PART 1 studio.youtube... PART 2 studio.youtube... PART 3 studio.youtube... PART 4 studio.youtube... saling menghormati suami dan isttri,dan saling menghargai. IG : / khoirulhuuuda
Aslkm cak Emir, sy sebgi istri ke 3 .rindu & kangen sama suami, suami sy dtg ke Jkrt 2 bln sekali sejak pandemi, krn suami sy kerja dan Pkn baru, Alhamdulillah melepas kan rindu dgn VC, sy sebgi istri bersyukur, Ajkhr
alhamdulillahjazakallohukhoiron....semoga semakin banyak lagi penasehat dalam jamaah tentang hak hak antara suami dan istri...karna sangat kurang nasehat semacam ini...sehingga bisa mengurangi angka perceraian dlm jamaah....dan kita pun tidak monoton mendengarkan nasehat yg itu2 aja...mugho2 alloh paring aman selamat lancar barokah
Mencintai Jm Banyak orang sekarang mengolok-olok jm. Menghina jm. Bahkan, melecehkan jm. Mereka bikin konten negatif yang sangat jauh dari bermartabat. Mereka sengaja menjadi kompor agar konflik internal jm semakin meruncing. Bagi Anda yang suka memprovikasi, mohon baca kisah nyata ini. Alhamdulillah, puluhan tahun saya mengaji di jm. Saya kenal jm sejak SD. Ayah saya orang jm. Meski tak terlalu tertib, tapi ayah saya istiqamah dalam jm. Beliau bukan orang pandai. Bukan orang kaya. Bukan mubaligh. Bukan pengurus. Benar-benar orang jm biasa sah sah sah. Saya diajak ngaji ayah saat duduk di bangku SMP kelas 2. Ada mubaligh khusus yang datang ke rumah. Mengajari baca, makna, dan keterangan Alquran serta Kitabusholah. Semua baik-baik saja. Tapi, saat itu saya tak terlalu antusias. Tetap ngaji, tapi mbules. Saya tinggal di lingkungan yang tidak baik. Judi, mabuk, dan selingkuh adalah hal biasa. Banyak warga sekitar yang berurusan dengan polisi. Saya sempat bergaul dengan teman-teman di kampung. Sebagian besar teman saya "tak menjadi apa-apa". Singkat cerita, saya aktif ngaji di jm. Saat itu saya duduk di bangku SMP kelas tiga. Saya rajin ikut asrama Alquran. Saya juga mulai ngaji pra-remaja di masjid jm. Jarak rumah dengan masjid cukup jauh. Sekitar 3 km. Saya ke sana naik sepeda onthel. Mengaji setelah maghrib sampai isya'. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan. Lulus SMA, saya tetap ngaji di jm. Saya mulai ngaji muda-mudi. Tapi, saya kembali mbules. Pergaulan SMA membuat saya kadang malas ke masjid. Lebih senang belajar musik dan grudak-gruduk bareng sohib SMA. Meski kurang tertib, saya tetap ngaji di jm. Saya juga berusaha menghatamkan Alquran dan himpunan. Saya sering ikut asrama Alquran sebulan sekali. Saya juga makin akrab dengan muda-mudi jm. Sepak bola. Ini aktivitas yang saya cintai. Saya suka sekali main sepak bola. Ternyata di jm ada jadwal rutin main bola. Dari sinilah saya mulai jatuh cinta dengan jm. Saya sangat menikmati sepak bola dalam jm. Lambat laun, saya bisa menjauhi teman-teman di kampung. Saya juga jarang ketemu teman-teman SMA. Saya mulai fokus mengaji QHJ. Saya dua kali ikut program generus. Saya juga ikut Mubaligh Tugasan Internasional (MTI). Saya juga beberapa kali ikut asrama hadist besar di Kediri. Suatu hari, saya ditunjuk jadi pengurus. Saya diamanahi menjadi pengurus sepak bola. Dari sini, saya akrab dengan musyawarah. Saya punya program dan target-target di tim sepak bola kelompok. Saya mulai mendapat tempat di hati jm. Dari pengurus bola akhirnya saya jadi pengurus muda-mudi. Saya makin akrab dengan musyawarah dan peramutan jm. Saya juga punya sejumlah amar-makrufan. Ada dari keluarga, tetangga, dan teman-teman sekolah. Waktu terus berjalan. Akhirnya, saya makin banyak dapukan. Makin sering ngajar. Makin banyak amar makrufan. Makin sibuk dalam jm. Saya bersyukur bisa jadi orang yang bermanfaat. Tak terjerumus dalam pergaulan bebas seperti kebanyakan teman di luar jm. Saya kemudian menikah dengan orang jm. Semua keluarga istri orang jm. Sebagian kerabatnya juga jm. Semuanya baik, rukun, kompak, dan saling membantu. Saya makin bersyukur hidup di dalam jm. Hari berganti hari, saya semakin sibuk di jm. Nyaris setiap malam ada aktivitas amrin jami'. Menjadi pengurus yang ngurusi jm. Tak hanya sepak bola, tapi juga organisasi, UB, muda-mudi, bahkan urusan rumah tangga. Berkali-kali saya dilibatkan dalam penyelesaian konflik rumah tangga. Sebagian di antaranya berakhir dengan perceraian 😥 Usia saya terus bertambah, kebutuhan ilmu terus meningkat. Saya mulai belajar lebih banyak pada mubaligh. Di antara mereka ternyata punya "ilmu lain". Mereka diam-diam belajar ilmu asli Makkah Madinah. Mereka belajar sejumlah kitab, salah satunya Utsul Tsalatsah karya Muhammad bin Abdul Wahab. Dari sinilah saya mengenal lebih dalam ilmu tauhid. Ternyata ilmu asli Makkah Madinah luar biasa. Benar-benar memenuhi kebutuhan ilmu saya. Sayang, sejumlah pengurus menaruh curiga. Beberapa mubaligh dan pengurus yang mengaji Utsul Tsalatsah mulai disorot. Mereka mengklaim kitab itu kitab karangan. Gak mangkul. Gak sesuai ilmu QHJ. Mbuak byuk. Gak ada manfaatnya. Dalam hati saya bergumam. Benarkah ilmu asli Makkah-Madinah bermasalah? Bukankah KHN belajar di Arab Saudi? Berarti ada kesamaan ilmu dengan Syeh Muhammad bin Abdul Wahab. Lantas apa yang berbeda? Pertanyaan demi pertanyaan makin membuncah. Saya berusaha mencari jawaban, namun tak pernah ketemu. Pengurus dan mubaligh senior menutup diri. Mereka tak mau membahas pertanyaan saya. Mereka bahkan mulai curiga dengan saya. "Gak usah banyak tanya. Nanti kayak Bani Isroil. Yang penting taat imam jelas surganya," kata sejumlah pengurus dan mubaligh. Sekitar tahun 2012, saya bertemu Ustadz Aziz Ridwan. Beberapa kali saya ngobrol dengan beliau. Sebagai lulusan Makkah, Ustadz Aziz sangat tahu keilmuan di sana. Beliau juga sangat paham keilmuan di dalam jm. Saat itu, semua masih baik-baik saja. Beliau aktif menggerakkan program halaqah tahfidzul quran. Alhamdulillah saya terlibat dalam program tersebut. Program yang ketika itu didukung Pusat 100%. Dari Ustadz Aziz, saya mulai belajar lebih banyak. Saya juga bertanya banyak hal tentang jm. Sedikit demi sedikit, Ustadz Aziz memberikan jawaban. Beliau juga membuka wawasan tentang keilmuan Islam. Sampai akhirnya saya mengerti apa itu madzhab, manhaj, aqidah, fiqih, tarekh, syarh, tafsir, firqah, bid'ah dll. Ternyata ilmu Islam sangat luas. Benar-benar luas. Singkat cerita, di Pusat terjadi gegeran. Tiga ulama lulusan Makkah diperkarakan, termasuk Ustadz Aziz. Mereka tak boleh ngajar, ngimami, nasihat, memberi fatwa, nerobos, dll. Tak hanya itu, semua jm juga diminta menjauhi, tak memberi fasilitas, dll. Hati saya bergejolak. Saya yakin ada "something wrong" di Pusat. Ada sebuah konspirasi untuk menjegal keilmuan Haramain. Dari sini, saya mulai melakukan investigasi. Saya mewawancarai sejumlah guru pondok, murid GU (Generasi Ulama), dan sejumlah pengurus. Saya berkesimpulan, konflik ini berakar pada perbedaan aqidah. Tiga ulama lulusan Makkah beraqidah ahli sunnah. Mereka menolak mengkafirkan orang Islam di luar jm. Mereka tak mendudukkan imam dan baiat di ranah aqidah. Sebaliknya, Pusat keukeuh menjadikan imam dan baiat sebagai aqidah. Semua orang yang gak baiat pada bapak imam berati tidak halal hidupnya. Berarti kafir. Berarti jahiliyah. Mati sewaktu-waktu kekal di neraka. Orang yang keluar atau dikeluarkan dari jm dihukumi murtad. Jm adalah jalan tunggal untuk masuk surga selamat dari neraka. Tidak ada jalan yang lain. Perbedaan ini akhirnya memicu pergolakan yang lebih serius. Sejumlah maklumat diterbitkan untuk mageri jm. Pusat tak berkenan jm beraqidah ahli sunnah. Pusat ngotot mengajak jm mempertahankan aqidah takfiri. Yang tak sejalan dengan Pusat, harus disingkirkan. Klaim "toat imam surgo, gak toat imam neroko" makin menguat. Jm pun terpecah. Sebagian jm menolak melanjutkan aqidah takfiri. Mereka yakin takfiri adalah dosa besar. Bahkan, sangat besar karena termasuk bid'ah aqidah. Mereka mantap meninggalkan aqidah takfiri, apapun risikonya. "Sebenarnya saya ingin tetep dalam jm. Tapi, saya gak mau beraqidah takfiri. Saya takut dosa. Saya takut neraka," demikian klaim sejumlah jm yang sudah memahami aqidah takfiri. Sayang, Pusat tak mau kompromi. Hanya ada dua