan, tidak di belakang, tidak di atas, tidak di bawah, tidak di kiri, tidak di kanan. Jadi sebenarnya Allah itu ada atau tidak? Atau ada tapi sekaligus tidak ada, atau memang hanya ada di teks?
Allah ad, buktinya ada ciptaannya.😊
itulah mujassimah. baru ada jika menempati ruang...
Alloh lebih dekat dari urat nadi
Bro ana tanya ente,akal ente ada apa tidak ada?
Klo ada tolong tunjukkan dan perlihatkan seperti apa bentuk akal anda?
Sesuatu yg tak nyata bukan berarti tidak ada, contoh nya akal anda,ada tapi tak nyata ,mudah mudahan paham kawan ku
Alhamdulillah ada orang mujasim silahkan bantah semua pernyataan Aa klu bisa tanyain langsung sama guru sampean.
Ilmu berat..
Otak harus fresh
Terimakasih ustadz
Allah SWT ada tanpa butuh tempat. tidak terbatas oleh ruang waktu.
Logika....logika....
Ahlul bid'ah sampai menetapkan lokasi bagi Tuhannya.
Tetap bersikukuh menolak dalil Allah di atas.
Astaghfirullah
Teruskan Aa jangan gentar,yg haq itu tdk akan ketuker dg yg bathil
Wahh sama dengan penjelasan Dr. Abdul Wahab Ahmad, bahwasanya Alam juga tidak bertempat
Aagarut sangat jelas ilmunya kebanyakan punyailmu tapi terbatas
Punten AA Garut "AL ALAM MA SIWALLAH",,JADI kita juga ,manusia , termasuk alam..
Mantap AA, teruslah menjelaskan, biar kaum Wahabi paham
Kalian kan berkeyakinan Allah ad d mana" berarti kalian wahabi
Udahlah A ga usah diperdebatkan. Masing-masing aja. Kalau dipaksakan, akhirnya akan terjebak pada ego
Hadir mang
SIAPA YG MAU DENGER AA. KALAU AA BLM BISA ISI KAJIAN DI MASJID NABAWI😂 MAN ANA...MAN ANA😅😅 APALAGI GELARNYA BLM DOKTOR
Allah ga butuh tempat
Ngaregepken AA(Ajengan Anom)
NGUSTAD KALID BERMASALH MUJASIMAH,
"Allah Maujud Bila Makan" memiliki ARTI bahwa Allah wujud /ADA .tanpa tempat dan tidak memerlukan tempat. Allah juga maha suci dan tidak bersifat seperti makhluk.
Aa k alloh mah ulah loba ngatur ngaturr
Kmha alloh bae kitamah nurut ayat aja ceuk alloh
A video nya sebentar banget a? Lagi seru dengerin abis dah.
🤭🤭
nanti yg full d upload.... insya Alloh..
Salam Aa' Ustadz'.. 🌹💖🙏🏼
adminya mirip LGBT
Pemahaman Wahabi tentang dimana Alloh, diperoleh kepercayaan dari budak wanita!
Terkait dengan qunud, kebenaran mengikuti pendapat anak kecil,
Padahal ayat dan hadis lain uang lebih mendekati kebenaran,
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit
-------------------------------
1.Imam Abu Hanifah
Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]
Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]
Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit
-------------------------------
1.Imam Abu Hanifah
Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]
Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]
Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Udah pinter dan lurus salafi.
Gak kaya ngaswaja saking belok nya susah di lurusin....joget di kajian,tawuran,ngaco dah .
Sama heripras aja kocar kacir pemahaman kalian 😂😂
Iya lah ,,kami hanya orang orang bodoh,,beda dengan kalian yang mendapat hidayah langsung,,kami baru mencari,,ente ente mah enak diberi hidayah lewat DOKTOR DOKTOR DOKTOR,, lulusan madinah😂😂😂
WOI YG WAHABOI BILA ADA😅😊DI LARANG KERAS IKUT KOMEN
Sanes Abdu mah sumpah,,,😂😂😂😂
Tahukah sampai detik ini TIDAK ADA SATU ILMUAN PUN YANG MENCARI TAHU BERAPA HASIL. BILANGANDI BAGI NOL
MEREKA CUKUP MENJAWAB DENGAN TIDAK TERDEFINISI
HANYA ORANG DUNGUKMAX yang mencoba mencari tauhu jawabanya berapa tidak terdefinisi tersebut
Karena apa?
Karena mereka harus memulai dengan MENDEFINISIKAN YANG TIDAK TERDEFINISI.. Ini saja SUDAH MUSTAHIL.. Karena KALAU HAL YANG TIDAK TERDEFINISI BISA DI DEFINISIKAN.. MAKA MENJADI BUKAN TIDAK TERDEFINISI.
