Masyallah sangat jelas ulasan KH IR tentang ahlulsunnah wal jamaah semoga kiyai sehat walafiat dan terus berjuang melawan paham sekte Wahabi salapi laknattullah
@ast.m4424siapa blg??? Kami Ahlussunah wal Jama'ah Asy'ari dan Maturidi itu sesuai Ayat2 Suci Al Qur'an ul Kariim dan Hadits, bukan syiah Kalau kamu nuduh kami ini spt syiah, maka sbnrny ada minimal 2 kesalahan fatal kalian buat wahai wahabi 1. Kalian mengingkari BUANYAAAAK SEKALI Dalil yg memerintahkan amaliyah Ahlus Sunnah wal Jama'ah 2. Kalian menuduh Dalil sbg ajaran syiah rafidhoh laknatullah 'alaihim. Ini jelas istihza' bid diin yg mengakibatkan kalian kafir hai wahabi 3. Kalian sbnrny (dgn tuduhan kalian thd Asy'ari) telah menunjukkan bahwa kalian JAUH LEBIH buruk drpd syiah rafidhah. Krn rafidhah saja mau menjalankan amaliyah2 Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tp kalian malah gak tau dan menuduh bid'ah, syirik dll
INILAH MAZHAB SYAFI’I YANG BENAR (Bagian 4) Sumber: “ TERJEMAHAN AL UMM”, leh Prof. Tk. H Ismail Yakub, SH, MA, Dosen Universitas Gajah Mada, Penerbit Victory Agencie, Kuala Lumpur. JENAZAH 1. Wanita selain dikafani dipakaikan pakaian. Imam Syafi’i berkata: ”Berbeda wanita dengan laki-laki tentang kafan apabila kafan itu ada. Maka dipakaikan pada wanita itu baju, kain sarung surban (kerudung: pen.) dan dibungkus. Diikatkan kain pada dadanya dengan semua kain-kain kafannya. Saya lebih menyukai diletakkan kain sarung sebelum baju. Karena disuruh oleh Nabi s.a.w. dengan yang demikian itu pada putrinya” (Al Umm, Jilid 2 hal 191). 2. Dalam pembahasan shalat Jenazah, sebagimana tidak adanya ajaran dari Rasulullah s.a.w, maka Imam Syafi’i juga tidak mengajarkan sama sekali adanya pembacaan al-Quran, doa dan dzikir sehabis shalat jenazah. (Catatan penulis: Doa adanya dalam shalat jenazah ) 3. Ketika menguburkan jenzah, tidak ada ajaran Imam Syafi’i tentang adzan dalam kubur. Dalam Bab pembacaan ketika menguburkan mayat’, Imam Syafi’i berkata: “Dikabarkan kepada kami oleh Ar Rabi’, yang mengatakan: dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi’i yang mengatakan: “Apabila diletakkan mayat dalam kubur, maka orang meletakkannya membaca, : “Bismilaahi wa ‘ala millati rasulullahi solallahu ‘alaihi was sallam’, kemudian berdo’a”. (Al Umm, Jilid 2 hal 219). 4. Tidak ada pembacaan talkin, Al-Quran, tahlilan dan doa bersama, setelah mayat dikuburkan. Pada bab ‘Apa yang ada sesudah mayat dikuburkan’, Imam Syafi’i berkata: “Dikabarkan kepada kami oleh Ar Rabi’, yang mengatakan kepada saya dari sebahagian orang yang telah lalu, bahwa ia menyuruh duduk pada kuburan, apabila telah dikuburkan mayat, kadar waktu disembelihkan binatang sembelihan. (Al Umm, terjemahan Prof. Ismail Yakub, dosen UGM, Jilid 2 hal. 216). ). (Jadi. Tidak ada lagi baca- bacaan apa-apa, pen.). Seperti butir 3 di atas Imam Syafi’i menganjurkan berdoa ketika meletakkan mayat ke dalam kubur. Catatan penulis: Jadi hanya duduk sebentar. Waktu menyembelih binatang tidak lama dan tidak memungkinkan membaca talkin, Al Quran, tahlilan dan doa bersama apalagi yang panjang. Nabi s.a.w. memerintahkan hanya mohon ampun untuk si mayit(sendiri-sendiri). 5. Ma’tam. Ma’tam atau berkumpul-kumpul pada ahli mayyit. Menurut Imam Syafi’i berkumpul-kumpul pada akhli mayyit (ma’tam) adalah hukumnya dilarang, yakni larangan makruh. Imam Syafi’i berkata: “Dan saya memandang makruh mengadakan ma’tam . Yaitu berkumpul wlaupun tidak menangis. Karena yang demikian itu menimbulkan kesedihan dan memberatkan biaya, serta dalil atsar yang telah lalu”. (Al Umm, Jilid 2 hal. 223). (Catatan penulis: Maksud atsar yang telah lalau ialah dalam hal meratap, dimana menurut Ijma’ sahabat Nabi s.a.w., bahwa hukum berkumpul kumpul pada akhli mayyit hukumnya sama dengan meratap. Menurut ulama lain hukum meratap adalah haram. Makruh berarti berpahala meninggalkannya, tidak berdosa dikerjakan. Kalau tidak berpahala tentu tidak ada yang dihadiahkan kepada si mayit.) 6. Membuatkan makanan untuk keluarga akhli mayit Imam Syafi’i berkata: “Saya menyukai bagi tetangga mayat atau kerabatnya. Membuat makanan untuk keluarga mayat pada hari meninggal dan malamnya, yang mengenyangkan mereka. Dan itu adalah perbuatan orang-orang yang sebelum kita dan sesudah kita. Karena tatkala datang berita wafatnya Ja’far , maka Rasulullah s.a.w. bersabda: “Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far. Karena telah datang urusan yang menyibukkan mereka.” (Al Umm, sda. Jilid 2 hal. 220). Catatan penulis: Jadi, bukan Akhli mayit yang membuatkan makanan untuk tetangga dan yang lainnya. 7. Ziarah kubur tidak membaca surat Yaa Siin. Dikatakan Imam Syafi’i: “Adapun apabila Anda berziarah. Maka anda meminta ampun (maksudnya meminta ampun untuk si mayat-pen.)). Dan haruslah hati anda mengingati urusan akhirat.” (Al Umm, Jilid 2 hal. 219). Demikianlah beberapa catatan saya dari hasil pengamatan terhadap Kitab Al Umm oleh Imam Syafi’i (Ulama Besar pendiri Mazhab Syafi’i). Semoga kita dapat meneladani beliau dengan sebaik-baiknya. Semoga bermanfaat. Aamin. Wallahu a’lam. Turob Djuhani
INILAH MAZHAB SYAFI’I YANG BENAR (Bagian 3) Sumber: “ TERJEMAHAN AL UMM”, leh Prof. Tk. H Ismail Yakub, SH, MA, Dosen Universitas Gajah Mada, Penerbit Victory Agencie, Kuala Lumpur. 3. Imam Syafi’i tidak mengajarkan meringkas shalawat Nabi. Ajaran shalawat Nabi yang dibaca dalam shalat dalam Al Umm adalah seperti pada butir 3 di atas, baik dalam tahiyyat awal maupun tahiyyat akhir dan Imam Syafi’i tidak mengajarkan bahwa sekurang-kurangnya membaca Allaahumma shaali ‘ala Muhammad. Catatan penulis: Menurut Akhli Hadits yang lain bahwa Nabi s.a.w. melarang hanya membaca shalawat hanya kepada beliau dengan tidak menyertai shalawat kepada keluarga beliau. 