Setop Legislasi Transaksional

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 6 ก.ย. 2024
  • MetroTV, PERIODE Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masa bakti 2019-2024 tinggal hitungan bulan lagi berakhir. Di pengujung masa jabatan tersebut, DPR justru bernafsu membahas revisi UU tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan revisi UU Kepolisan Republik Indonesia (Polri).
    Secara etika, pembahasan kebijakan atau RUU baru yang strategis menjelang masa bakti berakhir semestinya tidak dilakukan oleh DPR. Pembahasan di ujung masa bakti, apalagi dengan cara dikebut, amat rawan terjadi pembahasan transaksional.
    Nuansa transaksional kian kental, sebab sejak awal pembahasan RUU ini, DPR tidak melibatkan masyarakat. Itu saja sudah menunjukkan bahwa revisi UU ini bukan untuk kepentingan publik. Dengan adanya dugaan transaksi di balik pembahasan dua RUU tersebut, kritik dan usulan masyarakat sipil terpinggirkan.
    Jika proses legislasinya transaksional, dikhawatirkan pasal-pasal yang dilahirkan dari pembahasan tersebut juga tidak akan mencerminkan kepentingan rakyat. Dengan mengabaikan kritik dan usulan dari publik, pasal-pasal yang dihasilkan bakal sulit untuk diterima masyarakat. Bahkan amat mungkin berpotensi berbenturan dengan kepentingan publik.
    Selain itu, terkait dengan substansi RUU, pasal-pasal yang kini tengah dibahas itu dicemaskan akan menghambat reformasi TNI dan Polri. Dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang sudah masuk tahap penyusunan RUU TNI tersebut, salah satui poin yang paling disorot ialah adanya perluasan jabatan sipil yang bisa diduduki perwira aktif TNI. Itu berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI.
    Memang, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto sudah memastikan dwi fungsi TNI yang
    ada di dalam RUU TNI tidak akan mengembalikan TNI ke masa Orde Baru. Dia juga menegaskan bahwa anggota TNI hanya ditempatkan ke pos-pos kementerian atau lembaga untuk mendukung kinerja pemerintah.
    Namun, siapa yang bisa menjamin kalau masa-masa gelap Orde Baru ketika TNI, yang saat itu masih bernama ABRI, begitu berkuasa tidak akan terjadi lagi? Bukan mau berburuk sangka, tapi dengan kemampuan dan jabatan-jabatan sipil yang bakal mereka kuasai jika nanti RUU itu disahkan, tidak ada yang bisa menggaransi dwi fungsi TNI tidak bakal lahir kembali.
    Poin lain yang menjadi sorotan publik ialah usulan penghapusan Pasal 39 UU TNI. Pasal ini memuat sejumlah pelarangan bagi anggota TNI, di antaranya dilarang menjadi anggota partai politik, dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis, dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis, dan terakhir dilarang terlibat dalam kegiatan yang bertujuan untuk dipilih sebagai anggota legislatif ataupun jabatan lain yang bersifat politis.
    Pasal itu sejatinya menyimpan pesan bahwa anggota TNI harus profesional dan tidak boleh bergeser dari pekerjaannya. Karena itu banyak pihak menyayangkan bila pasal itu justru diusulkan untuk dicabut. Siapa yang mengurus pertahanan negara jika anggota TNI boleh berbisnis? Kalau alasannya demi meningkatkan kesejahteraan prajurit, bukankah TNI bisa mengusulkan kenaikan tunjangan atau gaji?
    Karena itu, mengingat krusialnya pembahasan RUU ini, DPR semestinya legawa menyerahkan pembahasan kepada DPR periode berikutnya. Baik, RUU TNI maupun RUU Polri sesungguhnya masih memerlukan kajian dan evaluasi yang lebih matang terkait substansi dan urgensitasnya. Apalagi DPR periode sekarang sebetulnya masih memiliki banyak utang pengesahan RUU.
    Pada Tahun Sidang 2023-2024 ini, ada 47 RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Dari 47 RUU tersebut, baru empat yang tuntas, yaitu RUU tentang Perubahan atas UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan RUU tentang Perubahan atas UU No 3/2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
    Artinya masih ada 43 RUU yang masih belum tuntas pembahasannya. Itu yang semestinya diprioritaskan para wakil rakyat di Senayan, bukan malah asyik ngebut sendiri membahas revisi RUU TNI dan Polri. DPR hendaknya pandai memilih dan memilah mana RUU yang berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak dan mana yang tidak.
    #bedaheditorialmi #editorialmediaindonesia #SetopLegislasiTransaksional
    #Metrotv
    -----------------------------------------------------------------------
    Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini!
    Website: www.metrotvnew...
    Facebook: / metrotv
    Instagram: / metrotv
    Twitter: / metro_tv
    TikTok: / metro_tv
    Metro Xtend: xtend.metrotvn...

ความคิดเห็น • 2

  • @OppoMpwh-t6i
    @OppoMpwh-t6i หลายเดือนก่อน +1

    Mohon maaf, jika pemimpin selalu otak Atik undang undang untuk kepentingan,, jangan salahkan rakyat jika tidak taat aturan, karena pemimpin yang tidak taat duluan. Ini fakta peraturan yang salah ditegakkan, DPR dan pejabat seperti menjajah dinergi sendiri. INGATLAH!!!, KAMI RAKYAT ADALAH SALAH SATU UNSUR TERBENTUK NEGARA, KAMI BUKAN MUSUH KALIAN, KAMI SELALU LEGOWO APAPUN KEBIJAKAN KALIAN, TAPI JANGAN KALIAN JAJAH KAMI.

  • @Ahmadkholil-b2j
    @Ahmadkholil-b2j หลายเดือนก่อน

    waspada lah TNI ku..... akan rusak seperti polisi... ujung-ujung nya di manfaat oleh oknum politik