Sama halnya dengan HAL GHAIB.. KUASA ALLAH SWT
Adalah
#DUNGUX2THEMAXKUADRAT
MENCOBA MENDEFINISIKAN HAL YG GHAIB
MENDEFINISIKAN KUASA ALLAH SWT
. Kalau BISA DIDEFINISIKAN.. MAKA NAMANYA BUKAN ALLAH
Paham??
SUSAH KELOMPOK MUJASIM PARA AHLUL BIDAH PEMBAGI TAUHID MENJADI 3 MAH
Ngapai amat cari tahu ALLAH SWT DIMANA
Mau dimanapun ALLAH SWT.. Yang PENTING.. DI IMANI
Sekte NAAAAAAJD RIBET AMAT
Jika sesuatu yang mereka sebut di atas kita, maka itu berarti sesuatu yang mereka sebut itu ada di bawah seberang bumi yang lain, berarti di mana atas atau bawah?, bahkan di seberang sisi yang lain yang bagi sisi seberang di atas, berarti ada di kanan dan kiri kita juga dong, penduduk bumi dari keempat arah bingung, sesuatu yang mereka sebut tersebut ada di atas, bawah, kanan, atau kiri, atau sebelah bawah serong ke kanan?
Jika sesuatu yang mereka sebut di atas kita, maka itu berarti sesuatu yang mereka sebut itu ada di bawah seberang bumi yang lain, berarti di mana atas atau bawah?, bahkan di seberang sisi yang lain yang bagi sisi seberang di atas, berarti ada di kanan dan kiri kita juga dong, penduduk bumi dari keempat arah bingung, sesuatu yang mereka sebut tersebut ada di atas, bawah, kanan, atau kiri, atau sebelah bawah serong ke kanan?
karena konsepnya adalah bumi datar.
Kalau bumi datar bagai mana matahari kembali ketimur@@tirjayanto
@@gilangadiguna5193 itu dia saya juga bingung.
teori bumi datar Syaikh Ibn Baz? secara ringkas.
ChatGPT said:
Secara ringkas, Syaikh Ibn Baz tidak secara eksplisit mengajarkan bahwa bumi itu datar. Tuduhan bahwa beliau mendukung teori "bumi datar" berasal dari salah tafsir atas pandangannya dalam buku "Al-Adillah al-Naqliyyah wa al-Hissiyyah 'ala Jarayan al-Syams wa Sukuni al-Ardh". Dalam buku tersebut:
Pandangan Utama: Beliau mengkritik teori heliosentrisme (matahari sebagai pusat tata surya) dan rotasi bumi, berlandaskan interpretasi literal terhadap ayat-ayat Al-Qur'an.
Bentuk Bumi: Beliau tidak menyatakan secara tegas bahwa bumi itu datar, tetapi menekankan bahwa bumi "terhampar" berdasarkan teks Al-Qur'an.
Kontroversi: Pandangan ini sering disalahpahami sebagai dukungan terhadap "bumi datar," padahal fokus beliau adalah mempertahankan wahyu sebagai rujukan utama, bukan pada bentuk geometris bumi.
Kesimpulan: Tuduhan bahwa Ibn Baz percaya "bumi datar" kurang akurat; pandangan beliau lebih bersifat teologis, bukan sains definitif.
@@tirjayanto datar dan bulat tergantung disimana kita lihat.kita lihat bulan bulat ,jika kita berada dibulan tentu yg dilihat dan dirasakan bulan datar
Aa garut ini siapanya vina garut???
Dengerin blok, otak dipakai, jgn cuma nempel aja ga berguna 😂
Aa garut CERDAS
Mujassimah memang sulit paham
Jika sesuatu yang mereka sebut di atas kita, maka itu berarti sesuatu yang mereka sebut itu ada di bawah seberang bumi yang lain, berarti di mana atas atau bawah?, bahkan di seberang sisi yang lain yang bagi sisi seberang di atas, berarti ada di kanan dan kiri kita juga dong, penduduk bumi dari keempat arah bingung, sesuatu yang mereka sebut tersebut ada di atas, bawah, kanan, atau kiri, atau sebelah bawah serong ke kanan?
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit
-------------------------------
1.Imam Abu Hanifah
Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]
Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]
Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”[17]
@@UserTH-cam-is5vjpesawat yg terbang d atas kita, eh ga taunya pesawat itu terbang di bawah orang yg di belahan bumi yg lain! Ko bisa ya? Kangan3 pemahaman kita yg belum sempurna? Wa ha ha ha
Yg komen rata" Wahabi untuk caci maki aa aja. Karna mereka gk bisa balas mengenai dalil mereka itu salah.
😂😂 junjunganmu mau cari folowers, biar bisa dapat duit dr konten yg gak jelas ... sok pintar, sok dingin... tapi gak ada isi...
Coba suruh AA GURITA itu bahas Aqidah para IMAM 4 Mazhab.. biar dia bisa belajar bgmn Aqidah yg benar...
