Bagaimana TikTok Memenangkan Pemilu 2024
ฝัง
- เผยแพร่เมื่อ 6 ต.ค. 2024
- TikTok jadi arena pertempuran baru dalam pemilu 2024. Bagaimana sebenarnya cara kerja media sosial ini? Dan apa dampaknya terhadap masa depan demokrasi?
Episode kali ini, RiskTaker mendatangkan Rugun Sirait. Ia baru saja merampungkan penelitian etnografi digital di platform ini. Secara spesifik ia menjelaskan bagaimana trend "Jedag-Jedug" bekerja. Trend yang dipakai oleh semua kandidat dalam pilpres 2024 ini.
Ditemani pula dengan Arga Imawan, dosen di DPP UGM. Kali ini kita membedah bagaimana TikTok memenangkan Pemilu 2024. Selengkapnya di RiskTaker Podcast.
Setuju sosial media pengaruhnya besar bgt ke hasil pemilu 2024.
Siapa yang nguasain tiktok dapet suara gen z dan milenial
Tiktok dilarang di India. Di Amerika, tinggal tunggu persetujuan Senat (DPR nya setuju pelarangan). Kanada, Australia, Selandia Baru, Inggris dan Uni Eropa melarang aplikasi Tiktok di government devices. Alasan mereka: security converns. Mereka yakin Tiktok digunakan rezim RRT utk data collection. Data adalah komoditas paling berharga sekarang. Nampaknya pemerintah Indonesia tidak aware akan hal ini. Buktinya KPU kerjasama dng. Alibaba Cloud. Lebih ngeri lagi kalo kaum terdidik Indonesia juga gak aware.
Thank u pares, sangat mencerahkan
Kerennn...
Mencerahkan
12:24 😂😅😂🤣
Lucu bgt ya hehe
yaya...bagaimana obama menggunakan face book, trus 2019 instagram juga mulai dipakai sebgai media kampanye,...sekarang trennya tik tok jd media penyampai baru....menarik sih kita tunggu sosmed berikutnya,apa yg akan jadi tren...
makasih semua keren pencerahannya
Sejauh mana? Cukup jauh. Mba nya aku yakin cerdas. Tapi mungkin hasil analisa/temuannya jarang di publikasi dlm bentuk wawancara lngsung sperti ini. Kalo liat dalam bentuk paper nya pasti kren ini analisanya.
Yang aku tangkep, pertanyaan sejauh mana ini...aku lebih ke konteks sebaran/eksposure ke tiap generasi. Bagaimana sebarannya ke gnerasi bby boomer sampai generasi termuda skrng
Ataupun dalam lingkup ekonomi. Dri yg miskin sampai kaya, tidak sskolah sampai kelompok terpelajar