4. Adzan Jumat hanya satu kali, yaitu ketika imam sudah duduk di mimbar dan oleh satu juru adzan. Imam Syafi’i berkata: “Saya menyukai bahwa adzan pada hari Jumat itu, ketika Imam masuk masjid. Dan ia duduk pada tempatnya yang ia berkhutbah, yang mana di atas tempat itu kayu atau pelepah kurma atau mimbar atau sesuatu yang tinggi atas lantai. Apabila Imam telah berbuat demikian, lalu juru adzan melaksanakan adzan. Apabila telah selesai, lalu imam itu berdiri, lalu membaca khutbah. Tiada lebih dari yang demikian. Saya menyukai bahwa dilakukan adzan oleh juru adzan yang satu orang, apabila imam itu sudah berada di atas mimbar. Tidak dilakukan sejumlah juru adzan-juru adzan. “Dikabarkan kepada kami oleh Ar-rabi’, yang mengatakan dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi’i yang mengatakan dikabarkan kepada saya oleh orang yang dapat dipercaya, dari Az-Zuhri, dari As-Saib bin Yazid: bahwa adalah permulaan adzan itu bagi Jum’at, ketika imam duduk di atas mimbar pada masa Rasulullah s.a.w., Abu Bakar dan Umar. Tatkala masa Kahlifah Usman dan telah banyak orang, lalu Usman menyuruh dengan adzan kedua. Lalu dilaksanakan adzan itu. Maka tetaplah urusannya yang demikian. “Atha’ menentang bahwa Usman yang mengadakan adzan kedua itu. Dan mengatakan adzan kedua itu diadakan oleh Mu’awiyah - dan Allah ta’ala yang lebih mengetahui. Manapun yang dua itu yang mengadakan, maka keadaan pada Masa Rasulullah s.a.w. (satu kali adzan-pen) adalah saya lebih menyukai.” (Al Umm, Jilid 2 hal 15 &b 16). Jadi ajaran Imam Syafi’i adalah adzan Jum’at hanya satu kali. 5. Tidak ada shalat sunat qobliyah (sebelum) Jumat. Dari uraian pada butir 5 di atas dapat diketahui bahwa yang diajarkan Imam Syafi’i adalah adzan Jum’at itu hanya satu kali, yaitu ketika sudah masuk waktu dan imam sudah masuk masjid kemudian duduk di atas mimbar. Begitu selesai adzan imam langsung berkhutbah. Jadi baik Imam maupun makmum tidak ada waktu untuk shalat qobliyah Jum’at, karena jamaah wajib mendengarkan khutbah. Demikian pula yang diperbuat semasa Raulullah s.a.w. Lagi pula dalam pembahasan shalat Jum’at ini sama sekali Imam Syafi’i tidak menyinggung shalat qoblyah Jum’at. 6. Imam Syafi’i tidak mengajarkan sama sekali bacaan-bacaan sebelum khutbah, seperti Yaa ma’syirol muslimin dan sebagainya. Sebagaimana kutipan pada butir 5 di atas tidak ada sama sekali adanya bacaan ma’shirol dst. Karena, menurut Imam Syafi’i begitu masuk waktu, maka imam duduk di atas mimbar dan juru adzan langusng adzan, sesudah itu Khotib langsung berhotbah tidak ada amalan lainnya. 7. Sunat surat yang dibaca pada malam Jum’at. Imam Syafi’i berkata: “Dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad yang mengatakan disampaikan hadits kepada saya oleh Abdullah bin Abdurrahman bin Mu’ammar, bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Perbanyaklahlah selawat kepadaku pada hari Jum’at!. Disampaikan kepada kami, bahwa barang siapa membaca Surat Al-Kahfi, niscaya ia terpelihara dai fitnah Dajjal.” Saya menyukai banyaknya selawat kepada Nabi s.a.w., dalam segala hal. Pada hari Jum’at dan malamnya saya lebih menyukai lagi. Saya memandang sunat membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at dan siangnya, karena telah datang hadits padanya”. (Al Umm, Jilid 2 hal 50). 8. Berdzikir dan berdoa sesudah shalat. Imam Syafi’i mengajarkan untuk merendahkan suara (tentunya sendiri-sendiri/tidak berjamaah), kecuali untuk mengajarkan ma’mum yang belum bisa. Imam Syafi’i berkata: “ Saya memandang baik bagi imam dan ma’mum bahwa berdzikir kepada Allah, sesudah keluar dari sholat. Keduanya itu menyembunyikan dzikir, kecuali bahwa Ia itu imam yang harus orang belajar daripadanya. Maka ia mengeraskan suaranya, sehingga ia melihat bahwa orang telah mempelajari dari padanya. Kemudian ia mengecilkan suaranya. Allah s.w.t. berfirman, artinya:” Dan janganlah engkau shalat dengan suara keras dan jangan pula diam saja”. (S Al Israa’, ayat 110). Yakni - Allah Ta’ala yang Maha Tahu, ialah doa. Tidak engkau keraskan, artinya: tidak engkau tinggikan suara. Dan tidak engkau diam saja: sehingga tidak dapat engkau dengar sendiri. Saya mengira bahwa Nabi s.a.w. mengeraskan sedikit suaranya, supaya manusia dapat belajar daripadanya. Yang demikian itu, karena riwayat yang kami tuliskan bersama ini dan lainnya, tidak disebutkan padanya sesudah memberi salam, akan adanya pembacaan takbir dan tahlil. Kadang-kadang disebutkan Nabi s.a.w. berdzikir sesudah shalat, dengan yang saya terangkan itu. Dan disebutkan perginya Nabi s.a.w. dari shalat dengan tanpa dzikir. Dan Ummu Salamah menyebutkan berhentinya Nabi s.a.w. sekejap sesudah shalat dan beliau tidak berdzikir dengan keras. Saya mengira, bahwa Nabi s.a.w. tidak berhenti yang sekejap itu, selain untuk berdzikir dengan dzikir yang tidak keras suaranya.”. (Al Umm, Jilid 1 hal. 296).
AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH Nabi s.a.w. bersabda: ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةَّ وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ الله قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي “Sesungguhnya, Bani Israil berpecah-belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan pecah menjadi 73 golongan, seluruhnya masuk neraka kecuali satu.” Mereka bertanya, “Siapa ia, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “(Orang yang mengikuti) jalan yang ditempuh olehku dan sahabatku (ajaranku dan sahabatku).” Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah: Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Ahlus sunnah wal Jamaah juga disebut salafush shalih. Yakni orang-orang terdahulu dan pertama-tama masuk Islam. Seseorang, yang mengikuti paham salafush shalih dengan benar dan sempurna, dijanjikan oleh Allah untuk masuk surga, berdasarkan firman Allah ta’ala, وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam), di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya, selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At-Taubah:100) Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan surga bagi para sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan benar dan baik. Tentunya, hal ini menunjukkan bahwa mereka selamat dari neraka. Allah tidak pernah menyelisihi janji-Nya. Perlu ditegaskan kembali tentang pengertian pemahaman salafush shalih. Maksudnya adalah pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Kata “salaf” dalam istilah para ulama dipakai untuk ‘para sahabat dan dua generasi setelahnya yang mengikuti pemahaman sahabat dengan benar dan baik’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, bukan ukut idrus ramli ahlul bid'ah
Klo orang mondok di psantren At mondok dan sekolah Maka 90% sama dengan Kh idrus Tpi klo tidak prnah mondok ,at mondok nya di wahabi salafi 90% Anti Ijma dan kias? Di daerah di prkampungan trmasuk di prkota an,salafi wahabi masuk nya di orang"yg tidak mondok? Di kabupaten sy salfi wahabi 90%masuk nya ke prkanyoran dan prusaha an? M
KEPADA SDR. IDRUS RAMLI, APAKAH IMAM SYAFI’I WAHABI? INILAH MAZHAB SYAFI’I YANG BENAR (Bagian 1) Sumber: “ TERJEMAHAN AL UMM”, leh Prof. Tk. H Ismail Yakub, SH, MA, Dosen Universitas Gajah Mada, Penerbit Victory Agencie, Kuala Lumpur. Mau bermazhab Syafi’i yang benar dari mana tahu?