@@coolmen267kelojotan ya😂😂😂😂,,biar kami aza yang adem denger kajian aa,, kalian denger aza sutad sutad mu,,oke
Udah mulai cerdas nih netizen😊...
Kesian si AA, udah aa jgn lanjut... Kaga tega liatnya 😅😅
Wahabi KW5 Kurang Referensinya 😅
Manusia sesat adalah yang mentakwil Al-Qur'an.
@DaniAnanda-lj2xv Manusia sesat adalah manusia yang merasa paling benar, kalo ngaji yang tuntas biar gak tersesat 😁
@@sofyanpian9801 Bukti manusia paling Sesat adalah tukang takwil Qur'an.
Qolallah:
"...Dan orang orang yang hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang (mutasyabihat) untuk mencari fitnah dan mencari cari takwil nya, padahal tidak ada yang mengetahui takwil kecuali Allah..."(QS 03 07)
Sofyan Jangan bicara agama tanpa dasar dalil.
@@DaniAnanda-lj2xvcieh cieh panitia surga nyontek terjemahan 😂😂😂
Aa kamu ajarin aja anak tk
Pada sepertiga malam Allah turun ke bumi setelah itu naik lagi ke langit... Berarti dunia ini datar dan itulah pemahaman wahabi.
@@muyaassy5099 IMAJINASI MUJASSIMAH LIAR DAN NAKAL MU SEDANG BERMAIN...
@@muchsintambusai5223tuh kan ,,panitia surga berdalil 😂😂😂
"DIA BERSEMAYAM DI ATAS 'ARSY"
Ada 7 kali.
DIA yang di langit ada 2 kali.
IMANI KALAM ALLAH SEPENUH HATI.
PAHAM KAWAN-KAWAN?
RA PAHA RA FOFO ....
☆☆☆☆
Allah memberikan akal kepada manusia untuk di pergunakan agar bisa membedakan benar atau salah, seluruh ulama mengkaji berbagai dalil menggunakan akal, akal akan tunduk dengan kebenaran dalil, bukan cuma di baca langsung di imani saja,itu namanya beragama tak menggunakan akal yg Allah berikan
@Kal14Sehat
Kamu tahu arti DIIMANI?
Dipercaya sepenuh hati, diikrarkan dengan lisan, dilaksanakan dalam PERBUATAN.
"DIA BERSEMAYAM DI ATAS 'ARSY"
Itu ada 7 ayat.
DIA yang di langit ada 2 ayat.
PAHAM KAL?
JANGAN MENGELIRUKAN FIRMAN ALLAH.
Allah itu AL HAQQ:
==== ALLAH MAHABENAR ====
PAHAM KAL?
RA PAHA RA FOFO ....
☆☆☆
@@praptobrewok5832 ente tau arti di imani waktu mengkaji nya pake akal apa ga?
@@Kal14Sehat
Betul pakai AKAL SEHAT, tapi AKAL SEHATNYA orang beriman. Akal SEHATNYA orang BERIMAN itu DIUNGGULKAN, tapi KEUNGGULNYA tidak melebihi wahyu.
PAHAM?
AFALAA TA'QILUUN?
"Hanya orang-orang yang BERAKAL SEHAT yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah" (Al-Baqarah: 269)
"Tidak dapat mengambil pelajaran dari al-Qur'an melainkan orang-orang yang BERAKAL" (Ali-Imran ayat 7).
Tanpa AKAL SEHAT agama Islam tidak punya arti APA-APA.
INGAT ...!
AKAL SEHAT orang beriman yang dipimpin oleh WAHYU, bukan AKAL SEHATNYA orang NON MUSLIM.
PAHAM KAL?
RA PAHA RA FOFO ....
☆☆☆
@praptobrewok5832 alhamdulilah akhirnya ana bisa menyadarkan ente perlunya akal sehat dalam beragama, jangan balik lagi ke pemahaman yg lama yaa mas bro, pemahaman imani saja
Betul a yg penting mekkah madinah pusat islam, ga di kuasai ahli bid'ah.. wkw
Meskipun nanti akan diperangi umat Islam dari seluruh dunia.....
😂😂😂😂😂😂
@@darag3655Yg diperangi bukan ummat muslimnya tapi dinasty Saud atau kerajaannya
nah dinasti saud dan kerajaan nya bisa berdiri karna masyarakat nya di gerakan oleh ideologi muhammad bin abdul wahab, jadi otoritas saudi itu warisan wahabii @@emilsandi99
@@emilsandi99
Dinasti Saud isinya Bani Saud+Otoritas Keagamaan yg menganut ajaran MiAW alias wahhabi.