pilihan. Ikut Pusat atau ikut ulama lulusan Makkah? Bolo kene atau bolo kono? Kalau ikut Pusat, berarti harus meninggalkan tiga ulama lulusan Makkah. Kalau ikut tiga ulama, berarti harus angkat kaki dari jm. Tak boleh lagi ikut kegiatan dalam jm. Bahkan, ada juga yang tak boleh tinggal di kompleks jm. Saya pribadi ingin tetap jm. Karena saya cinta dengan jm. Saya sayang pada jm. Saya bahkan berutang budi pada jm. Berkat izin Allah dan peramutan jm, saya tak terjerumus dalam pergaulan bebas. Tapi, saya tak mau beraqidah takfiri. Karena dosa aqidah sangat besar. Betapa tidak, orang yang punya tauhid di hatinya kita tuduh sebagai kafir. Sama dengan pendeta, pastur, biksu, atheis, penyembah api, penyembah patung, dan sejenisnya. Ini sama sekali tak masuk akal. Apalagi, fakta sejarah menunjukkan umat Islam tak lagi menyatu seperti zaman Nabi dan sahabat. Saya selalu berdoa agar jm tetap lestari. Terus berkembang, berbuah, dan berbarokah hingga menjelang yaumil qiyamah. Memberikan banyak manfaat bagi umat manusia. Saya yakin insyaAllah jm akan makin berjaya jika meninggalkan aqidah takfiri. Sistem jm sudah sangat baik. Terbukti kuat sejak puluhan tahun silam. Akan lebih barokah jika sekat takfiri dihapuskan. Aqidah takfiri sangat mengerikan. Konflik internal jm membuktikan betapa takfiri sangat merusak. Ada orangtua yang mengusir anaknya karena sang anak ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada mertua yang mengusir menantunya karena sang menantu ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada istri yang minta cerai suaminya karena sang suami ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada saudara yang memutus tali persaudaraan dengan saudaranya yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Banyak sahabat yang memutus tali pertemanan dengan sahabat yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Yang paling mengerikan, sudah ada kata-kata kasar untuk menumpahkah darah bagi mereka yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Saudaraku, Islam itu rahmatan lil alamiin. Jauh dari musibah lil alamiin. Jangan terjebak pada pertikaian yang terus memanas. Hati-hati dengan permainan pihak ketiga. Mereka terus ngompori dari luar. Mereka inilah yang memancing di air keruh. Mengadu domba agar orang Islam saling bertikai. Semoga Pusat dan tiga ulama lulusan Makkah bisa segera rekonsiliasi. Bila perlu minta amal sholih ulama-ulama asli Makkah-Madinah. KHN belajar di Makkah. Itu artinya, ilmu KHN dan tiga ulama lulusan Makkah ada kesamaan. Tugas kita sebagai generasi penerus untuk menyempurnakannya.
Mencintai Jm Banyak orang sekarang mengolok-olok jm. Menghina jm. Bahkan, melecehkan jm. Mereka bikin konten negatif yang sangat jauh dari bermartabat. Mereka sengaja menjadi kompor agar konflik internal jm semakin meruncing. Bagi Anda yang suka memprovikasi, mohon baca kisah nyata ini. Alhamdulillah, puluhan tahun saya mengaji di jm. Saya kenal jm sejak SD. Ayah saya orang jm. Meski tak terlalu tertib, tapi ayah saya istiqamah dalam jm. Beliau bukan orang pandai. Bukan orang kaya. Bukan mubaligh. Bukan pengurus. Benar-benar orang jm biasa sah sah sah. Saya diajak ngaji ayah saat duduk di bangku SMP kelas 2. Ada mubaligh khusus yang datang ke rumah. Mengajari baca, makna, dan keterangan Alquran serta Kitabusholah. Semua baik-baik saja. Tapi, saat itu saya tak terlalu antusias. Tetap ngaji, tapi mbules. Saya tinggal di lingkungan yang tidak baik. Judi, mabuk, dan selingkuh adalah hal biasa. Banyak warga sekitar yang berurusan dengan polisi. Saya sempat bergaul dengan teman-teman di kampung. Sebagian besar teman saya "tak menjadi apa-apa". Singkat cerita, saya aktif ngaji di jm. Saat itu saya duduk di bangku SMP kelas tiga. Saya rajin ikut asrama Alquran. Saya juga mulai ngaji pra-remaja di masjid jm. Jarak rumah dengan masjid cukup jauh. Sekitar 3 km. Saya ke sana naik sepeda onthel. Mengaji setelah maghrib sampai isya'. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan. Lulus SMA, saya tetap ngaji di jm. Saya mulai ngaji muda-mudi. Tapi, saya kembali mbules. Pergaulan SMA membuat saya kadang malas ke masjid. Lebih senang belajar musik dan grudak-gruduk bareng sohib SMA. Meski kurang tertib, saya tetap ngaji di jm. Saya juga berusaha menghatamkan Alquran dan himpunan. Saya sering ikut asrama Alquran sebulan sekali. Saya juga makin akrab dengan muda-mudi jm. Sepak bola. Ini aktivitas yang saya cintai. Saya suka sekali main sepak bola. Ternyata di jm ada jadwal rutin main bola. Dari sinilah saya mulai jatuh cinta dengan jm. Saya sangat menikmati sepak bola dalam jm. Lambat laun, saya bisa menjauhi teman-teman di kampung. Saya juga jarang ketemu teman-teman SMA. Saya mulai fokus mengaji QHJ. Saya dua kali ikut program generus. Saya juga ikut Mubaligh Tugasan Internasional (MTI). Saya juga beberapa kali ikut asrama hadist besar di Kediri. Suatu hari, saya ditunjuk jadi pengurus. Saya diamanahi menjadi pengurus sepak bola. Dari sini, saya akrab dengan musyawarah. Saya punya program dan target-target di tim sepak bola kelompok. Saya mulai mendapat tempat di hati jm. Dari pengurus bola akhirnya saya jadi pengurus muda-mudi. Saya makin akrab dengan musyawarah dan peramutan jm. Saya juga punya sejumlah amar-makrufan. Ada dari keluarga, tetangga, dan teman-teman sekolah. Waktu terus berjalan. Akhirnya, saya makin banyak dapukan. Makin sering ngajar. Makin banyak amar makrufan. Makin sibuk dalam jm. Saya bersyukur bisa jadi orang yang bermanfaat. Tak terjerumus dalam pergaulan bebas seperti kebanyakan teman di luar jm. Saya kemudian menikah dengan orang jm. Semua keluarga istri orang jm. Sebagian kerabatnya juga jm. Semuanya baik, rukun, kompak, dan saling membantu. Saya makin bersyukur hidup di dalam jm. Hari berganti hari, saya semakin sibuk di jm. Nyaris setiap malam ada aktivitas amrin jami'. Menjadi pengurus yang ngurusi jm. Tak hanya sepak bola, tapi juga organisasi, UB, muda-mudi, bahkan urusan rumah tangga. Berkali-kali saya dilibatkan dalam penyelesaian konflik rumah tangga. Sebagian di antaranya berakhir dengan perceraian 😥 Usia saya terus bertambah, kebutuhan ilmu terus meningkat. Saya mulai belajar lebih banyak pada mubaligh. Di antara mereka ternyata punya "ilmu lain". Mereka diam-diam belajar ilmu asli Makkah Madinah. Mereka belajar sejumlah kitab, salah satunya Utsul Tsalatsah karya Muhammad bin Abdul Wahab. Dari sinilah saya mengenal lebih dalam ilmu tauhid. Ternyata ilmu asli Makkah Madinah luar biasa. Benar-benar memenuhi kebutuhan ilmu saya. Sayang, sejumlah pengurus menaruh curiga. Beberapa mubaligh dan pengurus yang mengaji Utsul Tsalatsah mulai disorot. Mereka mengklaim kitab itu kitab karangan. Gak mangkul. Gak sesuai ilmu QHJ. Mbuak byuk. Gak ada manfaatnya. Dalam hati saya bergumam. Benarkah ilmu asli Makkah-Madinah bermasalah? Bukankah KHN belajar di Arab Saudi? Berarti ada kesamaan ilmu dengan Syeh Muhammad bin Abdul Wahab. Lantas apa yang berbeda? Pertanyaan demi pertanyaan makin membuncah. Saya berusaha mencari jawaban, namun tak pernah ketemu. Pengurus dan mubaligh senior menutup diri. Mereka tak mau membahas pertanyaan saya. Mereka bahkan mulai curiga dengan saya. "Gak usah banyak tanya. Nanti kayak Bani Isroil. Yang penting taat imam jelas surganya," kata sejumlah pengurus dan mubaligh. Sekitar tahun 2012, saya bertemu Ustadz Aziz Ridwan. Beberapa kali saya ngobrol dengan beliau. Sebagai lulusan Makkah, Ustadz Aziz sangat tahu keilmuan di sana. Beliau juga sangat paham keilmuan di dalam jm. Saat itu, semua masih baik-baik saja. Beliau aktif menggerakkan program halaqah tahfidzul quran. Alhamdulillah saya terlibat dalam program tersebut. Program yang ketika itu didukung Pusat 100%. Dari Ustadz Aziz, saya mulai belajar lebih banyak. Saya juga bertanya banyak hal tentang jm. Sedikit demi sedikit, Ustadz Aziz memberikan jawaban. Beliau juga membuka wawasan tentang keilmuan Islam. Sampai akhirnya saya mengerti apa itu madzhab, manhaj, aqidah, fiqih, tarekh, syarh, tafsir, firqah, bid'ah dll. Ternyata ilmu Islam sangat luas. Benar-benar luas. Singkat