Jawabannya tentu saja dari kitab yang di tulis oleh Imam Syafi’i sendiri. AIR 1. Air musta’mal. Menurut Imam Imam Syafi’i yang didasarkan pada hadits-hadits Rasulullah s.a.w., yaitu tidak mengajarkan adanya air musta’mal. Imam Syafi’i berkata: “Dikabarkan kepada kami oleh Sufyan dari Az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah r.a., bahwa : “Rasulullah s.a.w. mandi dari al-qadah, yakni al-faraq (sesuatu dari penyukat sebesar empat puluh kati). Adalah aku dan beliau mandi dalam satu bejana”. Dikabarkan kepada kami dari Ibnu Uyainah, dari ‘Amr bin Dinar, dari Abisy-sya’tsa, dari Ibnu Abbas, dari Maimunah, bahwa ia dan Nabi s.a.w. mandi dari satu bejana. Diriwayatkan dari Salim Abin-Nadlar, dari Al-Qasim, dari ‘Aisyah, yang mengatakan: ”Adalah aku dan Rasulullah s.a.w mandi dari satu bejana, dari janabah”. Imam Syafi’i berkata: “Dengan ini, kami mengambil pengertian, bahwa tiada mengapa mandi dengan air kelebihan orang berjanabah dan orang haid. Karena Rasulullah s.a.w. dan ‘Aisyah mandi dari satu bejana dari janabah”. (Terjemahan Al Umm, Jilid 1 hal 44 - 45). WUDHU 1. Tidak bacaan atau dzikir ketika membasuh anggota wudhu. Saya tidak menemukan hal ini dalam Al Umm. 2. Mengusap atau menyapu kepala. Sebagaimana dalam Al Maaidah ayat 6 dan hadits nabi dalam wudhu bukan membasuh sebagian kepala, tetapi mengusap atau menyapu kepala. Dalam Al Umm juga disebut menyapu atau mengusap bukan membasuh tapi menyapu. Catatan saya: Kalau membasuh seperti mengambil seceduk air lalu membasuh kepala. Kalau mengusap hanya dengan bekas-bekas air atau butiran air. Menurut Ust Hadi Hidayat, mengusap kepala mengambil air dengan telapak tangan kemudian dibalikkan, barus diusap ke kepala. Dalam Al Umm ada dua cara mengusap kepala. Yang pertama mengusap Sebagian kepala. Ini berdasarkan penafsiran secara Bahasa mengenai ayat Al Maidah ayat 6. Yang ke dua: Imam Syafi’i memberi pilihan, yaitu mengusap seluruh kepala. Imam Syafi’i berkata : “Dan pilihan bagi orang yang berwudhu’, ialah bahwa ia mengambil air dengan dua tangannya. Lalu ia menyapu bersama kedua tangan itu kepalanya. Ia hadapkan kedua tangan itu dan ia belakangkan. Ia mulai dengan depan kepalanya, kemudian dijalankannya kedua tangan itu ke kuduknya. Kemudian, dikembalikan keduanya, sehingga kembali ke tempat yang semula”. Begitulah diriwayatkan, bahwa Nabi s.a.w. meyapu kepalanya. (Al Umm. Jilid 1 hal. 74).
Klo menurut Islam jamaah yg slamat hanya satu yaitu mebbuat ke Amiran sdri ..biar sah islamya krna ada BEAT dgn AMIRNYA ..yg berpusat di mburngan KEDIRI.itu gmn tadz ?
IDRUS RAMLI ATAU SALAFI YANG DIA SEBUT WAHABI YANG SESAT. SIAPA YANG SUKA MENGKAFIRKAN ORANG, WAHABI ATAU IDRUS RAMLI? IDRUS RAMLI MENYEBUT SALAFI WAHABI ANJING NERAKA, TANDUK NERAKA, SESAT DAN LAINNYA. FATWA MUI TERBARU MENGATAKAN BAHWA SALAFI YANG DIA SEBUT WAHABI TIDAK MENYIMPANG DAN TIDAK SESAT. KALAU BEGITU APA BUKAN IDRUS RAMLI YANG SESAT?
INILAH MAZHAB SYAFI’I YANG BENAR (Bagian 2) Sumber: “ TERJEMAHAN AL UMM”, leh Prof. Tk. H Ismail Yakub, SH, MA, Dosen Universitas Gajah Mada, Penerbit Victory Agencie, Kuala Lumpur. SHOLAT 1. Tidak melafadzkan niat, seperti usholli ……., dst. ketika memulai shalat., tetapi hanya niat saja. Dalam Bab Niat Pada Shalat, Imam Syafi’i berkata, : ”Tidak memadai shalat daripada seseorang, selain bahwa ia meniatkan mengerjakan shalat. Haruslah pada setiap orang yang mengerjakan shalat pada setiap shalat yang wajib, bahwa dikerjakannya dalam keadaan suci, sesudah masuk waktu dan dengan menghadap Kiblat. Ia meniatkan shalat itu sendiri dan mengucapkan takbir. Kalau ia meninggalkan salah satu dari hal tadi, niscaya tiada memadai sahalatnya. Niat itu tidak dapat menggantikan takbir. Niat itu tiada memadai, selain ada bersama takbir. Ia tiada memadai mendahului takbir dan tidak sesudah takbir”. (Al Umm, sda. Jilid 1 hal 238 - 239). Jadi, Imam Syafi’i tidak mengajarkan sama sekali untuk melafadzkan niat, hanya niat saja. Apalagi yang disebut tahyin, dsb. Demikain juga dalam amalan lainnya, seperti wudhu’, Imam Syafi’i juga tidak mengajarkan melafadzkan niat. 2. Imam Syafi’i tidak mengajarkan tambahan sayidina dalam shalawat shalat. Dalam Al Umm tertulis: “Dikabarkan kepada kami oleh Ar Rabi’, yang mengatakan dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi’i, yang mengatakan, dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad, yang mengatakan disampaikan hadits kepadaku oleh Shafwan bin Salim, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dari Abi Hurairah, bahwa ia bertanya: “Wahai Rasulullah! Bagaimana kami bersalawat kepada Engkau, yakni dalam shalat?” Nabi s.a.w. menjawab: “Kamu bacalah: “ Allahhumma shalli ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammad kama shallaita ‘ala ‘Ibraahim, wa baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammad kamaa baarakta ‘ala Ibraahima”. (Al Umm, Jilid 1 hal. 276) “Dikabarkan kepada kami oleh Ar-Rabi’, yang mengatakan dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi’i, yang mengatakan: dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad yang mengatakan disampaikan kepadaku hadits oleh Sa’ad bin Ishak bin Ka’ab bin ‘Ujrah, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Ka’ab Ibnu ‘Ujrah dari Nabi s.a.w., bahwa Nabi s.a.w. mengucapkan dalam shalat: “Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammadin, kamaa shallaita ‘alaa Ibraahiima wa aali Ibraahiima, wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammmadin, kamaa baarakta-‘alaa Ibraahima wa aali Ibraahima, innaka hamidum majjid”. (Al Umm, Jilid 1 hal. 276). Jadi, bukan pakai “Fila ‘alamina innaka…” dalam sholawat tsb. Dua shalawat itulah yang disampaikan Imam Syafi’i untuk dibaca dalam shalat dan tidak ada kata “sayyidina”.
Wahabi yang ngaku salafi itu anti Mazhab, tapi doyan kutip kutip pendapat Imam Mazhab sesuai hawa nafsunya sendiri,. Ini lucu dan menggelikan ibarat penonton sepak bola lebih pintar dari pemain bola itu sendiri..
CAKEP..............! CONTOHNYA " NABI TAHLILAN KEMATIAN NGGAK ? ......NABI MERAYAKAN MAULID NGGAK ?........NABI QUNUT SUBUH NGGAK ? ......NABI MELAFADZKAN NIAT SHALAT NGGAK ?.....NABI MENYURU JENGGOT KITA DI CUKUR ?.........NABI MENTAQWIL SIFAT SIFAT ALLAH ?...........KATA IDRUS RAMLI KITA BERAGAMA HARUS / WAJIB MENGIKUTI NABI DAN PARA SAHABAT MAKA....IKUTI TATA CARA NABI BERIBADAH . INGAT............BERAGAMA ITU KITA WAJIB.......MENGIKUTI NABI DAN PARA SAHABAT BUKAN MENGIKUTI IMAM SYAFEI ATAU IMAM MALIK.