@@sayyidalamien4937 kalaulah wahabi sesat secara otomatis yg naik haji dan umroh sholatnya nggak sah karna dipimpin oleh imam wahabi dan mana mungkin ALLAH TA'ALA mengizinkan orang² sesat jadi imam sholat di tanah suci Makkah dan Madinah, kalaulah mereka yg jadi imam kalian anggap sesat berarti Makkah dan Madinah bukan kota suci lagi karna di imami oleh orang² sesat.
*
@HAMBA KALSEH
Sejak zaman Nabi ADAM HIDAYAH itu milik Allah, diberikan kepada siapa saja itu HAK PREROGATIF ALLAH.
PAHAM HAMBA KALSEH?
"FA''AALUL LIMAA YURIID"
(AL BURUJ 16)
"MAHAKUASA BERBUAT APA SAJA YANG DIA KEHENDAKI."
Allah MENYESATKAN siapa yang DIA KEHENDAKI, dan memberi PETUNJUK kepada siapa yang DIA KEHENDAKI.
Semua TERSERAH Allah, HAK PREROGATIF ALLAH.
Allah nggak butuh usulmu, atau persetujuanmu, EMANGNYA KAMU SIAPA?
KAMU ITU MAKLUK YANG LUCU, MENDEWAKAN AKAL SEHAT KAMU.
Padahal AKAL SEHAT kamu itu pun milik Allah, bahkan kamu pun milik Allah. AKAL SEHAT kamu itu TERBATAS, nggak bisa menolong kamu, karena pertolongan itu hanya Allah yang bisa melakukan.
MASYAALLAH, LA HAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH.
Semua hal terjadi atas kehendak Allah, tidak ada daya dan upaya yang dapat berhasil tanpa pertolongan Allah.
PAHAM HAMBA KALSEH?
RA PAHA RA FOFO ....
☆☆☆
Kumaha maneh we😂😂😂
Aa anak tk
Bnar ayatnya tpi kliru mmahaminya,alloh diatas arasy sbgmna ayat tnpa ditakwil oke,nmun artinya alloh diluar dimensi fisik dgn ruang dan waktu,knpa? Krna arasy itu trtinggi,tdk ada lg makhluk diatasnya,sdngkan materi waktu tempat dan arah angin smuanya makhluk,jdi limited sampe arasy
Thuololisme kuadrat, apa persamannya Wahabi dan kristen .. sama sama membuang akal 😂😂😂
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit
-------------------------------
1.Imam Abu Hanifah
Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]
Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]
Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit
-------------------------------
1.Imam Abu Hanifah
Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]
Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]
Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”[17]
@@sriastuti2454 ukhti,dalil2 literal benar dan logis klo benar mmahaminya,silahkan dalil2 trsbut dikomparasi dgn logika akal sehat sbgmna yg aku sbutkan diatas
@MuhammadUsman-e3b8l
Silahkan baca2 kitab tafsir ibnu katsir sj
Atau kitab tafsir lainnya .....akal kita hanya mampu di 3 dimensi ......diluar itu menelusuri kemaha ghoiban tak kan mampu ....ttng logika adzab kubur, malaikat munkar nakir , terangkatnya do'a , ...dll ....apalagi bicara ttng dzat dan sifat Alloh .
Kembalikan sj rujukan kita pd bagaiman beragamanya dan pensikapan shohabat , tabi'in dan ulama2 sunah lainnyaa.
....jangan seoerti kambinggarut ...yg merasa lebih tahu depd rosululloh, shohabat .....dan gilanya merasa lebih tahu ini dan itu ttng ALLOH.
DIA TERPAPAR ALIRAN MUKTAZILA, SUFI DG FILSAFATNYA ....JG SYI'AH.
DIA BANYAK NGIBULNYA.
Aa gara2 mau kuliah ke madina tidak di terima jd emosi sama wahabi
Ngapain juga kuliah di Madinah,,KLO bahasa arab sutad wahabi masih selevel Tsanawiyah 😂😂😂😂,,di Garut juga banyak pesantren yg lebih kompeten dibanding universitas Madinah yg hanya mengejar gelar,,,
1, Tak ada satu orangpun di antara kalangan salafi yang mendeklarasikan dirinya sebagai WAHABI.
----------fasih amat bilang Wahabi........----------
2, Tak ada satu orangpun dari salafi yang berkata ALLAH bertempat di ' Arsy ,
-------
Si AA .... kadang- kadang juga ....!
Pikaseurieun ,
@@JujuJuariah-z6b ngaku sih enggak,tapi pemahaman nya iyaa,
rata rata wahabi itu bilang klo allah itu di atas arsy, kadang bilang di langit
disitulah bodohnya orang wahabi talafi
Pasti lebih besar? Matahari di mana? di atas Bumi. Matahari lebih besar dari Bumi. Ibu ada di mana? Di atas dingklik. Jadi Anda membuat aturan sendiri, tantrum sendiri.