cerita, di Pusat terjadi gegeran. Tiga ulama lulusan Makkah diperkarakan, termasuk Ustadz Aziz. Mereka tak boleh ngajar, ngimami, nasihat, memberi fatwa, nerobos, dll. Tak hanya itu, semua jm juga diminta menjauhi, tak memberi fasilitas, dll. Hati saya bergejolak. Saya yakin ada "something wrong" di Pusat. Ada sebuah konspirasi untuk menjegal keilmuan Haramain. Dari sini, saya mulai melakukan investigasi. Saya mewawancarai sejumlah guru pondok, murid GU (Generasi Ulama), dan sejumlah pengurus. Saya berkesimpulan, konflik ini berakar pada perbedaan aqidah. Tiga ulama lulusan Makkah beraqidah ahli sunnah. Mereka menolak mengkafirkan orang Islam di luar jm. Mereka tak mendudukkan imam dan baiat di ranah aqidah. Sebaliknya, Pusat keukeuh menjadikan imam dan baiat sebagai aqidah. Semua orang yang gak baiat pada bapak imam berati tidak halal hidupnya. Berarti kafir. Berarti jahiliyah. Mati sewaktu-waktu kekal di neraka. Orang yang keluar atau dikeluarkan dari jm dihukumi murtad. Jm adalah jalan tunggal untuk masuk surga selamat dari neraka. Tidak ada jalan yang lain. Perbedaan ini akhirnya memicu pergolakan yang lebih serius. Sejumlah maklumat diterbitkan untuk mageri jm. Pusat tak berkenan jm beraqidah ahli sunnah. Pusat ngotot mengajak jm mempertahankan aqidah takfiri. Yang tak sejalan dengan Pusat, harus disingkirkan. Klaim "toat imam surgo, gak toat imam neroko" makin menguat. Jm pun terpecah. Sebagian jm menolak melanjutkan aqidah takfiri. Mereka yakin takfiri adalah dosa besar. Bahkan, sangat besar karena termasuk bid'ah aqidah. Mereka mantap meninggalkan aqidah takfiri, apapun risikonya. "Sebenarnya saya ingin tetep dalam jm. Tapi, saya gak mau beraqidah takfiri. Saya takut dosa. Saya takut neraka," demikian klaim sejumlah jm yang sudah memahami aqidah takfiri. Sayang, Pusat tak mau kompromi. Hanya ada dua pilihan. Ikut Pusat atau ikut ulama lulusan Makkah? Bolo kene atau bolo kono? Kalau ikut Pusat, berarti harus meninggalkan tiga ulama lulusan Makkah. Kalau ikut tiga ulama, berarti harus angkat kaki dari jm. Tak boleh lagi ikut kegiatan dalam jm. Bahkan, ada juga yang tak boleh tinggal di kompleks jm. Saya pribadi ingin tetap jm. Karena saya cinta dengan jm. Saya sayang pada jm. Saya bahkan berutang budi pada jm. Berkat izin Allah dan peramutan jm, saya tak terjerumus dalam pergaulan bebas. Tapi, saya tak mau beraqidah takfiri. Karena dosa aqidah sangat besar. Betapa tidak, orang yang punya tauhid di hatinya kita tuduh sebagai kafir. Sama dengan pendeta, pastur, biksu, atheis, penyembah api, penyembah patung, dan sejenisnya. Ini sama sekali tak masuk akal. Apalagi, fakta sejarah menunjukkan umat Islam tak lagi menyatu seperti zaman Nabi dan sahabat. Saya selalu berdoa agar jm tetap lestari. Terus berkembang, berbuah, dan berbarokah hingga menjelang yaumil qiyamah. Memberikan banyak manfaat bagi umat manusia. Saya yakin insyaAllah jm akan makin berjaya jika meninggalkan aqidah takfiri. Sistem jm sudah sangat baik. Terbukti kuat sejak puluhan tahun silam. Akan lebih barokah jika sekat takfiri dihapuskan. Aqidah takfiri sangat mengerikan. Konflik internal jm membuktikan betapa takfiri sangat merusak. Ada orangtua yang mengusir anaknya karena sang anak ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada mertua yang mengusir menantunya karena sang menantu ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada istri yang minta cerai suaminya karena sang suami ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada saudara yang memutus tali persaudaraan dengan saudaranya yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Banyak sahabat yang memutus tali pertemanan dengan sahabat yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Yang paling mengerikan, sudah ada kata-kata kasar untuk menumpahkah darah bagi mereka yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Saudaraku, Islam itu rahmatan lil alamiin. Jauh dari musibah lil alamiin. Jangan terjebak pada pertikaian yang terus memanas. Hati-hati dengan permainan pihak ketiga. Mereka terus ngompori dari luar. Mereka inilah yang memancing di air keruh. Mengadu domba agar orang Islam saling bertikai. Semoga Pusat dan tiga ulama lulusan Makkah bisa segera rekonsiliasi. Bila perlu minta amal sholih ulama-ulama asli Makkah-Madinah. KHN belajar di Makkah. Itu artinya, ilmu KHN dan tiga ulama lulusan Makkah ada kesamaan. Tugas kita sebagai generasi penerus untuk
Alhamdulillahi jazakalahu khoiro dh d share nasehatnya Saya mw tnya kalo kita mendgrkn nasehat lewat youtube atau media lain trus kita amalkn itu sah apa gk y??? Amsol penjelasannya, saya blm lma msuk jamaah,
@@dinsdirgantara4216 wa alaikum salam, mari belajar bersama", Jgn sampai goyah dg fitnah" yg ada d luar sana, teguhkan hati, kuatkn iman, Kita sudah brada d jln yg lurus, tgl bagaimana kita menjalaninya, semoga kita semua jamaah selamat dunia akhirat, masuk surga selamat dari neraka🤲🤲🤲
Kalao sepemangkulan saya, menyangkut hal ibadah dalam hal pengamalan itu harus ada gurunya, bukan dari media atau medsos lainya. Yg intinya ilmu yg kita miliki itu harus ada sandaranya (ada gurunya). Mungkin itu yg bisa saya sampaikan. Utk lebih detailnya lagi coba kakanya tanya ke mubaligh setempat. Biar lebih afdhol dan mantap 👍
@@senjamerana3188 sampeyan tukang ngawur , ganti nama aja biar nggak merana terus....kasihan deh lho,dah keluar kok masih mbukaki chenel jokam,rindu yaaa 😀
@@nurfadila354 ,maksudnya keluar apa???dr aliran yg menghalalkan kebohongan demi tercapainya maksud dan tujuan. Sy tanya kamu ya,selain 3 perkara yg diperbolehkan berbohong itu apa ada dlm hadist,misalkan berbohong kpd MUI kemarin itu??? Mungkin anda tdk tahu ķrn berita sprt itu tdk akan sampai di bawah apa lagi sprt anda,bak kata "katak dlm tempurung"
Mencintai Jm Banyak orang sekarang mengolok-olok jm. Menghina jm. Bahkan, melecehkan jm. Mereka bikin konten negatif yang sangat jauh dari bermartabat. Mereka sengaja menjadi kompor agar konflik internal jm semakin meruncing. Bagi Anda yang suka memprovikasi, mohon baca kisah nyata ini. Alhamdulillah, puluhan tahun saya mengaji di jm. Saya kenal jm sejak SD. Ayah saya orang jm. Meski tak terlalu tertib, tapi ayah saya istiqamah dalam jm. Beliau bukan orang pandai. Bukan orang kaya. Bukan mubaligh. Bukan pengurus. Benar-benar orang jm biasa sah sah sah. Saya diajak ngaji ayah saat duduk di bangku SMP kelas 2. Ada mubaligh khusus yang datang ke rumah. Mengajari baca, makna, dan keterangan Alquran serta Kitabusholah. Semua baik-baik saja. Tapi, saat itu saya tak terlalu antusias. Tetap ngaji, tapi mbules. Saya tinggal di lingkungan yang tidak baik. Judi, mabuk, dan selingkuh adalah hal biasa. Banyak warga sekitar yang berurusan dengan polisi. Saya sempat bergaul dengan teman-teman di kampung. Sebagian besar teman saya "tak menjadi apa-apa". Singkat cerita, saya aktif ngaji di jm. Saat itu saya duduk di bangku SMP kelas tiga. Saya rajin ikut asrama Alquran. Saya juga mulai ngaji pra-remaja di masjid jm. Jarak rumah dengan masjid cukup jauh. Sekitar 3 km. Saya ke sana naik sepeda onthel. Mengaji setelah maghrib sampai isya'. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan. Lulus SMA, saya tetap ngaji di jm. Saya mulai ngaji muda-mudi. Tapi, saya kembali mbules. Pergaulan SMA membuat saya kadang malas ke masjid. Lebih senang belajar musik dan grudak-gruduk bareng sohib SMA. Meski kurang tertib, saya tetap ngaji di jm. Saya juga berusaha menghatamkan Alquran dan himpunan. Saya sering ikut asrama Alquran sebulan sekali. Saya juga makin akrab dengan muda-mudi jm. Sepak bola. Ini aktivitas yang saya cintai. Saya suka sekali main sepak bola. Ternyata di jm ada jadwal rutin main bola. Dari sinilah saya mulai jatuh cinta dengan jm. Saya sangat menikmati sepak bola dalam jm. Lambat laun, saya bisa menjauhi teman-teman di kampung. Saya juga jarang ketemu teman-teman SMA. Saya mulai fokus mengaji QHJ. Saya dua kali ikut program generus. Saya juga ikut Mubaligh Tugasan Internasional (MTI). Saya juga beberapa kali ikut asrama hadist besar di Kediri. Suatu hari, saya ditunjuk jadi pengurus. Saya diamanahi menjadi pengurus sepak bola. Dari sini, saya akrab dengan musyawarah. Saya punya program dan target-target di tim sepak bola kelompok. Saya mulai mendapat tempat di hati jm. Dari pengurus bola akhirnya saya jadi pengurus muda-mudi. Saya makin akrab dengan musyawarah dan peramutan jm. Saya juga punya sejumlah amar-makrufan. Ada dari keluarga, tetangga, dan teman-teman sekolah. Waktu terus berjalan. Akhirnya, saya makin banyak dapukan. Makin sering ngajar. Makin banyak amar makrufan. Makin sibuk dalam jm. Saya bersyukur bisa jadi orang yang bermanfaat. Tak terjerumus dalam pergaulan bebas seperti kebanyakan teman di luar jm. Saya kemudian menikah dengan orang jm. Semua keluarga istri orang jm. Sebagian kerabatnya juga jm. Semuanya baik, rukun, kompak, dan saling membantu. Saya makin bersyukur hidup di dalam jm. Hari berganti hari, saya semakin sibuk di jm. Nyaris setiap malam ada aktivitas amrin jami'. Menjadi pengurus yang ngurusi jm. Tak hanya sepak bola, tapi juga organisasi, UB, muda-mudi, bahkan urusan rumah tangga. Berkali-kali saya dilibatkan dalam penyelesaian konflik rumah tangga. Sebagian di antaranya berakhir dengan perceraian 😥 Usia saya terus bertambah, kebutuhan ilmu terus meningkat. Saya mulai belajar lebih banyak pada mubaligh. Di antara mereka ternyata punya "ilmu lain". Mereka diam-diam belajar ilmu asli Makkah Madinah. Mereka belajar sejumlah kitab, salah satunya Utsul Tsalatsah karya Muhammad bin Abdul Wahab. Dari sinilah saya mengenal lebih dalam ilmu tauhid. Ternyata ilmu asli Makkah Madinah luar biasa. Benar-benar memenuhi kebutuhan ilmu saya. Sayang, sejumlah pengurus menaruh curiga. Beberapa mubaligh dan pengurus yang mengaji Utsul Tsalatsah mulai disorot. Mereka mengklaim kitab itu kitab karangan. Gak mangkul. Gak sesuai ilmu QHJ. Mbuak byuk. Gak ada manfaatnya. Dalam hati saya bergumam. Benarkah ilmu asli Makkah-Madinah bermasalah? Bukankah KHN belajar di Arab Saudi? Berarti ada kesamaan ilmu dengan Syeh Muhammad bin Abdul Wahab. Lantas apa yang berbeda? Pertanyaan demi pertanyaan makin membuncah. Saya berusaha mencari jawaban, namun tak pernah ketemu. Pengurus dan mubaligh senior menutup diri. Mereka tak mau membahas pertanyaan saya. Mereka bahkan mulai curiga dengan saya. "Gak usah banyak tanya. Nanti kayak Bani Isroil. Yang penting taat imam jelas surganya," kata sejumlah pengurus dan mubaligh. Sekitar tahun 2012, saya bertemu Ustadz Aziz Ridwan. Beberapa kali saya ngobrol dengan beliau. Sebagai lulusan Makkah, Ustadz Aziz sangat tahu keilmuan di sana. Beliau juga sangat paham keilmuan di dalam jm. Saat itu, semua masih baik-baik saja. Beliau aktif menggerakkan program halaqah tahfidzul quran. Alhamdulillah saya terlibat dalam program tersebut. Program yang ketika itu didukung Pusat 100%. Dari Ustadz Aziz, saya mulai belajar lebih banyak. Saya juga bertanya banyak hal tentang jm. Sedikit demi sedikit, Ustadz Aziz memberikan jawaban. Beliau juga membuka wawasan tentang keilmuan Islam. Sampai akhirnya saya mengerti apa itu madzhab, manhaj, aqidah, fiqih, tarekh, syarh, tafsir, firqah, bid'ah dll. Ternyata ilmu Islam sangat luas. Benar-benar luas. Singkat cerita, di Pusat terjadi gegeran. Tiga ulama lulusan Makkah diperkarakan, termasuk Ustadz Aziz. Mereka tak boleh ngajar, ngimami, nasihat, memberi fatwa, nerobos, dll. Tak hanya itu, semua jm juga diminta menjauhi, tak memberi fasilitas, dll. Hati saya bergejolak. Saya yakin ada "something wrong" di Pusat. Ada sebuah konspirasi untuk menjegal keilmuan Haramain. Dari sini, saya mulai melakukan investigasi. Saya mewawancarai sejumlah guru pondok, murid GU (Generasi Ulama), dan sejumlah pengurus. Saya berkesimpulan, konflik ini berakar pada perbedaan aqidah. Tiga ulama lulusan Makkah beraqidah ahli sunnah. Mereka menolak mengkafirkan orang Islam di luar jm. Mereka tak mendudukkan imam dan baiat di ranah aqidah. Sebaliknya, Pusat keukeuh menjadikan imam dan baiat sebagai aqidah. Semua orang yang gak baiat pada bapak imam berati tidak halal hidupnya. Berarti kafir. Berarti jahiliyah. Mati sewaktu-waktu kekal di neraka. Orang yang keluar atau dikeluarkan dari jm dihukumi murtad. Jm adalah jalan tunggal untuk masuk surga selamat dari neraka. Tidak ada jalan yang lain. Perbedaan ini akhirnya memicu pergolakan yang lebih serius. Sejumlah maklumat diterbitkan untuk mageri jm. Pusat tak berkenan jm beraqidah ahli sunnah. Pusat ngotot mengajak jm mempertahankan aqidah takfiri. Yang tak sejalan dengan Pusat, harus disingkirkan. Klaim "toat imam surgo, gak toat imam neroko" makin menguat. Jm pun terpecah. Sebagian jm menolak melanjutkan aqidah takfiri. Mereka yakin takfiri adalah dosa besar. Bahkan, sangat besar karena termasuk bid'ah aqidah. Mereka mantap meninggalkan aqidah takfiri, apapun risikonya. "Sebenarnya saya ingin tetep dalam jm. Tapi, saya gak mau beraqidah takfiri. Saya takut dosa. Saya takut neraka," demikian klaim sejumlah jm yang sudah memahami aqidah takfiri. Sayang, Pusat tak mau kompromi. Hanya ada dua pilihan. Ikut Pusat atau ikut ulama lulusan Makkah? Bolo kene atau bolo kono? Kalau ikut Pusat, berarti harus meninggalkan tiga ulama lulusan Makkah. Kalau ikut tiga ulama, berarti harus angkat kaki dari jm. Tak boleh lagi ikut kegiatan dalam jm. Bahkan, ada juga yang tak boleh tinggal di kompleks jm. Saya pribadi ingin tetap jm. Karena saya cinta dengan jm. Saya sayang pada jm. Saya bahkan berutang budi pada jm. Berkat izin Allah dan peramutan jm, saya tak terjerumus dalam pergaulan bebas. Tapi, saya tak mau beraqidah takfiri. Karena dosa aqidah sangat besar. Betapa tidak, orang yang punya tauhid di hatinya kita tuduh sebagai kafir. Sama dengan pendeta, pastur, biksu, atheis, penyembah api, penyembah patung, dan sejenisnya. Ini sama sekali tak masuk akal. Apalagi, fakta sejarah menunjukkan umat Islam tak lagi menyatu seperti zaman Nabi dan sahabat. Saya selalu berdoa agar jm tetap lestari. Terus berkembang, berbuah, dan berbarokah hingga menjelang yaumil qiyamah. Memberikan banyak manfaat bagi umat manusia. Saya yakin insyaAllah jm akan makin berjaya jika meninggalkan aqidah takfiri. Sistem jm sudah sangat baik. Terbukti kuat sejak puluhan tahun silam. Akan lebih barokah jika sekat takfiri dihapuskan. Aqidah takfiri sangat mengerikan. Konflik internal jm membuktikan betapa takfiri sangat merusak. Ada orangtua yang mengusir anaknya karena sang anak ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada mertua yang mengusir menantunya karena sang menantu ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada istri yang minta cerai suaminya karena sang suami ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Ada saudara yang memutus tali persaudaraan dengan saudaranya yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Banyak sahabat yang memutus tali pertemanan dengan sahabat yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Yang paling mengerikan, sudah ada kata-kata kasar untuk menumpahkah darah bagi mereka yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah. Saudaraku, Islam itu rahmatan lil alamiin. Jauh dari musibah lil alamiin. Jangan terjebak pada pertikaian yang terus memanas. Hati-hati dengan permainan pihak ketiga. Mereka terus ngompori dari luar. Mereka inilah yang memancing di air keruh. Mengadu domba agar orang Islam saling bertikai. Semoga Pusat dan tiga ulama lulusan Makkah bisa segera rekonsiliasi. Bila perlu minta amal sholih ulama-ulama asli Makkah-Madinah. KHN belajar di Makkah. Itu artinya, ilmu KHN dan tiga ulama lulusan Makkah ada kesamaan. Tugas kita sebagai generasi penerus untuk menyempurnakannya.
Assalamungalaikum...wr ..wb...maf p ustad saya mau minta solisinya..suami saya di suru solat..tapi solat nya klu mau di kirimin duit Dr saya solat..tapi klu asik main catur 1hari 1 mlm tidak solat tadinya masi solat jumatan skrng udah s tahun engga solat sm sx ..sy di sini bantu suami untuk bayarin utang" tapi suami tidak kasihan sm istri yg lg krj d luar negri..tidak perna ngubungin klu Ada mau nya baru tlp ..saya kasihan anak ku kl mlm tidur sendirian..