IDRUS RAMLI HANYA TAHU HADITS BID’AH SESAT HANYA KULLU BID’ATIN DOLALLAH. SAYA BUKAN ULAMA DAN BUKAN USTADZ, TAPI BANYAK MENELITI KITAB-KITAB PARA ULAMA AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH. BANYAK DALIL AL QURAN DAN HADITS YANG DITULIS UILAMA TENTANG BID’AH SESAT. A. KITAB RIYADUSH SHALIHIN OLEH ULAMA BESAR MAZHAB SYAFI’I, YAITU IMAM AN NAWAWI. SAYA PUNYA TERJEMAHANNYA OLEH ASEP SOBARI, LC, PENERBIT BENING, 1985. BAB 18 HAL.217, JUDUL BAB “ LARANGAN MELAKUKAN BID’AH” DI BAB ITU IMAM AN NAWAWI BERDALIL DENGAN 5 AYAT AL QURAN DAN 3 HADITS SHAHIH. IMAM AN NAWAWI MENGATAKAN SEMUA BID’AH TERLARANG ATAU SESAT, DAN TIDAK ADA BID’AH HASANAH. TENTANG HADITS SUNNAH SYAI’AH DIMASUKKAN KE DALAM BAB “MEMBERI CONTOH PERBUATAN BAIK ATAU BURUK” JADI BUKAN DALIL BID’AH HASANAH. B. KITAB AL I’TISAM OLEH IMAM ASY SYATIBI. BANYAK DALIL BID’AH SESAT TIDAK ADA BID;AH HASANAH. PALING BERBAHAYA BAGI PELAKU BID’AH DIANGGAP OLEH ALLAH SEBAGAI PEMECAH BELAH AGAMA. FRIMAN ALLAH AZZA WA JALLA: “Sesungguhnya orang-orang yang mememcah belah agama mereka dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggungjawabmu terhadap nmereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang mereka perbuat.” (Al An’am 159). Ayat ini disampaikan penafsirannya dalam hadits yang diriwayatkan dari jalur Aisyah r.a., dia berkata: “Rosulullah sholallahu ‘alaihi was salam bersabda, “Wahai Aisyah, mengenai firman Allah azz awa Jalla, ‘Sesungguhnya orang-orang yang mememcah belah agama mereka dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, ‘Siapakah mereka?. “Aku menjawab Allah dan Rosulnya lebih mengetahui” Beliau bersabda, “ Mereka adalah orang-orang yang mengikuti nafsu, para pelaku bid’ah, dan para pelaku kesesatan dari umat ini. Wahai Aisyah, sesungguhnya setiap dosa memiliki taubat, kecuali bagi mereka orang-orang yang mengikuti nafsu, para pelaku bid’ah. Mereka tidak memiliki taubat, dan aku berlepas diri dari mereka, sebafaimana mereka berlepas diri dariku.” (Al I’tisam jilid 1 oleh Imam SyatIbi, hal. 82 dan 83). C. KITAB “ Intisari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah” oleh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid al-Atsari. ANTARA LAIN MEMUAT “WASIAT DAN PERNYATAAN PARA SAHABAT DAN IMAM AHLUS SUNNAH TENTANG BERITTIBA’ DAN LARANGAN BERBUAT BID’AH” 1. Muadz bin Jabal berkata: (Sahabat) “Wahai manusia, raihlah ilmu sebelum ilmu itu diangkat! Ingatlah bahwa diangkatnya ilmu itudengan wafatnya ahli ilmu. Hatu-hatilah kamu terhadap bid’ah, perbuatan bid’ah, dan tanaththu’ (melampaui). Berpegang teguhlah pada urusan kamu yang terdahulu (berpegang teguhlah pada Al Qur’an dan sunnah). 2. Hudzaifah bin Al Yamaan (sahabat) berkata: “Setiap bid’ah yang tidak pernah diilakukan oleh Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai ibadah, janganlah kamu melakukannya! Sebab, generasi pertama tidak memberikan kesempatan kepada generasi berikutnya, untuk berpendapat (dalam masalah agama). 3. ‘Abdullah bin Mas’ud (sahabat) juga berkata: “Hendaklah kalian mengikuti dan janganlah kalin berbuat bid’ah. Sungguh kalian yelah dicukupi, berpegang teguhlah pada urusan kalian yang terhdahulu(Maksudnya Al Qur’an dan Sunnah). 4. ‘Abdullah bin Umar (sahabat) berkata: “Setiap bid’ah adalah sesat walaupun manusia mengangggapnya baik.” 5. Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib (sahabat) berkata: “Seandainya agama itu(berdasarkan) pemikiran, pastilah bawah sepatu khuf lebih utama untuk diusap daripad bagian atasnya. Akan tetapi, saya melihat Raulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusp atasnya. 6. Imam al Auza’i berkata: “Hendaklah engkau berpegang dengan atsar para pendahulu(salaf) meskipun orang-orang menolakmu. Selain itu, jauhkanlah dirimum dari pendapat para tokoh meskipun ia menghiasi pendapatnya dengan perkataan yang indah. Sesungguhnya hal ituu akan jelas jelas, sedang kamu berada di jalan yang lurus.” 7. Ayub as-Sakhtyiyani berkata: “Tidaklah Ahlul bid’ah itu bertambah sungguh-sungguh dalam bid’ahnya), melainkan semakin bertambah pula kejauhannya dari Allah.” 8. Hassan bin Athiyyah berkata: “Tidaklah suatu kaum berbuat bid’ah dalam agamnya melainkan tercabut dari sunnah mereka seperti itu pula.” 9. Muhammad bin Sirin baerkata: “Para salaf pernah mengatakan: ‘Selama seseorang berada di atas atsar, pastilah ia di atas jalan (yang lurus). 10. Imam asy-Syafi’I berkata: “Semua masalah yang telah saya katakana tetapi bertentangan dengan sunnah, maka saya akan rujuk, saat hidupku maupun setelah wafatku.” 11. Imam Ahmad bin Haanbal berkata: “Pokok sunnah menurut kami (ahlus Sunnah wal Jama’ah) adalaha berpegang teguh pada apa yang dilakukan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti mereka serta meninggalkan bid’ah. Segala bid’ah itu adalah sesat. (Dikutip dari kitab “ Intisari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah” oleh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid al-Atsari).
Paham Nahdiyin bersumber pada asy'ariyah sedangkan salafi bersumber pada sahabat nabi s a w . Beda jauhkan? Mana yang benar? Asy'arikahkah atau sahabat nabi !
Jelas padat dan sangat bermanfaat.
Ahsantum ya Kiayi Idrus Romli
Alhamdulillah syukur, t.kasih atas pencerahan...❤
Penjelasannya mudah di Fahmi ustaz trimakasih,❤
Kelantan hadir mmg kiyai terbaik dalilnya lengkap sama dgn kelantan🇲🇾🇵🇸
Ustadz ku , semoga Allah SWT berkahi umurnya dan manfaat ilmunya, Amin ya rabbal aalamiin.
Terimakasih p kyai dan admin
Barakallahu feekum ustadh Muhammad idrus ramli..ilmu nya...
Masyallah sangat jelas ulasan KH IR tentang ahlulsunnah wal jamaah semoga kiyai sehat walafiat dan terus berjuang melawan paham sekte Wahabi salapi laknattullah
👍👍👍💪💪💪💯💯💯♥️♥️♥️🇮🇩🇮🇩🇮🇩🙏🙏🙏 Terima kasih penjelasan dan pencerahannya yang sangat bermanfaat Jazakumulloh Ahsanal jazak Amin Amin Allohumma Amin 🤲🤲🤲
@ast.m4424siapa blg??? Kami Ahlussunah wal Jama'ah Asy'ari dan Maturidi itu sesuai Ayat2 Suci Al Qur'an ul Kariim dan Hadits, bukan syiah
Kalau kamu nuduh kami ini spt syiah, maka sbnrny ada minimal 2 kesalahan fatal kalian buat wahai wahabi
1. Kalian mengingkari BUANYAAAAK SEKALI Dalil yg memerintahkan amaliyah Ahlus Sunnah wal Jama'ah
2. Kalian menuduh Dalil sbg ajaran syiah rafidhoh laknatullah 'alaihim. Ini jelas istihza' bid diin yg mengakibatkan kalian kafir hai wahabi
3. Kalian sbnrny (dgn tuduhan kalian thd Asy'ari) telah menunjukkan bahwa kalian JAUH LEBIH buruk drpd syiah rafidhah. Krn rafidhah saja mau menjalankan amaliyah2 Ahlus Sunnah wal Jama'ah, tp kalian malah gak tau dan menuduh bid'ah, syirik dll
Hadir nyimak YAI
INILAH MAZHAB SYAFI’I YANG BENAR
(Bagian 4)
Sumber: “ TERJEMAHAN AL UMM”, leh Prof. Tk. H Ismail Yakub, SH, MA, Dosen Universitas Gajah Mada, Penerbit Victory Agencie, Kuala Lumpur.
JENAZAH
1. Wanita selain dikafani dipakaikan pakaian.
Imam Syafi’i berkata: ”Berbeda wanita dengan laki-laki tentang kafan apabila kafan itu ada. Maka dipakaikan pada wanita itu baju, kain sarung surban (kerudung: pen.) dan dibungkus. Diikatkan kain pada dadanya dengan semua kain-kain kafannya. Saya lebih menyukai diletakkan kain sarung sebelum baju. Karena disuruh oleh Nabi s.a.w. dengan yang demikian itu pada putrinya” (Al Umm, Jilid 2 hal 191).
2. Dalam pembahasan shalat Jenazah, sebagimana tidak adanya ajaran dari Rasulullah s.a.w, maka Imam Syafi’i juga tidak mengajarkan sama sekali adanya pembacaan al-Quran, doa dan dzikir sehabis shalat jenazah.
(Catatan penulis: Doa adanya dalam shalat jenazah )
3. Ketika menguburkan jenzah, tidak ada ajaran Imam Syafi’i tentang adzan dalam kubur. Dalam Bab pembacaan ketika menguburkan mayat’, Imam Syafi’i berkata: “Dikabarkan kepada kami oleh Ar Rabi’, yang mengatakan: dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi’i yang mengatakan: “Apabila diletakkan mayat dalam kubur, maka orang meletakkannya membaca, : “Bismilaahi wa ‘ala millati rasulullahi solallahu ‘alaihi was sallam’, kemudian berdo’a”. (Al Umm, Jilid 2 hal 219).
4. Tidak ada pembacaan talkin, Al-Quran, tahlilan dan doa bersama, setelah mayat dikuburkan.
Pada bab ‘Apa yang ada sesudah mayat dikuburkan’, Imam Syafi’i berkata: “Dikabarkan kepada kami oleh Ar Rabi’, yang mengatakan kepada saya dari sebahagian orang yang telah lalu, bahwa ia menyuruh duduk pada kuburan, apabila telah dikuburkan mayat, kadar waktu disembelihkan binatang sembelihan. (Al Umm, terjemahan Prof. Ismail Yakub, dosen UGM, Jilid 2 hal. 216). ). (Jadi. Tidak ada lagi baca- bacaan apa-apa, pen.). Seperti butir 3 di atas Imam Syafi’i menganjurkan berdoa ketika meletakkan mayat ke dalam kubur.
Catatan penulis: Jadi hanya duduk sebentar. Waktu menyembelih binatang tidak lama dan tidak memungkinkan membaca talkin, Al Quran, tahlilan dan doa bersama apalagi yang panjang.
Nabi s.a.w. memerintahkan hanya mohon ampun untuk si mayit(sendiri-sendiri).
5. Ma’tam.
Ma’tam atau berkumpul-kumpul pada ahli mayyit.
Menurut Imam Syafi’i berkumpul-kumpul pada akhli mayyit (ma’tam) adalah hukumnya dilarang, yakni larangan makruh. Imam Syafi’i berkata: “Dan saya memandang makruh mengadakan ma’tam . Yaitu berkumpul wlaupun tidak menangis. Karena yang demikian itu menimbulkan kesedihan dan memberatkan biaya, serta dalil atsar yang telah lalu”. (Al Umm, Jilid 2 hal. 223).
(Catatan penulis: Maksud atsar yang telah lalau ialah dalam hal meratap, dimana menurut Ijma’ sahabat Nabi s.a.w., bahwa hukum berkumpul kumpul pada akhli mayyit hukumnya sama dengan meratap. Menurut ulama lain hukum meratap adalah haram.
Makruh berarti berpahala meninggalkannya, tidak berdosa dikerjakan. Kalau tidak berpahala tentu tidak ada yang dihadiahkan kepada si mayit.)
6. Membuatkan makanan untuk keluarga akhli mayit
Imam Syafi’i berkata: “Saya menyukai bagi tetangga mayat atau kerabatnya. Membuat makanan untuk keluarga mayat pada hari meninggal dan malamnya, yang mengenyangkan mereka. Dan itu adalah perbuatan orang-orang yang sebelum kita dan sesudah kita. Karena tatkala datang berita wafatnya Ja’far , maka Rasulullah s.a.w. bersabda: “Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far. Karena telah datang urusan yang menyibukkan mereka.” (Al Umm, sda. Jilid 2 hal. 220).
Catatan penulis: Jadi, bukan Akhli mayit yang membuatkan makanan untuk tetangga dan yang lainnya.
7. Ziarah kubur tidak membaca surat Yaa Siin.
Dikatakan Imam Syafi’i: “Adapun apabila Anda berziarah. Maka anda meminta ampun (maksudnya meminta ampun untuk si mayat-pen.)). Dan haruslah hati anda mengingati urusan akhirat.” (Al Umm, Jilid 2 hal. 219).
Demikianlah beberapa catatan saya dari hasil pengamatan terhadap Kitab Al Umm oleh Imam Syafi’i (Ulama Besar pendiri Mazhab Syafi’i).
Semoga kita dapat meneladani beliau dengan sebaik-baiknya.
Semoga bermanfaat. Aamin.
Wallahu a’lam.
Turob Djuhani
INILAH MAZHAB SYAFI’I YANG BENAR
(Bagian 3)
Sumber: “ TERJEMAHAN AL UMM”, leh Prof. Tk. H Ismail Yakub, SH, MA, Dosen Universitas Gajah Mada, Penerbit Victory Agencie, Kuala Lumpur.
3. Imam Syafi’i tidak mengajarkan meringkas shalawat Nabi.
Ajaran shalawat Nabi yang dibaca dalam shalat dalam Al Umm adalah seperti pada butir 3 di atas, baik dalam tahiyyat awal maupun tahiyyat akhir dan Imam Syafi’i tidak mengajarkan bahwa sekurang-kurangnya membaca Allaahumma shaali ‘ala Muhammad.
Catatan penulis: Menurut Akhli Hadits yang lain bahwa Nabi s.a.w. melarang hanya membaca shalawat hanya kepada beliau dengan tidak menyertai shalawat kepada keluarga beliau.
4. Adzan Jumat hanya satu kali, yaitu ketika imam sudah duduk di mimbar dan oleh satu juru adzan.
Imam Syafi’i berkata: “Saya menyukai bahwa adzan pada hari Jumat itu, ketika Imam masuk masjid. Dan ia duduk pada tempatnya yang ia berkhutbah, yang mana di atas tempat itu kayu atau pelepah kurma atau mimbar atau sesuatu yang tinggi atas lantai.
Apabila Imam telah berbuat demikian, lalu juru adzan melaksanakan adzan. Apabila telah selesai, lalu imam itu berdiri, lalu membaca khutbah. Tiada lebih dari yang demikian.
Saya menyukai bahwa dilakukan adzan oleh juru adzan yang satu orang, apabila imam itu sudah berada di atas mimbar. Tidak dilakukan sejumlah juru adzan-juru adzan.
“Dikabarkan kepada kami oleh Ar-rabi’, yang mengatakan dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi’i yang mengatakan dikabarkan kepada saya oleh orang yang dapat dipercaya, dari Az-Zuhri, dari As-Saib bin Yazid: bahwa adalah permulaan adzan itu bagi Jum’at, ketika imam duduk di atas mimbar pada masa Rasulullah s.a.w., Abu Bakar dan Umar. Tatkala masa Kahlifah Usman dan telah banyak orang, lalu Usman menyuruh dengan adzan kedua. Lalu dilaksanakan adzan itu. Maka tetaplah urusannya yang demikian.
“Atha’ menentang bahwa Usman yang mengadakan adzan kedua itu. Dan mengatakan adzan kedua itu diadakan oleh Mu’awiyah - dan Allah ta’ala yang lebih mengetahui.
Manapun yang dua itu yang mengadakan, maka keadaan pada Masa Rasulullah s.a.w. (satu kali adzan-pen) adalah saya lebih menyukai.” (Al Umm, Jilid 2 hal 15 &b 16).
Jadi ajaran Imam Syafi’i adalah adzan Jum’at hanya satu kali.
5. Tidak ada shalat sunat qobliyah (sebelum) Jumat.
Dari uraian pada butir 5 di atas dapat diketahui bahwa yang diajarkan Imam Syafi’i adalah adzan Jum’at itu hanya satu kali, yaitu ketika sudah masuk waktu dan imam sudah masuk masjid kemudian duduk di atas mimbar. Begitu selesai adzan imam langsung berkhutbah.
Jadi baik Imam maupun makmum tidak ada waktu untuk shalat qobliyah Jum’at, karena jamaah wajib mendengarkan khutbah. Demikian pula yang diperbuat semasa Raulullah s.a.w.
Lagi pula dalam pembahasan shalat Jum’at ini sama sekali Imam Syafi’i tidak menyinggung shalat qoblyah Jum’at.
6. Imam Syafi’i tidak mengajarkan sama sekali bacaan-bacaan sebelum khutbah, seperti Yaa ma’syirol muslimin dan sebagainya.
Sebagaimana kutipan pada butir 5 di atas tidak ada sama sekali adanya bacaan ma’shirol dst. Karena, menurut Imam Syafi’i begitu masuk waktu, maka imam duduk di atas mimbar dan juru adzan langusng adzan, sesudah itu Khotib langsung berhotbah tidak ada amalan lainnya.
7. Sunat surat yang dibaca pada malam Jum’at.
Imam Syafi’i berkata: “Dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad yang mengatakan disampaikan hadits kepada saya oleh Abdullah bin Abdurrahman bin Mu’ammar, bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Perbanyaklahlah selawat kepadaku pada hari Jum’at!. Disampaikan kepada kami, bahwa barang siapa membaca Surat Al-Kahfi, niscaya ia terpelihara dai fitnah Dajjal.”
Saya menyukai banyaknya selawat kepada Nabi s.a.w., dalam segala hal. Pada hari Jum’at dan malamnya saya lebih menyukai lagi. Saya memandang sunat membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at dan siangnya, karena telah datang hadits padanya”. (Al Umm, Jilid 2 hal 50).
8. Berdzikir dan berdoa sesudah shalat.
Imam Syafi’i mengajarkan untuk merendahkan suara (tentunya sendiri-sendiri/tidak berjamaah), kecuali untuk mengajarkan ma’mum yang belum bisa.
Imam Syafi’i berkata: “ Saya memandang baik bagi imam dan ma’mum bahwa berdzikir kepada Allah, sesudah keluar dari sholat. Keduanya itu menyembunyikan dzikir, kecuali bahwa Ia itu imam yang harus orang belajar daripadanya. Maka ia mengeraskan suaranya, sehingga ia melihat bahwa orang telah mempelajari dari padanya. Kemudian ia mengecilkan suaranya. Allah s.w.t. berfirman, artinya:” Dan janganlah engkau shalat dengan suara keras dan jangan pula diam saja”. (S Al Israa’, ayat 110).
Yakni - Allah Ta’ala yang Maha Tahu, ialah doa. Tidak engkau keraskan, artinya: tidak engkau tinggikan suara. Dan tidak engkau diam saja: sehingga tidak dapat engkau dengar sendiri.
Saya mengira bahwa Nabi s.a.w. mengeraskan sedikit suaranya, supaya manusia dapat belajar daripadanya. Yang demikian itu, karena riwayat yang kami tuliskan bersama ini dan lainnya, tidak disebutkan padanya sesudah memberi salam, akan adanya pembacaan takbir dan tahlil. Kadang-kadang disebutkan Nabi s.a.w. berdzikir sesudah shalat, dengan yang saya terangkan itu. Dan disebutkan perginya Nabi s.a.w. dari shalat dengan tanpa dzikir. Dan Ummu Salamah menyebutkan berhentinya Nabi s.a.w. sekejap sesudah shalat dan beliau tidak berdzikir dengan keras. Saya mengira, bahwa Nabi s.a.w. tidak berhenti yang sekejap itu, selain untuk berdzikir dengan dzikir yang tidak keras suaranya.”. (Al Umm, Jilid 1 hal. 296).
ALHAMDULILLAH PENJELASAN TERBAIK, KAUM WAHABI MUJASSUMAH PANAS PUNGGUNG, TAK BOLEH DENGAR 😂😂😂
AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Nabi s.a.w. bersabda:
ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةَّ وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ الله قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Sesungguhnya, Bani Israil berpecah-belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan pecah menjadi 73 golongan, seluruhnya masuk neraka kecuali satu.” Mereka bertanya, “Siapa ia, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “(Orang yang mengikuti) jalan yang ditempuh olehku dan sahabatku (ajaranku dan sahabatku).”
Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:
Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.
Ahlus sunnah wal Jamaah juga disebut salafush shalih. Yakni orang-orang terdahulu dan pertama-tama masuk Islam.
Seseorang, yang mengikuti paham salafush shalih dengan benar dan sempurna, dijanjikan oleh Allah untuk masuk surga, berdasarkan firman Allah ta’ala,
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam), di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya, selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (Q.S. At-Taubah:100)
Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan surga bagi para sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan benar dan baik. Tentunya, hal ini menunjukkan bahwa mereka selamat dari neraka. Allah tidak pernah menyelisihi janji-Nya.
Perlu ditegaskan kembali tentang pengertian pemahaman salafush shalih. Maksudnya adalah pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Kata “salaf” dalam istilah para ulama dipakai untuk ‘para sahabat dan dua generasi setelahnya yang mengikuti pemahaman sahabat dengan benar dan baik’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan,
bukan ukut idrus ramli ahlul bid'ah
Nah betul makanya Wahabi gak termasuk ahli Sunnah
Yg di samping kan beliau lah paham sahabat, kalau Wahabi cuma kamupelase
Itulah yg di jelaskan Ki Idrus Romli gak bisa dengar ya😂
@@Mustofa-r9nwahabi itu sekte Yahudi nantinya akan jadi pengikutnya Dajjal
Klo orang mondok di psantren
At mondok dan sekolah
Maka 90% sama dengan Kh idrus
Tpi klo tidak prnah mondok ,at mondok nya di wahabi salafi 90%
Anti Ijma dan kias?
Di daerah di prkampungan trmasuk di prkota an,salafi wahabi masuk nya di orang"yg tidak mondok?
Di kabupaten sy salfi wahabi 90%masuk nya ke prkanyoran dan prusaha an?
M
KEPADA SDR. IDRUS RAMLI, APAKAH IMAM SYAFI’I WAHABI?
INILAH MAZHAB SYAFI’I YANG BENAR
(Bagian 1)
Sumber: “ TERJEMAHAN AL UMM”, leh Prof. Tk. H Ismail Yakub, SH, MA, Dosen Universitas Gajah Mada, Penerbit Victory Agencie, Kuala Lumpur.
Mau bermazhab Syafi’i yang benar dari mana tahu?
Jawabannya tentu saja dari kitab yang di tulis oleh Imam Syafi’i sendiri.
AIR
1. Air musta’mal.
Menurut Imam Imam Syafi’i yang didasarkan pada hadits-hadits Rasulullah s.a.w., yaitu tidak mengajarkan adanya air musta’mal.
Imam Syafi’i berkata: “Dikabarkan kepada kami oleh Sufyan dari Az-Zuhri, dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah r.a., bahwa : “Rasulullah s.a.w. mandi dari al-qadah, yakni al-faraq (sesuatu dari penyukat sebesar empat puluh kati). Adalah aku dan beliau mandi dalam satu bejana”.
Dikabarkan kepada kami dari Ibnu Uyainah, dari ‘Amr bin Dinar, dari Abisy-sya’tsa, dari Ibnu Abbas, dari Maimunah, bahwa ia dan Nabi s.a.w. mandi dari satu bejana.
Diriwayatkan dari Salim Abin-Nadlar, dari Al-Qasim, dari ‘Aisyah, yang mengatakan: ”Adalah aku dan Rasulullah s.a.w mandi dari satu bejana, dari janabah”.
Imam Syafi’i berkata: “Dengan ini, kami mengambil pengertian, bahwa tiada mengapa mandi dengan air kelebihan orang berjanabah dan orang haid. Karena Rasulullah s.a.w. dan ‘Aisyah mandi dari satu bejana dari janabah”. (Terjemahan Al Umm, Jilid 1 hal 44 - 45).
WUDHU
1. Tidak bacaan atau dzikir ketika membasuh anggota wudhu. Saya tidak menemukan hal ini dalam Al Umm.
2. Mengusap atau menyapu kepala.
Sebagaimana dalam Al Maaidah ayat 6 dan hadits nabi dalam wudhu bukan membasuh sebagian kepala, tetapi mengusap atau menyapu kepala.
Dalam Al Umm juga disebut menyapu atau mengusap bukan membasuh tapi menyapu.
Catatan saya: Kalau membasuh seperti mengambil seceduk air lalu membasuh kepala. Kalau mengusap hanya dengan bekas-bekas air atau butiran air. Menurut Ust Hadi Hidayat, mengusap kepala mengambil air dengan telapak tangan kemudian dibalikkan, barus diusap ke kepala.
Dalam Al Umm ada dua cara mengusap kepala. Yang pertama mengusap Sebagian kepala. Ini berdasarkan penafsiran secara Bahasa mengenai ayat Al Maidah ayat 6.
Yang ke dua:
Imam Syafi’i memberi pilihan, yaitu mengusap seluruh kepala.
Imam Syafi’i berkata : “Dan pilihan bagi orang yang berwudhu’, ialah bahwa ia mengambil air dengan dua tangannya. Lalu ia menyapu bersama kedua tangan itu kepalanya. Ia hadapkan kedua tangan itu dan ia belakangkan. Ia mulai dengan depan kepalanya, kemudian dijalankannya kedua tangan itu ke kuduknya. Kemudian, dikembalikan keduanya, sehingga kembali ke tempat yang semula”.
Begitulah diriwayatkan, bahwa Nabi s.a.w. meyapu kepalanya. (Al Umm. Jilid 1 hal. 74).
Klo menurut Islam jamaah yg slamat hanya satu yaitu mebbuat ke Amiran sdri ..biar sah islamya krna ada BEAT dgn AMIRNYA ..yg berpusat di mburngan KEDIRI.itu gmn tadz ?
IDRUS RAMLI ATAU SALAFI YANG DIA SEBUT WAHABI YANG SESAT.
SIAPA YANG SUKA MENGKAFIRKAN ORANG, WAHABI ATAU IDRUS RAMLI?
IDRUS RAMLI MENYEBUT SALAFI WAHABI ANJING NERAKA, TANDUK NERAKA, SESAT DAN LAINNYA.
FATWA MUI TERBARU MENGATAKAN BAHWA SALAFI YANG DIA SEBUT WAHABI TIDAK MENYIMPANG DAN TIDAK SESAT.
KALAU BEGITU APA BUKAN IDRUS RAMLI YANG SESAT?
Wahabi salafi sekte Yahudi nanti jadi pengikutnya Dajjal
INILAH MAZHAB SYAFI’I YANG BENAR
(Bagian 2)
Sumber: “ TERJEMAHAN AL UMM”, leh Prof. Tk. H Ismail Yakub, SH, MA, Dosen Universitas Gajah Mada, Penerbit Victory Agencie, Kuala Lumpur.
SHOLAT
1. Tidak melafadzkan niat, seperti usholli ……., dst. ketika memulai shalat., tetapi hanya niat saja.
Dalam Bab Niat Pada Shalat, Imam Syafi’i berkata, : ”Tidak memadai shalat daripada seseorang, selain bahwa ia meniatkan mengerjakan shalat. Haruslah pada setiap orang yang mengerjakan shalat pada setiap shalat yang wajib, bahwa dikerjakannya dalam keadaan suci, sesudah masuk waktu dan dengan menghadap Kiblat. Ia meniatkan shalat itu sendiri dan mengucapkan takbir. Kalau ia meninggalkan salah satu dari hal tadi, niscaya tiada memadai sahalatnya. Niat itu tidak dapat menggantikan takbir. Niat itu tiada memadai, selain ada bersama takbir. Ia tiada memadai mendahului takbir dan tidak sesudah takbir”. (Al Umm, sda. Jilid 1 hal 238 - 239).
Jadi, Imam Syafi’i tidak mengajarkan sama sekali untuk melafadzkan niat, hanya niat saja. Apalagi yang disebut tahyin, dsb.
Demikain juga dalam amalan lainnya, seperti wudhu’, Imam Syafi’i juga tidak mengajarkan melafadzkan niat.
2. Imam Syafi’i tidak mengajarkan tambahan sayidina dalam shalawat shalat.
Dalam Al Umm tertulis: “Dikabarkan kepada kami oleh Ar Rabi’, yang mengatakan dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi’i, yang mengatakan, dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad, yang mengatakan disampaikan hadits kepadaku oleh Shafwan bin Salim, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dari Abi Hurairah, bahwa ia bertanya: “Wahai Rasulullah! Bagaimana kami bersalawat kepada Engkau, yakni dalam shalat?”
Nabi s.a.w. menjawab: “Kamu bacalah:
“ Allahhumma shalli ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammad kama shallaita ‘ala ‘Ibraahim, wa baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammad kamaa baarakta ‘ala Ibraahima”. (Al Umm, Jilid 1 hal. 276)
“Dikabarkan kepada kami oleh Ar-Rabi’, yang mengatakan dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi’i, yang mengatakan: dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Muhammad yang mengatakan disampaikan kepadaku hadits oleh Sa’ad bin Ishak bin Ka’ab bin ‘Ujrah, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Ka’ab Ibnu ‘Ujrah dari Nabi s.a.w., bahwa Nabi s.a.w. mengucapkan dalam shalat: “Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammadin, kamaa shallaita ‘alaa Ibraahiima wa aali Ibraahiima, wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa aali Muhammmadin, kamaa baarakta-‘alaa Ibraahima wa aali Ibraahima, innaka hamidum majjid”. (Al Umm, Jilid 1 hal. 276). Jadi, bukan pakai “Fila ‘alamina innaka…” dalam sholawat tsb.
Dua shalawat itulah yang disampaikan Imam Syafi’i untuk dibaca dalam shalat dan tidak ada kata “sayyidina”.
Wahabi yang ngaku salafi itu anti Mazhab, tapi doyan kutip kutip pendapat Imam Mazhab sesuai hawa nafsunya sendiri,. Ini lucu dan menggelikan ibarat penonton sepak bola lebih pintar dari pemain bola itu sendiri..
Darimana Lo emang Lo dah baca semua kitab imam Syafi'i
Ngomong golongan ahlul sunnah ttp prakteknya ahlul bid'ah
Makanya dengarin,biar tau apa aja Sunnah yg di bidiahkan Wahabi
Ente Wahabi bagian dari sekte Yahudi
CAKEP..............! CONTOHNYA " NABI TAHLILAN KEMATIAN NGGAK ? ......NABI MERAYAKAN MAULID NGGAK ?........NABI QUNUT SUBUH NGGAK ? ......NABI MELAFADZKAN NIAT SHALAT NGGAK ?.....NABI MENYURU JENGGOT KITA DI CUKUR ?.........NABI MENTAQWIL SIFAT SIFAT ALLAH ?...........KATA IDRUS RAMLI KITA BERAGAMA HARUS / WAJIB MENGIKUTI NABI DAN PARA SAHABAT MAKA....IKUTI TATA CARA NABI BERIBADAH . INGAT............BERAGAMA ITU KITA WAJIB.......MENGIKUTI NABI DAN PARA SAHABAT BUKAN MENGIKUTI IMAM SYAFEI ATAU IMAM MALIK.
IDRUS RAMLI HANYA TAHU HADITS BID’AH SESAT HANYA KULLU BID’ATIN DOLALLAH.
SAYA BUKAN ULAMA DAN BUKAN USTADZ, TAPI BANYAK MENELITI KITAB-KITAB PARA ULAMA AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH.
BANYAK DALIL AL QURAN DAN HADITS YANG DITULIS UILAMA TENTANG BID’AH SESAT.
A. KITAB RIYADUSH SHALIHIN OLEH ULAMA BESAR MAZHAB SYAFI’I, YAITU IMAM AN NAWAWI.
SAYA PUNYA TERJEMAHANNYA OLEH ASEP SOBARI, LC, PENERBIT BENING, 1985.
BAB 18 HAL.217, JUDUL BAB “ LARANGAN MELAKUKAN BID’AH”
DI BAB ITU IMAM AN NAWAWI BERDALIL DENGAN 5 AYAT AL QURAN DAN 3 HADITS SHAHIH.
IMAM AN NAWAWI MENGATAKAN SEMUA BID’AH TERLARANG ATAU SESAT, DAN TIDAK ADA BID’AH HASANAH.
TENTANG HADITS SUNNAH SYAI’AH DIMASUKKAN KE DALAM BAB “MEMBERI CONTOH PERBUATAN BAIK ATAU BURUK”
JADI BUKAN DALIL BID’AH HASANAH.
B. KITAB AL I’TISAM OLEH IMAM ASY SYATIBI.
BANYAK DALIL BID’AH SESAT TIDAK ADA BID;AH HASANAH.
PALING BERBAHAYA BAGI PELAKU BID’AH DIANGGAP OLEH ALLAH SEBAGAI PEMECAH BELAH AGAMA.
FRIMAN ALLAH AZZA WA JALLA:
“Sesungguhnya orang-orang yang mememcah belah agama mereka dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggungjawabmu terhadap nmereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang mereka perbuat.” (Al An’am 159).
Ayat ini disampaikan penafsirannya dalam hadits yang diriwayatkan dari jalur Aisyah r.a., dia berkata:
“Rosulullah sholallahu ‘alaihi was salam bersabda, “Wahai Aisyah, mengenai firman Allah azz awa Jalla, ‘Sesungguhnya orang-orang yang mememcah belah agama mereka dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, ‘Siapakah mereka?. “Aku menjawab Allah dan Rosulnya lebih mengetahui” Beliau bersabda, “ Mereka adalah orang-orang yang mengikuti nafsu, para pelaku bid’ah, dan para pelaku kesesatan dari umat ini. Wahai Aisyah, sesungguhnya setiap dosa memiliki taubat, kecuali bagi mereka orang-orang yang mengikuti nafsu, para pelaku bid’ah. Mereka tidak memiliki taubat, dan aku berlepas diri dari mereka, sebafaimana mereka berlepas diri dariku.” (Al I’tisam jilid 1 oleh Imam SyatIbi, hal. 82 dan 83).
C. KITAB “ Intisari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah” oleh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid al-Atsari.
ANTARA LAIN MEMUAT “WASIAT DAN PERNYATAAN PARA SAHABAT DAN IMAM AHLUS SUNNAH TENTANG BERITTIBA’ DAN LARANGAN BERBUAT BID’AH”
1. Muadz bin Jabal berkata: (Sahabat)
“Wahai manusia, raihlah ilmu sebelum ilmu itu diangkat! Ingatlah bahwa diangkatnya ilmu itudengan wafatnya ahli ilmu. Hatu-hatilah kamu terhadap bid’ah, perbuatan bid’ah, dan tanaththu’ (melampaui). Berpegang teguhlah pada urusan kamu yang terdahulu (berpegang teguhlah pada Al Qur’an dan sunnah).
2. Hudzaifah bin Al Yamaan (sahabat) berkata:
“Setiap bid’ah yang tidak pernah diilakukan oleh Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai ibadah, janganlah kamu melakukannya! Sebab, generasi pertama tidak memberikan kesempatan kepada generasi berikutnya, untuk berpendapat (dalam masalah agama).
3. ‘Abdullah bin Mas’ud (sahabat) juga berkata:
“Hendaklah kalian mengikuti dan janganlah kalin berbuat bid’ah. Sungguh kalian yelah dicukupi, berpegang teguhlah pada urusan kalian yang terhdahulu(Maksudnya Al Qur’an dan Sunnah).
4. ‘Abdullah bin Umar (sahabat) berkata:
“Setiap bid’ah adalah sesat walaupun manusia mengangggapnya baik.”
5. Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib (sahabat) berkata:
“Seandainya agama itu(berdasarkan) pemikiran, pastilah bawah sepatu khuf lebih utama untuk diusap daripad bagian atasnya. Akan tetapi, saya melihat Raulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusp atasnya.
6. Imam al Auza’i berkata:
“Hendaklah engkau berpegang dengan atsar para pendahulu(salaf) meskipun orang-orang menolakmu. Selain itu, jauhkanlah dirimum dari pendapat para tokoh meskipun ia menghiasi pendapatnya dengan perkataan yang indah. Sesungguhnya hal ituu akan jelas jelas, sedang kamu berada di jalan yang lurus.”
7. Ayub as-Sakhtyiyani berkata:
“Tidaklah Ahlul bid’ah itu bertambah sungguh-sungguh dalam bid’ahnya), melainkan semakin bertambah pula kejauhannya dari Allah.”
8. Hassan bin Athiyyah berkata:
“Tidaklah suatu kaum berbuat bid’ah dalam agamnya melainkan tercabut dari sunnah mereka seperti itu pula.”
9. Muhammad bin Sirin baerkata:
“Para salaf pernah mengatakan: ‘Selama seseorang berada di atas atsar, pastilah ia di atas jalan (yang lurus).
10. Imam asy-Syafi’I berkata:
“Semua masalah yang telah saya katakana tetapi bertentangan dengan sunnah, maka saya akan rujuk, saat hidupku maupun setelah wafatku.”
11. Imam Ahmad bin Haanbal berkata:
“Pokok sunnah menurut kami (ahlus Sunnah wal Jama’ah) adalaha berpegang teguh pada apa yang dilakukan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti mereka serta meninggalkan bid’ah. Segala bid’ah itu adalah sesat.
(Dikutip dari kitab “ Intisari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah” oleh ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid al-Atsari).
@taufikaprizal93wahabi itu sekte Yahudi nanti akan jadi pengikutnya Dajjal mangkanya gak masuk golongan
Imam safingi tiadak tahlillan kematian maulidan kok tidak di ikuti, apa itu sunah, nabinya dan para sohabat gak melakukanya dan imam yg 4
Paham Nahdiyin bersumber pada asy'ariyah sedangkan salafi bersumber pada sahabat nabi s a w . Beda jauhkan? Mana yang benar? Asy'arikahkah atau sahabat nabi !
O iya, dari mana salafi belajar ke sahabat? Lewat mimpi atau lewat halusinasi??
Itu kan menurut pikiran km yg bodoh
Yg benar lewat abu lahab dan abu jahal
Ahli sunnah menurut pemahaman idrus ramli bukan menurut pemahaman ulama salaf beda jauh seperti jauhnya langit dan bumi
Itu kan menurut ente pribadi?! Pertanyaannya ente ini siapa?
Ko bisa bilang begitu, apa Gk cukup dalil yg d sampikan oleh kiai Idrus Ramli, kmu ini siapa belajar d mna
@@rahmanrahman-wk4fh😅