Wahabi ngawur.....😂
Mwe he...es teh ..es...es
Aa ti garut, lupakan dalil hawa nafsu, ada sekitar 8 milyar penduduk saat ini, jika mau pakai logika, logika dari otaknya siapa? Kan sudah ada dalil yang sangat jelas dan banyak sekali, lagipula mengatakan Allah di atas langit atau diatas arasy tidak akan pernah bertentangan dengan logika dan akal kita, akal sehat kita.
Aa garut pikirannya kayak pak tarno??? Ppinter pak tarno rut garut
Di Manakah Allah (4), Empat Imam Madzhab Sepakat Bahwa Allah Berada di Atas Langit
-------------------------------
1.Imam Abu Hanifah
Sikap Keras Abu Hanifah[1] Terhadap Orang Yang Tidak Tahu Di Manakah Allah
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit, maka ia kafir.”[2]
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab Al Fiqhul Akbar-[3], beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[4] Dan ‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia kafir.”[5]
Imam Malik bin Anas[6], Imam Darul Hijroh Meyakini Allah di Atas Langit
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man, dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[7]
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin ‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[8]. Lalu bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’ Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk keluar.[9]
Inilah perkataan yang shahih dari Imam Malik. Perkataan beliau sama dengan robi’ah yang pernah kami sebutkan. Itulah keyakinan Ahlus Sunnah.
Imam Asy Syafi’i[10] -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya : “Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[11]
Imam Ahmad bin Hambal[12] Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak. Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh makhluk-Nya).”[13]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[14]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya.”[15]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah. Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas ‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[16]
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok menjawab,
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”[17]
Pendapat yang menyatakan bahawa Allah boleh bergerak atau mengalami perubahan adalah isu kontroversi yang sering dibangkitkan oleh beberapa kelompok Salafi moden, tetapi perlu difahami bahawa ulama Salaf klasik, termasuk Imam al-Tabari, secara konsisten menolak idea bahawa Allah terikat dengan sifat makhluk seperti gerak, diam, atau bertempat.
Berikut adalah penjelasan berdasarkan karya dan pandangan ulama Salaf klasik:
---
1. Imam Abu Hanifah (80-150H)
Imam Abu Hanifah secara eksplisit menolak konsep gerak, diam, dan bertempat bagi Allah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar:
"Allah tidak menyerupai makhluk-Nya. Dia tidak bertempat, tidak disifatkan dengan gerak, perpindahan, atau diam. Allah ada sebelum Dia menciptakan tempat; dan Dia ada tanpa bertempat."
Huraian: Pernyataan ini menolak semua sifat yang menunjukkan perubahan atau keperluan kepada tempat dan ruang, yang merupakan sifat makhluk.
---
2. Imam Malik bin Anas (93-179H)
Ketika ditanya mengenai istawa (Allah bersemayam di atas Arasy), Imam Malik menjawab:
"Istawa itu diketahui, kaifiatnya tidak diketahui, beriman kepadanya adalah wajib, dan bertanya mengenainya adalah bid‘ah."
Huraian: Imam Malik mengelak memberi tafsiran berbentuk fizikal seperti gerak atau bertempat, kerana itu akan membawa kepada tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk).
---
3. Imam Ahmad bin Hanbal (164-241H)
Imam Ahmad juga menolak sifat gerak dan perubahan pada Allah, walaupun beliau dikenali sebagai seorang ulama yang banyak membahas sifat-sifat Allah. Beliau berkata:
"Allah tidak disifatkan dengan sifat makhluk. Dia tidak bergerak, tidak diam, dan tidak berubah, kerana semua itu adalah sifat makhluk."
(Riwayat Ibn Battah dalam al-Ibanah al-Kubra)
Huraian: Imam Ahmad berpegang pada prinsip bahawa sifat-sifat Allah adalah azali dan tidak tertakluk kepada perubahan seperti gerak atau diam.
---
4. Imam al-Tabari (224-310H)
Imam al-Tabari, dalam tafsirnya (Jami‘ al-Bayan), menyebut secara konsisten bahawa Allah tidak terikat dengan sifat makhluk:
Ketika menafsirkan ayat "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya" (Surah Ash-Shura: 11), beliau menulis:
"Segala sifat yang menunjukkan kekurangan, seperti perubahan, gerak, dan perpindahan, mustahil bagi Allah."
Huraian: Imam al-Tabari menegaskan bahawa Allah bersifat sempurna dan azali, sementara sifat perubahan atau gerak hanya berlaku pada makhluk.
---
5. Imam al-Shafi‘i (150-204H)
Imam al-Shafi‘i juga menolak tasybih dan tajsim (menyerupakan Allah dengan makhluk):
"Sesiapa yang mengatakan bahawa Allah duduk di atas Arasy seperti duduknya manusia, atau bergerak, maka dia telah kufur."