@@anwarsadat8571 jangan sembarang menuduh aliran ini dan itu sesat... Jangan jangan sampean sediri yg sesat... Gak pernah sholat baca Alquran dan mempelajari hadis yg benar
Mntap pk
Alhamdulillahijazakaullahukhoiro cak Emir❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Cak
Yap
Alhamdulillah ...dapat nasehat ..diulang ulang terus dan senag mendengarnya lancar barokah untuk kita semua aamiin
Aslkm cak Emir, sy sebgi istri ke 3 .rindu & kangen sama suami, suami sy dtg ke Jkrt 2 bln sekali sejak pandemi, krn suami sy kerja dan Pkn baru, Alhamdulillah melepas kan rindu dgn VC, sy sebgi istri bersyukur, Ajkhr
👍👍👍❤️❤️❤️🙏
Semoga bisa mempraktekkan....aku juga punya pengalaman yg sama....ketika masih bujangan 😂😂😀
Boleh di share cerita pengalaman disaat masih bujangan dan sampai ending nya seperti apa. Sepertinya sangat berharga sekali 😁😄
Semakin barokah dlm berumah tgga dg sering memahami nasehat
Alhamdulillhjzkullhr pak..
nyuwon nasehat untuk bisa menahan amarah pd suami...
Namun terkadang jauh dari realita sebenarnya...
alhamdulillahjazakallohukhoiron....semoga semakin banyak lagi penasehat dalam jamaah tentang hak hak antara suami dan istri...karna sangat kurang nasehat semacam ini...sehingga bisa mengurangi angka perceraian dlm jamaah....dan kita pun tidak monoton mendengarkan nasehat yg itu2 aja...mugho2 alloh paring aman selamat lancar barokah
Alhamdulillah dapat ilmu. Dan semoga bisa mengamalkan
Amiiiiin
Mencintai Jm
Banyak orang sekarang mengolok-olok jm. Menghina jm. Bahkan, melecehkan jm. Mereka bikin konten negatif yang sangat jauh dari bermartabat. Mereka sengaja menjadi kompor agar konflik internal jm semakin meruncing. Bagi Anda yang suka memprovikasi, mohon baca kisah nyata ini.
Alhamdulillah, puluhan tahun saya mengaji di jm. Saya kenal jm sejak SD. Ayah saya orang jm. Meski tak terlalu tertib, tapi ayah saya istiqamah dalam jm. Beliau bukan orang pandai. Bukan orang kaya. Bukan mubaligh. Bukan pengurus. Benar-benar orang jm biasa sah sah sah.
Saya diajak ngaji ayah saat duduk di bangku SMP kelas 2. Ada mubaligh khusus yang datang ke rumah. Mengajari baca, makna, dan keterangan Alquran serta Kitabusholah. Semua baik-baik saja. Tapi, saat itu saya tak terlalu antusias. Tetap ngaji, tapi mbules.
Saya tinggal di lingkungan yang tidak baik. Judi, mabuk, dan selingkuh adalah hal biasa. Banyak warga sekitar yang berurusan dengan polisi. Saya sempat bergaul dengan teman-teman di kampung. Sebagian besar teman saya "tak menjadi apa-apa".
Singkat cerita, saya aktif ngaji di jm. Saat itu saya duduk di bangku SMP kelas tiga. Saya rajin ikut asrama Alquran. Saya juga mulai ngaji pra-remaja di masjid jm.
Jarak rumah dengan masjid cukup jauh. Sekitar 3 km. Saya ke sana naik sepeda onthel. Mengaji setelah maghrib sampai isya'. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan.
Lulus SMA, saya tetap ngaji di jm. Saya mulai ngaji muda-mudi. Tapi, saya kembali mbules. Pergaulan SMA membuat saya kadang malas ke masjid. Lebih senang belajar musik dan grudak-gruduk bareng sohib SMA.
Meski kurang tertib, saya tetap ngaji di jm. Saya juga berusaha menghatamkan Alquran dan himpunan. Saya sering ikut asrama Alquran sebulan sekali. Saya juga makin akrab dengan muda-mudi jm.
Sepak bola. Ini aktivitas yang saya cintai. Saya suka sekali main sepak bola. Ternyata di jm ada jadwal rutin main bola. Dari sinilah saya mulai jatuh cinta dengan jm. Saya sangat menikmati sepak bola dalam jm.
Lambat laun, saya bisa menjauhi teman-teman di kampung. Saya juga jarang ketemu teman-teman SMA. Saya mulai fokus mengaji QHJ. Saya dua kali ikut program generus. Saya juga ikut Mubaligh Tugasan Internasional (MTI). Saya juga beberapa kali ikut asrama hadist besar di Kediri.
Suatu hari, saya ditunjuk jadi pengurus. Saya diamanahi menjadi pengurus sepak bola. Dari sini, saya akrab dengan musyawarah. Saya punya program dan target-target di tim sepak bola kelompok. Saya mulai mendapat tempat di hati jm.
Dari pengurus bola akhirnya saya jadi pengurus muda-mudi. Saya makin akrab dengan musyawarah dan peramutan jm. Saya juga punya sejumlah amar-makrufan. Ada dari keluarga, tetangga, dan teman-teman sekolah.
Waktu terus berjalan. Akhirnya, saya makin banyak dapukan. Makin sering ngajar. Makin banyak amar makrufan. Makin sibuk dalam jm. Saya bersyukur bisa jadi orang yang bermanfaat. Tak terjerumus dalam pergaulan bebas seperti kebanyakan teman di luar jm.
Saya kemudian menikah dengan orang jm. Semua keluarga istri orang jm. Sebagian kerabatnya juga jm. Semuanya baik, rukun, kompak, dan saling membantu. Saya makin bersyukur hidup di dalam jm.
Hari berganti hari, saya semakin sibuk di jm. Nyaris setiap malam ada aktivitas amrin jami'. Menjadi pengurus yang ngurusi jm. Tak hanya sepak bola, tapi juga organisasi, UB, muda-mudi, bahkan urusan rumah tangga. Berkali-kali saya dilibatkan dalam penyelesaian konflik rumah tangga. Sebagian di antaranya berakhir dengan perceraian 😥
Usia saya terus bertambah, kebutuhan ilmu terus meningkat. Saya mulai belajar lebih banyak pada mubaligh. Di antara mereka ternyata punya "ilmu lain". Mereka diam-diam belajar ilmu asli Makkah Madinah. Mereka belajar sejumlah kitab, salah satunya Utsul Tsalatsah karya Muhammad bin Abdul Wahab.
Dari sinilah saya mengenal lebih dalam ilmu tauhid. Ternyata ilmu asli Makkah Madinah luar biasa. Benar-benar memenuhi kebutuhan ilmu saya. Sayang, sejumlah pengurus menaruh curiga. Beberapa mubaligh dan pengurus yang mengaji Utsul Tsalatsah mulai disorot. Mereka mengklaim kitab itu kitab karangan. Gak mangkul. Gak sesuai ilmu QHJ. Mbuak byuk. Gak ada manfaatnya.
Dalam hati saya bergumam. Benarkah ilmu asli Makkah-Madinah bermasalah? Bukankah KHN belajar di Arab Saudi? Berarti ada kesamaan ilmu dengan Syeh Muhammad bin Abdul Wahab. Lantas apa yang berbeda?
Pertanyaan demi pertanyaan makin membuncah. Saya berusaha mencari jawaban, namun tak pernah ketemu. Pengurus dan mubaligh senior menutup diri. Mereka tak mau membahas pertanyaan saya. Mereka bahkan mulai curiga dengan saya.
"Gak usah banyak tanya. Nanti kayak Bani Isroil. Yang penting taat imam jelas surganya," kata sejumlah pengurus dan mubaligh.
Sekitar tahun 2012, saya bertemu Ustadz Aziz Ridwan. Beberapa kali saya ngobrol dengan beliau. Sebagai lulusan Makkah, Ustadz Aziz sangat tahu keilmuan di sana. Beliau juga sangat paham keilmuan di dalam jm.
Saat itu, semua masih baik-baik saja. Beliau aktif menggerakkan program halaqah tahfidzul quran. Alhamdulillah saya terlibat dalam program tersebut. Program yang ketika itu didukung Pusat 100%.
Dari Ustadz Aziz, saya mulai belajar lebih banyak. Saya juga bertanya banyak hal tentang jm. Sedikit demi sedikit, Ustadz Aziz memberikan jawaban. Beliau juga membuka wawasan tentang keilmuan Islam. Sampai akhirnya saya mengerti apa itu madzhab, manhaj, aqidah, fiqih, tarekh, syarh, tafsir, firqah, bid'ah dll. Ternyata ilmu Islam sangat luas. Benar-benar luas.
Singkat cerita, di Pusat terjadi gegeran. Tiga ulama lulusan Makkah diperkarakan, termasuk Ustadz Aziz. Mereka tak boleh ngajar, ngimami, nasihat, memberi fatwa, nerobos, dll. Tak hanya itu, semua jm juga diminta menjauhi, tak memberi fasilitas, dll.
Hati saya bergejolak. Saya yakin ada "something wrong" di Pusat. Ada sebuah konspirasi untuk menjegal keilmuan Haramain. Dari sini, saya mulai melakukan investigasi. Saya mewawancarai sejumlah guru pondok, murid GU (Generasi Ulama), dan sejumlah pengurus.
Saya berkesimpulan, konflik ini berakar pada perbedaan aqidah. Tiga ulama lulusan Makkah beraqidah ahli sunnah. Mereka menolak mengkafirkan orang Islam di luar jm. Mereka tak mendudukkan imam dan baiat di ranah aqidah.
Sebaliknya, Pusat keukeuh menjadikan imam dan baiat sebagai aqidah. Semua orang yang gak baiat pada bapak imam berati tidak halal hidupnya. Berarti kafir. Berarti jahiliyah. Mati sewaktu-waktu kekal di neraka. Orang yang keluar atau dikeluarkan dari jm dihukumi murtad. Jm adalah jalan tunggal untuk masuk surga selamat dari neraka. Tidak ada jalan yang lain.
