Puisi 22 : Pamplet Cinta (W.S. Rendra) Pejambon, Jakarta, 28 April 1978 Ma, nyamperin matahari dari satu sisi. Memandang wajahmu dari segenap jurusan. Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan. Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku. Aku merindukan wajahmu, dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa. Kampus telah diserbu mobil berlapis baja. Kata-kata telah dilawan dengan senjata. Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini. Kenapa keamanan justru menciptakan ketakutan dan ketegangan Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat. Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan Suatu malam aku mandi di lautan. Sepi menjdai kaca. Bunga-bunga yang ajaib bermekaran di langit. Aku inginkan kamu, tapi kamu tidak ada. Sepi menjadi kaca. Apa yang bisa dilakukan oleh penyair bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan ? Udara penuh rasa curiga. Tegur sapa tanpa jaminan. Air lautan berkilat-kilat. Suara lautan adalah suara kesepian. Dan lalu muncul wajahmu. Kamu menjadi makna Makna menjadi harapan. Sebenarnya apakah harapan ? Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu. Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak. Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu. Aku tertawa, Ma ! Angin menyapu rambutku. Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi. Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur. Pantatku karatan aku seret dari warung ke warung. Perutku sobek di jalan raya yang lengang. Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian. Aku menulis sajak di bordes kereta api. Aku bertualang di dalam udara yang berdebu. Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar, aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu. Lalu muncullah kamu, nongol dari perut matahari bunting, jam duabelas seperempat siang. Aku terkesima. Aku disergap kejadian tak terduga. Rahmat turun bagai hujan membuatku segar, tapi juga menggigil bertanya-tanya. Aku jadi bego, Ma ! Yaaah , Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih. Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku, dan sedih karena kita sering berpisah. Ketegangan menjadi pupuk cinta kita. Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih ? Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak. Sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang. Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan. Ma, nyamperin matahari dari satu sisi, memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Mas Willy... "Damailah di alamku".
Suka bgt puisinya dan penyairnya.. the bestlah Alm. WS. Rendra, Alfatiha..
Pamplet cinta yg hebat.
Tatkala rasa takut mendominasi, puisi inilah yang selalu menyadarkanku. Bahwa rasa takut adalah bumbu dari segala perjuangan!
Puisi 22 : Pamplet Cinta
(W.S. Rendra) Pejambon, Jakarta, 28 April 1978
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindukan wajahmu,
dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justru menciptakan ketakutan dan ketegangan
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjdai kaca.
Bunga-bunga yang ajaib bermekaran di langit.
Aku inginkan kamu, tapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan ?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian.
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna
Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan ?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma !
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Pantatku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lengang.
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
nongol dari perut matahari bunting,
jam duabelas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmat turun bagai hujan
membuatku segar,
tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma !
Yaaah , Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
dan sedih karena kita sering berpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih ?
Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Rendra
Kami merindukanmu
Puisi ini seolah Rendra seperti berjalan di antara jalan realitas dan spiritualitas
i always like this poem, cry in ending
suara puisi adalah suara bumi
Suara Rakyat Hukum tertinggi
sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat
penyambung lidah rakyat ya ini . . . yg di DPR sana bukan.