(Riwayat al-Bayhaqi dalam Manaqib al-Shafi‘i)
Huraian: Imam al-Shafi‘i menolak keras semua sifat yang membawa kepada menyerupakan Allah dengan makhluk, termasuk gerak dan diam.
---
6. Ijmak Ulama Salaf:
Para ulama Salaf sepakat bahawa Allah tidak bersifat seperti makhluk, yang mencakup:
1. Tidak bergerak atau diam
Gerak atau diam menunjukkan perubahan keadaan, yang mustahil bagi Allah kerana Dia bersifat azali.
2. Tidak bertempat
Allah tidak memerlukan tempat atau ruang, kerana tempat adalah makhluk yang diciptakan-Nya.
---
Salafi Moden dan Isu Pergerakan Allah
Sebahagian Salafi moden seperti Ibn Uthaymeen atau Muhammad bin Abdul Wahhab mengambil pendekatan literal terhadap sifat-sifat Allah, termasuk harakah (gerakan), dengan alasan mereka berpandukan teks secara zahir. Mereka mendakwa bahawa Salaf tidak menolak konsep gerakan atau kebaharuan pada Allah, tetapi pandangan ini tidak sepenuhnya selari dengan ijmak ulama Salaf klasik.
Sebaliknya, Salaf klasik seperti Imam Ahmad, Abu Hanifah, Malik, dan al-Tabari tegas menolak sebarang bentuk perubahan, gerak, atau tempat bagi Allah, kerana itu membawa kepada tasybih dan tajsim.
---
Kesimpulan:
1. Imam al-Tabari tidak bersendirian. Pendapatnya bahawa Allah tidak bergerak, diam, atau bertempat adalah selari dengan ijmak ulama Salaf.
2. Salaf klasik sepakat menolak sifat-sifat seperti gerakan, perpindahan, atau perubahan bagi Allah, kerana sifat tersebut adalah tanda kekurangan, yang hanya berlaku pada makhluk.
3. Pandangan bahawa Allah boleh bergerak atau mengalami perubahan adalah penafsiran moden yang menyimpang dari prinsip Salaf.@@sriastuti2454
@@sriastuti2454
Terjemahan mengikuti metodologi Tasybih-Tajsimnya ajaran Wahhabi, padahal ke 4 Imam Madzhab jelas menyatakan sesat thd pemahaman Tasybih-Tajsim.
Penganut paham Tasybih-Tajsim digolongkan sbg Ahlulbid'ah.
Uraian yg disusun dan ditulis oleh para penyeru ajaran Wahhabi sbgmn yg ente copas, itu adalah bagian tipu muslihat utk meyakinkan jemaatnya kalo aqidah 3 Tauhidnya bersumber dari ulama Salaf.
Faktanya semua penyerunya, baik syaikh maupun sutad2 nya, tidak satu pun yg memiliki sanad shohih keilmuan dari para Imam Madzhab.
Aa melawak
Asik dengernya ,,drpd dakwah panitia surga,,ngeri 😂😂😂,,wahaboy,,
Dengerin jd kacau mending tidur
Tidurlah,,nak,,kamu kan yakin masuk surga,,kan kalian panitia nya😂😂😂
Belajar dulu dek yg bener
Aa kuliah dulu sampai doktor biar tau kesalahanmu
Kuliah dulu sampai doktor biar tau jumlah rukun wudhu ada 2 👍🏻
Biar JD panitia surga😂😂😂
AA GURITA lebih nyocoh bawa warna pelangi "LGBT". lebay, leboy, lotoy... 😂😂😂
Wahabi merasa alim memahi Nash secara tekstual. Kacaulah...
Kacau bang coba baca ini : Jika sesuatu yang mereka sebut di atas kita, maka itu berarti sesuatu yang mereka sebut itu ada di bawah seberang bumi yang lain, berarti di mana atas atau bawah?, bahkan di seberang sisi yang lain yang bagi sisi seberang di atas, berarti ada di kanan dan kiri kita juga dong, penduduk bumi dari keempat arah bingung, sesuatu yang mereka sebut tersebut ada di atas, bawah, kanan, atau kiri, atau sebelah bawah serong ke kanan?
Kamu Menambahkan Pemahamanmu Sendiri Untuk Menyalahkan Pendapat Ustadz Khalid Basalamah.
Bagaimana Cara Memahamimu Untuk Membenarkan Pendapat Ustadz Khalid Basalamah.
Hati2 Perkataan Ustadz Khalid Masih Mengandung Kebenaran Hanya Saja Cara Memahamimu Belum Sampai Karna Kamu Menambahkan Pemahamanmu Sendiri Untuk Menyalahkan Pendapat Ustadz Khalid Basalamah.
Terserah kamu,,lagian kajian ini bukan utk kamu,,hny utk menguatkan akidah kami😂😂😂😂,,benar salah kami juga ada tuntunan guru😂😂😂😂
Gus baha membenarkan allah diatas???