Perbedaan ini akhirnya memicu pergolakan yang lebih serius. Sejumlah maklumat diterbitkan untuk mageri jm. Pusat tak berkenan jm beraqidah ahli sunnah. Pusat ngotot mengajak jm mempertahankan aqidah takfiri. Yang tak sejalan dengan Pusat, harus disingkirkan. Klaim "toat imam surgo, gak toat imam neroko" makin menguat.
Jm pun terpecah. Sebagian jm menolak melanjutkan aqidah takfiri. Mereka yakin takfiri adalah dosa besar. Bahkan, sangat besar karena termasuk bid'ah aqidah. Mereka mantap meninggalkan aqidah takfiri, apapun risikonya.
"Sebenarnya saya ingin tetep dalam jm. Tapi, saya gak mau beraqidah takfiri. Saya takut dosa. Saya takut neraka," demikian klaim sejumlah jm yang sudah memahami aqidah takfiri.
Sayang, Pusat tak mau kompromi. Hanya ada dua pilihan. Ikut Pusat atau ikut ulama lulusan Makkah? Bolo kene atau bolo kono? Kalau ikut Pusat, berarti harus meninggalkan tiga ulama lulusan Makkah. Kalau ikut tiga ulama, berarti harus angkat kaki dari jm. Tak boleh lagi ikut kegiatan dalam jm. Bahkan, ada juga yang tak boleh tinggal di kompleks jm.
Saya pribadi ingin tetap jm. Karena saya cinta dengan jm. Saya sayang pada jm. Saya bahkan berutang budi pada jm. Berkat izin Allah dan peramutan jm, saya tak terjerumus dalam pergaulan bebas.
Tapi, saya tak mau beraqidah takfiri. Karena dosa aqidah sangat besar. Betapa tidak, orang yang punya tauhid di hatinya kita tuduh sebagai kafir. Sama dengan pendeta, pastur, biksu, atheis, penyembah api, penyembah patung, dan sejenisnya. Ini sama sekali tak masuk akal. Apalagi, fakta sejarah menunjukkan umat Islam tak lagi menyatu seperti zaman Nabi dan sahabat.
Saya selalu berdoa agar jm tetap lestari. Terus berkembang, berbuah, dan berbarokah hingga menjelang yaumil qiyamah. Memberikan banyak manfaat bagi umat manusia.
Saya yakin insyaAllah jm akan makin berjaya jika meninggalkan aqidah takfiri. Sistem jm sudah sangat baik. Terbukti kuat sejak puluhan tahun silam. Akan lebih barokah jika sekat takfiri dihapuskan. Aqidah takfiri sangat mengerikan. Konflik internal jm membuktikan betapa takfiri sangat merusak.
Ada orangtua yang mengusir anaknya karena sang anak ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada mertua yang mengusir menantunya karena sang menantu ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada istri yang minta cerai suaminya karena sang suami ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada saudara yang memutus tali persaudaraan dengan saudaranya yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Banyak sahabat yang memutus tali pertemanan dengan sahabat yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Yang paling mengerikan, sudah ada kata-kata kasar untuk menumpahkah darah bagi mereka yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Saudaraku, Islam itu rahmatan lil alamiin. Jauh dari musibah lil alamiin. Jangan terjebak pada pertikaian yang terus memanas. Hati-hati dengan permainan pihak ketiga. Mereka terus ngompori dari luar. Mereka inilah yang memancing di air keruh. Mengadu domba agar orang Islam saling bertikai.
Semoga Pusat dan tiga ulama lulusan Makkah bisa segera rekonsiliasi. Bila perlu minta amal sholih ulama-ulama asli Makkah-Madinah. KHN belajar di Makkah. Itu artinya, ilmu KHN dan tiga ulama lulusan Makkah ada kesamaan. Tugas kita sebagai generasi penerus untuk menyempurnakannya.
Oiya bener kah cak emir itu cerai?? Krna wayuh.
Alhamdulilah jazakallahu khoiroh...atas nasehat cak emir..
Alhamdulillahjazakullokhoiro pa Emir..
Saya ibu rumah tangga dg akun nama anak salam santun Ajzkh nasihatnya
assalamualaikum kak bs tanya?
Kalau ada pertanyaan lebih lanjut bisa dm di instgram ya, insya allah saya jawab sepemangkulan saya
khoirul huda assalamualaikum kak nm IG apa ajkk
Ig nya @Khoirulhuuuda atau di deskripsi juga ada
@@khoirulPokemon hehe saya gk punya instagram
khoirul huda
Ustadz tlg jelasin masalah taat imam masuk sorga., Ga taat imam masuk neraka.,
#maafsayaorangawam🙏
klo suami blm mau ngaji ala nasehat drcak emir ya ajkhro
semoga bermanfaat
Amiiiin
Menyejukkan hati....
ا لحمد لله جزاك الله خيرا
Alhamdulillah dapat ilmu lagi😊
mudah2an manfaat bgi kita smua aamiiin
Mencintai Jm
Banyak orang sekarang mengolok-olok jm. Menghina jm. Bahkan, melecehkan jm. Mereka bikin konten negatif yang sangat jauh dari bermartabat. Mereka sengaja menjadi kompor agar konflik internal jm semakin meruncing. Bagi Anda yang suka memprovikasi, mohon baca kisah nyata ini.
Alhamdulillah, puluhan tahun saya mengaji di jm. Saya kenal jm sejak SD. Ayah saya orang jm. Meski tak terlalu tertib, tapi ayah saya istiqamah dalam jm. Beliau bukan orang pandai. Bukan orang kaya. Bukan mubaligh. Bukan pengurus. Benar-benar orang jm biasa sah sah sah.
Saya diajak ngaji ayah saat duduk di bangku SMP kelas 2. Ada mubaligh khusus yang datang ke rumah. Mengajari baca, makna, dan keterangan Alquran serta Kitabusholah. Semua baik-baik saja. Tapi, saat itu saya tak terlalu antusias. Tetap ngaji, tapi mbules.
Saya tinggal di lingkungan yang tidak baik. Judi, mabuk, dan selingkuh adalah hal biasa. Banyak warga sekitar yang berurusan dengan polisi. Saya sempat bergaul dengan teman-teman di kampung. Sebagian besar teman saya "tak menjadi apa-apa".
Singkat cerita, saya aktif ngaji di jm. Saat itu saya duduk di bangku SMP kelas tiga. Saya rajin ikut asrama Alquran. Saya juga mulai ngaji pra-remaja di masjid jm.
Jarak rumah dengan masjid cukup jauh. Sekitar 3 km. Saya ke sana naik sepeda onthel. Mengaji setelah maghrib sampai isya'. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan.
Lulus SMA, saya tetap ngaji di jm. Saya mulai ngaji muda-mudi. Tapi, saya kembali mbules. Pergaulan SMA membuat saya kadang malas ke masjid. Lebih senang belajar musik dan grudak-gruduk bareng sohib SMA.
Meski kurang tertib, saya tetap ngaji di jm. Saya juga berusaha menghatamkan Alquran dan himpunan. Saya sering ikut asrama Alquran sebulan sekali. Saya juga makin akrab dengan muda-mudi jm.
Sepak bola. Ini aktivitas yang saya cintai. Saya suka sekali main sepak bola. Ternyata di jm ada jadwal rutin main bola. Dari sinilah saya mulai jatuh cinta dengan jm. Saya sangat menikmati sepak bola dalam jm.
Lambat laun, saya bisa menjauhi teman-teman di kampung. Saya juga jarang ketemu teman-teman SMA. Saya mulai fokus mengaji QHJ. Saya dua kali ikut program generus. Saya juga ikut Mubaligh Tugasan Internasional (MTI). Saya juga beberapa kali ikut asrama hadist besar di Kediri.
Suatu hari, saya ditunjuk jadi pengurus. Saya diamanahi menjadi pengurus sepak bola. Dari sini, saya akrab dengan musyawarah. Saya punya program dan target-target di tim sepak bola kelompok. Saya mulai mendapat tempat di hati jm.
Dari pengurus bola akhirnya saya jadi pengurus muda-mudi. Saya makin akrab dengan musyawarah dan peramutan jm. Saya juga punya sejumlah amar-makrufan. Ada dari keluarga, tetangga, dan teman-teman sekolah.
Waktu terus berjalan. Akhirnya, saya makin banyak dapukan. Makin sering ngajar. Makin banyak amar makrufan. Makin sibuk dalam jm. Saya bersyukur bisa jadi orang yang bermanfaat. Tak terjerumus dalam pergaulan bebas seperti kebanyakan teman di luar jm.
Saya kemudian menikah dengan orang jm. Semua keluarga istri orang jm. Sebagian kerabatnya juga jm. Semuanya baik, rukun, kompak, dan saling membantu. Saya makin bersyukur hidup di dalam jm.
Hari berganti hari, saya semakin sibuk di jm. Nyaris setiap malam ada aktivitas amrin jami'. Menjadi pengurus yang ngurusi jm. Tak hanya sepak bola, tapi juga organisasi, UB, muda-mudi, bahkan urusan rumah tangga. Berkali-kali saya dilibatkan dalam penyelesaian konflik rumah tangga. Sebagian di antaranya berakhir dengan perceraian 😥
Usia saya terus bertambah, kebutuhan ilmu terus meningkat. Saya mulai belajar lebih banyak pada mubaligh. Di antara mereka ternyata punya "ilmu lain". Mereka diam-diam belajar ilmu asli Makkah Madinah. Mereka belajar sejumlah kitab, salah satunya Utsul Tsalatsah karya Muhammad bin Abdul Wahab.
Dari sinilah saya mengenal lebih dalam ilmu tauhid. Ternyata ilmu asli Makkah Madinah luar biasa. Benar-benar memenuhi kebutuhan ilmu saya. Sayang, sejumlah pengurus menaruh curiga. Beberapa mubaligh dan pengurus yang mengaji Utsul Tsalatsah mulai disorot. Mereka mengklaim kitab itu kitab karangan. Gak mangkul. Gak sesuai ilmu QHJ. Mbuak byuk. Gak ada manfaatnya.
Dalam hati saya bergumam. Benarkah ilmu asli Makkah-Madinah bermasalah? Bukankah KHN belajar di Arab Saudi? Berarti ada kesamaan ilmu dengan Syeh Muhammad bin Abdul Wahab. Lantas apa yang berbeda?
Pertanyaan demi pertanyaan makin membuncah. Saya berusaha mencari jawaban, namun tak pernah ketemu. Pengurus dan mubaligh senior menutup diri. Mereka tak mau membahas pertanyaan saya. Mereka bahkan mulai curiga dengan saya.
"Gak usah banyak tanya. Nanti kayak Bani Isroil. Yang penting taat imam jelas surganya," kata sejumlah pengurus dan mubaligh.
Sekitar tahun 2012, saya bertemu Ustadz Aziz Ridwan. Beberapa kali saya ngobrol dengan beliau. Sebagai lulusan Makkah, Ustadz Aziz sangat tahu keilmuan di sana. Beliau juga sangat paham keilmuan di dalam jm.
Saat itu, semua masih baik-baik saja. Beliau aktif menggerakkan program halaqah tahfidzul quran. Alhamdulillah saya terlibat dalam program tersebut. Program yang ketika itu didukung Pusat 100%.
Dari Ustadz Aziz, saya mulai belajar lebih banyak. Saya juga bertanya banyak hal tentang jm. Sedikit demi sedikit, Ustadz Aziz memberikan jawaban. Beliau juga membuka wawasan tentang keilmuan Islam. Sampai akhirnya saya mengerti apa itu madzhab, manhaj, aqidah, fiqih, tarekh, syarh, tafsir, firqah, bid'ah dll. Ternyata ilmu Islam sangat luas. Benar-benar luas.
Singkat cerita, di Pusat terjadi gegeran. Tiga ulama lulusan Makkah diperkarakan, termasuk Ustadz Aziz. Mereka tak boleh ngajar, ngimami, nasihat, memberi fatwa, nerobos, dll. Tak hanya itu, semua jm juga diminta menjauhi, tak memberi fasilitas, dll.
Hati saya bergejolak. Saya yakin ada "something wrong" di Pusat. Ada sebuah konspirasi untuk menjegal keilmuan Haramain. Dari sini, saya mulai melakukan investigasi. Saya mewawancarai sejumlah guru pondok, murid GU (Generasi Ulama), dan sejumlah pengurus.
Saya berkesimpulan, konflik ini berakar pada perbedaan aqidah. Tiga ulama lulusan Makkah beraqidah ahli sunnah. Mereka menolak mengkafirkan orang Islam di luar jm. Mereka tak mendudukkan imam dan baiat di ranah aqidah.
Sebaliknya, Pusat keukeuh menjadikan imam dan baiat sebagai aqidah. Semua orang yang gak baiat pada bapak imam berati tidak halal hidupnya. Berarti kafir. Berarti jahiliyah. Mati sewaktu-waktu kekal di neraka. Orang yang keluar atau dikeluarkan dari jm dihukumi murtad. Jm adalah jalan tunggal untuk masuk surga selamat dari neraka. Tidak ada jalan yang lain.
Perbedaan ini akhirnya memicu pergolakan yang lebih serius. Sejumlah maklumat diterbitkan untuk mageri jm. Pusat tak berkenan jm beraqidah ahli sunnah. Pusat ngotot mengajak jm mempertahankan aqidah takfiri. Yang tak sejalan dengan Pusat, harus disingkirkan. Klaim "toat imam surgo, gak toat imam neroko" makin menguat.
Jm pun terpecah. Sebagian jm menolak melanjutkan aqidah takfiri. Mereka yakin takfiri adalah dosa besar. Bahkan, sangat besar karena termasuk bid'ah aqidah. Mereka mantap meninggalkan aqidah takfiri, apapun risikonya.
"Sebenarnya saya ingin tetep dalam jm. Tapi, saya gak mau beraqidah takfiri. Saya takut dosa. Saya takut neraka," demikian klaim sejumlah jm yang sudah memahami aqidah takfiri.
Sayang, Pusat tak mau kompromi. Hanya ada dua pilihan. Ikut Pusat atau ikut ulama lulusan Makkah? Bolo kene atau bolo kono? Kalau ikut Pusat, berarti harus meninggalkan tiga ulama lulusan Makkah. Kalau ikut tiga ulama, berarti harus angkat kaki dari jm. Tak boleh lagi ikut kegiatan dalam jm. Bahkan, ada juga yang tak boleh tinggal di kompleks jm.
Saya pribadi ingin tetap jm. Karena saya cinta dengan jm. Saya sayang pada jm. Saya bahkan berutang budi pada jm. Berkat izin Allah dan peramutan jm, saya tak terjerumus dalam pergaulan bebas.
Tapi, saya tak mau beraqidah takfiri. Karena dosa aqidah sangat besar. Betapa tidak, orang yang punya tauhid di hatinya kita tuduh sebagai kafir. Sama dengan pendeta, pastur, biksu, atheis, penyembah api, penyembah patung, dan sejenisnya. Ini sama sekali tak masuk akal. Apalagi, fakta sejarah menunjukkan umat Islam tak lagi menyatu seperti zaman Nabi dan sahabat.
Saya selalu berdoa agar jm tetap lestari. Terus berkembang, berbuah, dan berbarokah hingga menjelang yaumil qiyamah. Memberikan banyak manfaat bagi umat manusia.
Saya yakin insyaAllah jm akan makin berjaya jika meninggalkan aqidah takfiri. Sistem jm sudah sangat baik. Terbukti kuat sejak puluhan tahun silam. Akan lebih barokah jika sekat takfiri dihapuskan. Aqidah takfiri sangat mengerikan. Konflik internal jm membuktikan betapa takfiri sangat merusak.
Ada orangtua yang mengusir anaknya karena sang anak ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada mertua yang mengusir menantunya karena sang menantu ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada istri yang minta cerai suaminya karena sang suami ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada saudara yang memutus tali persaudaraan dengan saudaranya yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Banyak sahabat yang memutus tali pertemanan dengan sahabat yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Yang paling mengerikan, sudah ada kata-kata kasar untuk menumpahkah darah bagi mereka yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Saudaraku, Islam itu rahmatan lil alamiin. Jauh dari musibah lil alamiin. Jangan terjebak pada pertikaian yang terus memanas. Hati-hati dengan permainan pihak ketiga. Mereka terus ngompori dari luar. Mereka inilah yang memancing di air keruh. Mengadu domba agar orang Islam saling bertikai.
Semoga Pusat dan tiga ulama lulusan Makkah bisa segera rekonsiliasi. Bila perlu minta amal sholih ulama-ulama asli Makkah-Madinah. KHN belajar di Makkah. Itu artinya, ilmu KHN dan tiga ulama lulusan Makkah ada kesamaan. Tugas kita sebagai generasi penerus untuk
Luar biasa tah denger laki laki hehehe
Alhamdulillahi jazakalahu khoiro dh d share nasehatnya
Saya mw tnya kalo kita mendgrkn nasehat lewat youtube atau media lain trus kita amalkn itu sah apa gk y???
Amsol penjelasannya, saya blm lma msuk jamaah,
wiwin nu amoorea assalamualaikum kak
sm sy jg blom lm ikit jamaah
sy msh hrs banyak tanya agar sy lbh faham
@@dinsdirgantara4216 wa alaikum salam, mari belajar bersama",
Jgn sampai goyah dg fitnah" yg ada d luar sana, teguhkan hati, kuatkn iman,
Kita sudah brada d jln yg lurus, tgl bagaimana kita menjalaninya, semoga kita semua jamaah selamat dunia akhirat, masuk surga selamat dari neraka🤲🤲🤲
Kalao sepemangkulan saya, menyangkut hal ibadah dalam hal pengamalan itu harus ada gurunya, bukan dari media atau medsos lainya. Yg intinya ilmu yg kita miliki itu harus ada sandaranya (ada gurunya). Mungkin itu yg bisa saya sampaikan. Utk lebih detailnya lagi coba kakanya tanya ke mubaligh setempat. Biar lebih afdhol dan mantap 👍
@@khoirulPokemon ow nggeh, alhamdulillahi jazakalahu khoiro penjelasan n sarannya🙏
Amiiin
THANK MAS.....AJZKK
Iya amiiin
Bagaimana kalau punya suami yg egois,dan istri yg slalu mengeluh atas tingkah laku suami yg gak baik
Part 1,2,3 yg mana ya?
Itu di judul video ada keteranganya kak, part1 sampai part 4
Kalaubmau tau urutanya Buka chanel saya trus pilih video, itu insya allah videonya berurutan
esti esti j
Pak ustad,gimana hukumnya kawin tanpa wali perempuan????padahal ayahnya masih hidup???
Gak boleh
@sudarman yamazaki ,oh...gitu tp dijokam banyak yg kayak gitu,ngelabuhi wali dr ayahnya krn dianggapya hum alias islamnya kagak ikut mereka.
@@senjamerana3188 sampeyan tukang ngawur , ganti nama aja biar nggak merana terus....kasihan deh lho,dah keluar kok masih mbukaki chenel jokam,rindu yaaa 😀
@@nurfadila354 ,maksudnya keluar apa???dr aliran yg menghalalkan kebohongan demi tercapainya maksud dan tujuan.
