Muqawimatul Ridha fis Suwfiati(مقومات الرضا في الصوفية)(Makomat Ridha dalam ajaran Tasawuf) Part.2.

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 25 ม.ค. 2025

ความคิดเห็น • 1

  • @adangsutisno3517
    @adangsutisno3517  12 วันที่ผ่านมา +1

    Amaa Baduu.Di zaman akhir saat ini ada orang yang mengaji dengan membawa kitab itu sudahlah hebat. Ada orang mendengarkan pengajian itu sudahlah hebat, Ada orang tidak paham dan datang ke majelis itu sudah hebat. Sebab kalau paham mengaji datang ke majelis itu wajar tapi kalau tidak paham datang ke majelis itu suatu hal yang hebat. Pokoknya senang itu menjadi sebuah ibadah.Sifat Para wali itu tidak takut dan tidak pula bersedih hati. Kadang sebagai manusia kita bisa khawatir bagaimana dengan nasib anak dan cucu kelak. Hendaknya kita ingat bahwa Kita ada karena Allah dan kita memiliki rezeki karena Allah. Banyak orang di luar sana yang kaya padahal bukanlah anak kita. Berarti yang menciptakan kekayaan bukanlah kita. Kenapa kita seakan akan berpikir sebagai pelaku sejarah. Bertanya-tanya anakku kalau tidak kutinggalkan warisan bagaimana. Padahal banyak orang yang tidak punya warisan tetapi bisa menjadi kaya. Karena kita bukanlah siapa siapa. Bukan penentu datangnya rezeki. Di hadapan aturan dan kekuasaan Allah kita bukanlah siapa siapa.
    Bahwa Rahmat Allah itu tidak terbatas, kelak anak cucu kita Tuhannya adalah Allah. Nanti cicit cicit kita Tuhannya adalah Allah. Selama Tuhannya Allah maka Allah adalah Al Kaafi atau zat yang mencukupi. Allah Arrazaq zat yang memberi rezeki. Allah itu Al Hadi zat yang memberi petunjuk.
    Allah itu punya sifat yang berkelanjutan. Karena Allah Al baqi zat yang kekal yang terus menerus. Ketika Allah mensifati dirinya Arrozziq atau zat yang memberi rezeki maka sejak Nabi Adam sampai hari kiamat setiap orang akan mendapatkan Rezeki dari Allah. Sifat pemberi rezeki itu melekat pada Allah dan bukanlah pada Menteri Keuangan. Atau Bank BCA. Atau Pinjol.
    Begitu juga kekhawatiran akan agama anak cucu kelak. Kita hendaknya mengingat bahwa Allah mensifati dirinya Al hadi.Maka agama ini pernah ditinggal oleh akramunnas Sebaik baiknya manusia yaitu Nabi Muhammad SAW, pernah ditinggal sahabat, pernah ditinggal Wali Songo.
    Hingga saat ini agama dipegang Modin atau dijalankan pegawai Kemenag yang mendapat gaji, dipegang.Mubaligh yang bicara lantang. Agama ini pun tetap jalan sekalipun yang membawanya sudah tidak ideal. Dipegang orang orang ikhlas yang jadinya begini gini saja tetapi agama tetap jalan. Karena Allah memiliki sifat Al hadi.
    Maka apapun kasus yang terjadi agama ini tetaplah jalan. Salah satu saya orang Bali. Namun sangatlah khusyuk. Padahal sehari hari di Bali bertemu turis tidak berpakaian. Telanjang. Dia tetap menjadi orang yang khusyu sekalipun tinggal di lingkungan tidak Islami. Karena Allah Al Hadi atau Maha Memberi Petunjuk. Maka kekhawatiran yang membuat takut dan gelisah harus kita hilangkan. Ketika rasa takut, gelisah dan sedih itu datang segeralah meng-ingat banyaknya nikmat Allah telah tercurah pada kita. Jangan cari Kambing Hitam. Bersabar menghadapi perasaan itu sambil terus bersyukur sekalipun dengan hal hal yang kecil dan sederhana. Sampai kita terbiasa bersyukur dan merasa senang sehingga kita ridho dengan qadha& qadar Allah
    Inn Syaa Allah dengan begitu Rezeki Antum akan bisa berubah. Perubahan lebih baik dalam perkara Rezeki itu Bukan hanya dengan doa ritual saja tapi pahami dan koreksi secara Kehidupan kita kejiwaan kita dalam sosial Agama juga Ibadah.
    Secara Amalan permohonan Ridho Allah ialah mengunakan مارس طريق السماء(Maris tariqis sama’ii)
    Artinya “ Amalan jalur langit. Diantara amalan Khusus dalam ajaran Thorekot khususnya Thorekot Naqsyabandiayah ialah Dzikir doa.
    dari ajaran tasawuf Sunni, zikir Ilahi anta maqsudi waridhoka matlubi sering kali diamalkan secara rutin oleh para pengikut tarekat tersebut. Lantas, apa arti Ilahi anta maqsudi waridhoka matlubi Lengkap bacaannya adalah sebagai berikut
    اِلَهِى اَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ اَعْطِنِيْ مَحَبَّتَكَ وَمَعْرِفَتَكَ
    Ilahi anta maqsudi waridhoka matlubi, a’thini mahabbataka wama’rifataka. Artinya: "Ya Allah hanya Engkaulah yang aku tuju, ridha-Mu yang aku dambakan, berikanlah aku kemampuan untuk dapat mencintai-Mu dan bermakrifat kepada-Mu."