Dari pemahaman 1/3 malam Allah turun dari langit aja Wahabi udah aneh, karena Dunia Bulat dan waktu 1/3 malam itu pasti selalu ada di bagian bumi yang lain, terus menerus sampai bumi hancur. Aneh jika Pemahaman mereka jika Allah turun dari langit dan naik ke langit terus menerus sementara di sisi lain mereka bilang jika Allah di atas.
Cengoh..
sepertiga malam itu bagi makhluk. kalo tuhan yg mncipatakan itu semua ya ga terpengaruh lah. jgn mujasimah mas bro, akibatnya anda menolak sifat nuzul. trs mau ditakwil rahmatnya? lah knp rahmatnya hanya turun di langit pertama?
@staircasefx9
Bre bre beragama memang pake akal tapi ada tempat-tempat dimana akal harus tunduk sama dalil😊 ga mampu akal kita....perihal Allah turun dilangit dunia harus antum imani karena itu hadist shohih ... Kalau menurut antum ga masuk logika karena antum pakai logika manusia😊....antum memahami apa yang Allah tetapkan baginya baik sifatnya maupun apa yg dilakukan Allah pake logika manusia ....ya ga masuk logika kita😅......contoh hadist shohih tentang Allah yg menjawab setiap hamba saat membaca alfatihah setiap rakaat saat sholat, antum bayangkan pake logika manusia bagaimana mungkin Allah menjawab setiap hamba yg sholat....😊 Ada berapa juta manusia yg sholat bergantian/bersamaan dibelahan dunia tapi Allah mampu menjawab setiap bacaan hambanya satu persatu😊....tempatkan akal pada tempatnya
Bantahan pakai dalil bro
@@abuhagar949bang mereka itu paling getol nuduh orang mujasimah 😁 padahal gak nyadar bahwa sebenarnya merekalah yg berpaham mujasimah😅 ..
.mereka memahami sifat dan perbuatan Allah pake logika manusia (menyamakan seperti mahluk)
Yg punya konsekuensi itu yg meyakini Allah tdk punya arah tapi mengatakan juga Allah ada dimana mana, lahhh!! 😮
Bukan Allah dimana mana, itu ayat bantahan untuk wahabi yg mengatakan Allah bertempat diArasy, Sebab ayat Wa Huwa maakum ainama kuntum... itu harus ditakwil biar tidak jadi Bermakna dimana mana...., wahabi ini kaum curang, Istawa tidak ditakwil tapi Wahuwa maakum ainama kuntum mereka sendiri yg takwil.... 😂
@CeritaSantai takwil harus sesuai takwilnya ulama salaf, jgn takwil ayat yg tdk ditakwil ulama salaf, contohnya istiwa menjadi istawla, padahal ulama salaf tdk mentakwil seperti itu.
gue kasih tau Dzat Allah diatas arsy, dan yg di mana mana itu ilmu Allah yg meliputi seluruh makhluknya, klo Dzat Allah dimana mana, di tempat sampah ada Allah?? Kan gak mungkin
@@QwerTy-fu4muahh uing mah rek milu s aa,,we moal komen maneh 😂😂😂
ahli kalam/filsafat/jahmiah/muktazilah/asy'ariah/NU aswaja menolak hadits/astar ini "Al-Kursy adalah tempat kedua kaki, sedangkan Arsy tidak ada seorang pun yang dapat memperkirakan ukurannya." HR. Al Hakim, Darimi, Ibn Abi Syaibah, Abdullah ibn Ahmad dll."
Inilah contoh pemahaman Mujassimah, kalo tidak menggambarkan Allah sebagai materi otaknya ga bekerja.
Di satu sisi menolak hadits shahih, sisi yang lain menerima dengan hadits-hadist palsu secara leluasa selama sesuai aqidah filsafatnya seperti kitab2 karang Nawawi al Bantani, Durratun Nasih, dan ihya al ghazali
Menurut anda pengikut Asy'ariyah itu sesat ?
@@staycafe5978 dari dulu ahli ra;yi menuduh mujassimah ke para ahli hadits (semisal imam ahmad bukhari abu daud , dataqutni, ibnu khuzimah dll). Dah dari dulu.
@@herimunir9366
Jadi apakah bisa disebutkan siapa Sahabat tabiin dan Ulama Madzhab yg aqidahnya sama seperti wahabi????
Kalau ALLAH diatas langit....
Emangnya dimana ALLAH sebelum langit diciptakan...
Masa ALLAH jadi gelandangan sebelum ada langit.......
Ringkasan Verifikasi:
1. QS. Ash-Shura: 11
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia."
Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak dapat dibandingkan dengan apa pun, sehingga spekulasi tentang zat-Nya tidak mungkin dilakukan.
2. QS. Al-Isra: 85
"Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."
Ayat ini menunjukkan keterbatasan manusia dalam memahami hal-hal ghaib, termasuk zat Allah.
3. Hadits (HR. Abu Nu'aim)
"Berpikirlah tentang ciptaan Allah, tetapi jangan berpikir tentang zat Allah, karena kalian tidak akan mampu."
Hadits ini melarang merenungkan zat Allah karena akal manusia tidak mampu mencapainya.
4. Hadits (HR. Muslim, no. 134)
"Jika kalian berpikir siapa yang menciptakan Allah, katakanlah: 'Aku beriman kepada Allah,' lalu berhenti."
Hadits ini melarang pertanyaan spekulatif tentang zat Allah.
Kesimpulan:
Manusia dilarang berspekulasi tentang zat Allah karena keterbatasan akal dan keagungan-Nya yang melampaui pemahaman makhluk. Fokus diarahkan pada merenungkan ciptaan Allah, bukan zat-Nya.
Verifikasi dan Ringkasan:
1. Dalil Al-Qur'an:
QS. Ash-Shura: 11
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia."
Menegaskan bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk, termasuk tidak terikat lokasi atau posisi.
QS. Al-Baqarah: 255
"Kursi-Nya meliputi langit dan bumi."
Allah meliputi segala sesuatu dengan ilmu dan kekuasaan-Nya, bukan dengan keberadaan fisik.
2. Dalil Hadits:
HR. Bukhari, no. 3191
"Allah ada sebelum segala sesuatu."
Menunjukkan bahwa Allah ada sebelum ruang dan waktu diciptakan, sehingga tidak terikat lokasi.
3. Pendapat Ulama:
Imam Abu Hanifah:
"Allah tidak berada di tempat, karena tempat adalah ciptaan-Nya."
Imam Al-Ghazali:
"Allah melampaui arah dan tempat."
Kesimpulan:
Zat Allah tidak sama dengan lokasi atau posisi. Allah tidak terikat oleh ruang, waktu, atau tempat karena Dia adalah Pencipta segala sesuatu. Konsep lokasi hanya berlaku untuk makhluk, bukan bagi Allah.
@ darag..
Al-Qur'an di turunkan sebagai petunjuk untuk di jadikan manusia bukan di takwil.
Manusia di berikan akal sehat untuk mengikuti Al-Qur'an, bukan melemahkan Al-Qur'an.
Manusia paling sesat adalah yang mentakwil Al-Qur'an : Qolallah
".... Adapun orang orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang (mutasyabihat) untuk mencari fitnah dan mencari cari takwil nya, padahal tidak ada yang mengetahui takwil kecuali Allah..."(Qs 03:07)
@DaniAnanda-lj2xv 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Ngelawak ente....
Silahkan jelaskan arti ALLAH sang maha halus tanpa di takwil....
@DaniAnanda-lj2xv 🤣🤣🤣🤣🤣
Harusnya itu untuk dirimu sendiri.....
yaitu: 1. Orang yang hatinya tidak menginginkan kebenaran, mereka jadikan ayat-ayat itu untuk bahan fitnah yang mereka sebarkan di kalangan manusia dan mereka mencari-cari artinya yang dapat dijadikan alasan untuk menguatkan pendapat dan keinginan mereka
Aneh ya, orang indonesia tapi mau melebihi pengertian bahasa arabnya Orang Arab, Ulama Syaikh Arab Asli Makkah Madinah.
Dalil dijadikan akal akalan.
Dalil dimasukkna garasi dimodifikasi dsb.
Lontaran kata Mujassimah dijadikan tameng palsu nya.
Tidak mengerti Dalil mana yang perlu ditafsir,
Dalil mana yang Makna Dzohir nya bisa langsung diterapkan, dll.
Mengutamakn Darah Otak daripada Perintah Allah dan Rosulullah.
Aa jangan pakai hawa nafsu pakailah dalil otakmu blm sampai
Yang nafsu yang komentar 😂😂😂😂,,
Dalil mudah sekali orang filsafat yang menuhankan akal
Gajimu sdh TURUN Belum dr kantor, stelah 50tjn rezeki keluarga asad TURUN dr kekuasaanya, kamu adalah BUNGA DESA ,bapakmu adalah TANGAN KANANNYA presiden...dlm bhs indonesia saja ada majalah atau kiasan apalagi dlm bhs arab yg sangat tinggi sastranya
@@rahmatsolihin1268 bukankah Allah nyuruh kita berpikir ,banyak tuh ayatnya
Kaditu we ,,tong Deket,,bisi cageur😂😂😂😂
Salah satu syarat beragama yaitu berakal
Pernyataan bagus ust.abu naufal
th-cam.com/video/7yX4lVNkhdM/w-d-xo.htmlsi=GSwsjZH1e7Cwbrqm