Sy tanya kamu ya,selain 3 perkara yg diperbolehkan berbohong itu apa ada dlm hadist,misalkan berbohong kpd MUI kemarin itu??? Mungkin anda tdk tahu ķrn berita sprt itu tdk akan sampai di bawah apa lagi sprt anda,bak kata "katak dlm tempurung"
@@senjamerana3188 pas menurut ayatnya mereka akan bingung hidupnya, bukannya mempeng ngibadah tp ngurusi agama orang lain, astaghfirullah Al adziim 😐😤
di tunggu nasehat2 yg lain alhmdlhzzkmlhrh.
mana nasehat2 yg lain si tunggu alhmdllhjjkmlhrh.
Inaya allah segera, amiijn
Mencintai Jm
Banyak orang sekarang mengolok-olok jm. Menghina jm. Bahkan, melecehkan jm. Mereka bikin konten negatif yang sangat jauh dari bermartabat. Mereka sengaja menjadi kompor agar konflik internal jm semakin meruncing. Bagi Anda yang suka memprovikasi, mohon baca kisah nyata ini.
Alhamdulillah, puluhan tahun saya mengaji di jm. Saya kenal jm sejak SD. Ayah saya orang jm. Meski tak terlalu tertib, tapi ayah saya istiqamah dalam jm. Beliau bukan orang pandai. Bukan orang kaya. Bukan mubaligh. Bukan pengurus. Benar-benar orang jm biasa sah sah sah.
Saya diajak ngaji ayah saat duduk di bangku SMP kelas 2. Ada mubaligh khusus yang datang ke rumah. Mengajari baca, makna, dan keterangan Alquran serta Kitabusholah. Semua baik-baik saja. Tapi, saat itu saya tak terlalu antusias. Tetap ngaji, tapi mbules.
Saya tinggal di lingkungan yang tidak baik. Judi, mabuk, dan selingkuh adalah hal biasa. Banyak warga sekitar yang berurusan dengan polisi. Saya sempat bergaul dengan teman-teman di kampung. Sebagian besar teman saya "tak menjadi apa-apa".
Singkat cerita, saya aktif ngaji di jm. Saat itu saya duduk di bangku SMP kelas tiga. Saya rajin ikut asrama Alquran. Saya juga mulai ngaji pra-remaja di masjid jm.
Jarak rumah dengan masjid cukup jauh. Sekitar 3 km. Saya ke sana naik sepeda onthel. Mengaji setelah maghrib sampai isya'. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan.
Lulus SMA, saya tetap ngaji di jm. Saya mulai ngaji muda-mudi. Tapi, saya kembali mbules. Pergaulan SMA membuat saya kadang malas ke masjid. Lebih senang belajar musik dan grudak-gruduk bareng sohib SMA.
Meski kurang tertib, saya tetap ngaji di jm. Saya juga berusaha menghatamkan Alquran dan himpunan. Saya sering ikut asrama Alquran sebulan sekali. Saya juga makin akrab dengan muda-mudi jm.
Sepak bola. Ini aktivitas yang saya cintai. Saya suka sekali main sepak bola. Ternyata di jm ada jadwal rutin main bola. Dari sinilah saya mulai jatuh cinta dengan jm. Saya sangat menikmati sepak bola dalam jm.
Lambat laun, saya bisa menjauhi teman-teman di kampung. Saya juga jarang ketemu teman-teman SMA. Saya mulai fokus mengaji QHJ. Saya dua kali ikut program generus. Saya juga ikut Mubaligh Tugasan Internasional (MTI). Saya juga beberapa kali ikut asrama hadist besar di Kediri.
Suatu hari, saya ditunjuk jadi pengurus. Saya diamanahi menjadi pengurus sepak bola. Dari sini, saya akrab dengan musyawarah. Saya punya program dan target-target di tim sepak bola kelompok. Saya mulai mendapat tempat di hati jm.
Dari pengurus bola akhirnya saya jadi pengurus muda-mudi. Saya makin akrab dengan musyawarah dan peramutan jm. Saya juga punya sejumlah amar-makrufan. Ada dari keluarga, tetangga, dan teman-teman sekolah.
Waktu terus berjalan. Akhirnya, saya makin banyak dapukan. Makin sering ngajar. Makin banyak amar makrufan. Makin sibuk dalam jm. Saya bersyukur bisa jadi orang yang bermanfaat. Tak terjerumus dalam pergaulan bebas seperti kebanyakan teman di luar jm.
Saya kemudian menikah dengan orang jm. Semua keluarga istri orang jm. Sebagian kerabatnya juga jm. Semuanya baik, rukun, kompak, dan saling membantu. Saya makin bersyukur hidup di dalam jm.
Hari berganti hari, saya semakin sibuk di jm. Nyaris setiap malam ada aktivitas amrin jami'. Menjadi pengurus yang ngurusi jm. Tak hanya sepak bola, tapi juga organisasi, UB, muda-mudi, bahkan urusan rumah tangga. Berkali-kali saya dilibatkan dalam penyelesaian konflik rumah tangga. Sebagian di antaranya berakhir dengan perceraian 😥
Usia saya terus bertambah, kebutuhan ilmu terus meningkat. Saya mulai belajar lebih banyak pada mubaligh. Di antara mereka ternyata punya "ilmu lain". Mereka diam-diam belajar ilmu asli Makkah Madinah. Mereka belajar sejumlah kitab, salah satunya Utsul Tsalatsah karya Muhammad bin Abdul Wahab.
Dari sinilah saya mengenal lebih dalam ilmu tauhid. Ternyata ilmu asli Makkah Madinah luar biasa. Benar-benar memenuhi kebutuhan ilmu saya. Sayang, sejumlah pengurus menaruh curiga. Beberapa mubaligh dan pengurus yang mengaji Utsul Tsalatsah mulai disorot. Mereka mengklaim kitab itu kitab karangan. Gak mangkul. Gak sesuai ilmu QHJ. Mbuak byuk. Gak ada manfaatnya.
Dalam hati saya bergumam. Benarkah ilmu asli Makkah-Madinah bermasalah? Bukankah KHN belajar di Arab Saudi? Berarti ada kesamaan ilmu dengan Syeh Muhammad bin Abdul Wahab. Lantas apa yang berbeda?
Pertanyaan demi pertanyaan makin membuncah. Saya berusaha mencari jawaban, namun tak pernah ketemu. Pengurus dan mubaligh senior menutup diri. Mereka tak mau membahas pertanyaan saya. Mereka bahkan mulai curiga dengan saya.
"Gak usah banyak tanya. Nanti kayak Bani Isroil. Yang penting taat imam jelas surganya," kata sejumlah pengurus dan mubaligh.
Sekitar tahun 2012, saya bertemu Ustadz Aziz Ridwan. Beberapa kali saya ngobrol dengan beliau. Sebagai lulusan Makkah, Ustadz Aziz sangat tahu keilmuan di sana. Beliau juga sangat paham keilmuan di dalam jm.
Saat itu, semua masih baik-baik saja. Beliau aktif menggerakkan program halaqah tahfidzul quran. Alhamdulillah saya terlibat dalam program tersebut. Program yang ketika itu didukung Pusat 100%.
Dari Ustadz Aziz, saya mulai belajar lebih banyak. Saya juga bertanya banyak hal tentang jm. Sedikit demi sedikit, Ustadz Aziz memberikan jawaban. Beliau juga membuka wawasan tentang keilmuan Islam. Sampai akhirnya saya mengerti apa itu madzhab, manhaj, aqidah, fiqih, tarekh, syarh, tafsir, firqah, bid'ah dll. Ternyata ilmu Islam sangat luas. Benar-benar luas.
Singkat cerita, di Pusat terjadi gegeran. Tiga ulama lulusan Makkah diperkarakan, termasuk Ustadz Aziz. Mereka tak boleh ngajar, ngimami, nasihat, memberi fatwa, nerobos, dll. Tak hanya itu, semua jm juga diminta menjauhi, tak memberi fasilitas, dll.
Hati saya bergejolak. Saya yakin ada "something wrong" di Pusat. Ada sebuah konspirasi untuk menjegal keilmuan Haramain. Dari sini, saya mulai melakukan investigasi. Saya mewawancarai sejumlah guru pondok, murid GU (Generasi Ulama), dan sejumlah pengurus.
Saya berkesimpulan, konflik ini berakar pada perbedaan aqidah. Tiga ulama lulusan Makkah beraqidah ahli sunnah. Mereka menolak mengkafirkan orang Islam di luar jm. Mereka tak mendudukkan imam dan baiat di ranah aqidah.
Sebaliknya, Pusat keukeuh menjadikan imam dan baiat sebagai aqidah. Semua orang yang gak baiat pada bapak imam berati tidak halal hidupnya. Berarti kafir. Berarti jahiliyah. Mati sewaktu-waktu kekal di neraka. Orang yang keluar atau dikeluarkan dari jm dihukumi murtad. Jm adalah jalan tunggal untuk masuk surga selamat dari neraka. Tidak ada jalan yang lain.
Perbedaan ini akhirnya memicu pergolakan yang lebih serius. Sejumlah maklumat diterbitkan untuk mageri jm. Pusat tak berkenan jm beraqidah ahli sunnah. Pusat ngotot mengajak jm mempertahankan aqidah takfiri. Yang tak sejalan dengan Pusat, harus disingkirkan. Klaim "toat imam surgo, gak toat imam neroko" makin menguat.
Jm pun terpecah. Sebagian jm menolak melanjutkan aqidah takfiri. Mereka yakin takfiri adalah dosa besar. Bahkan, sangat besar karena termasuk bid'ah aqidah. Mereka mantap meninggalkan aqidah takfiri, apapun risikonya.
"Sebenarnya saya ingin tetep dalam jm. Tapi, saya gak mau beraqidah takfiri. Saya takut dosa. Saya takut neraka," demikian klaim sejumlah jm yang sudah memahami aqidah takfiri.
Sayang, Pusat tak mau kompromi. Hanya ada dua pilihan. