Ada 3 kata kunci yang tidak dibuka oleh Aswaja Annahdliyah terkait KH. Imaduddin: 1. Peneliti, dalam aswaja Annahdliyah, itu tidak dinilai hitam-putih. Tapi ditempatkan cukup tinggi, yaitu jika hasilnya benar maka mendapat pahala dua, dan jika salah itu mendapat pahala satu. Jadi, dalam aswaja annahdliyah, itu haram hukumnya, menilai seorang peneliti dengan kacamata hitam - putih (pahala dan dosa). 2. Data sezaman, itu merupakan bukti syuhro wal istifadah itu sendiri, untuk masa yg sangat panjang seperti kasus nasab yg hilang selama 550 tahun. Jika tidak ada data, maka benar sebagaimana yang KH. Imaduddin sampaikan, bahwa nasab tersebut tertolak sampai bukti syuhro wal istifadah sezaman ditemukan (data sezaman). 3. Di Aswaja Annahdliyah, Dldalam kaidah ushul fiqh, hasil penelitian yang paling kuat, maka itu menjadi sumber hukum yang diterima, sampai ada anti tesis yg lebih kuat. Termasuk terkait kajian Nasab, selama tidak ada anti tesis yg lebih kuat dari tesisnya KH. Imadudin, maka tesis KH. Imaduddin cukup sebagai sumber hukum menilai nasabnya Baalawi.
Tangerang nyimak kyai
mntap
Qobiltu yai... Jambi hadir.
Nderek Kyai ❤
Ada 3 kata kunci yang tidak dibuka oleh Aswaja Annahdliyah terkait KH. Imaduddin:
1. Peneliti, dalam aswaja Annahdliyah, itu tidak dinilai hitam-putih. Tapi ditempatkan cukup tinggi, yaitu jika hasilnya benar maka mendapat pahala dua, dan jika salah itu mendapat pahala satu.
Jadi, dalam aswaja annahdliyah, itu haram hukumnya, menilai seorang peneliti dengan kacamata hitam - putih (pahala dan dosa).
2. Data sezaman, itu merupakan bukti syuhro wal istifadah itu sendiri, untuk masa yg sangat panjang seperti kasus nasab yg hilang selama 550 tahun. Jika tidak ada data, maka benar sebagaimana yang KH. Imaduddin sampaikan, bahwa nasab tersebut tertolak sampai bukti syuhro wal istifadah sezaman ditemukan (data sezaman).
3. Di Aswaja Annahdliyah, Dldalam kaidah ushul fiqh, hasil penelitian yang paling kuat, maka itu menjadi sumber hukum yang diterima, sampai ada anti tesis yg lebih kuat.
Termasuk terkait kajian Nasab, selama tidak ada anti tesis yg lebih kuat dari tesisnya KH. Imadudin, maka tesis KH. Imaduddin cukup sebagai sumber hukum menilai nasabnya Baalawi.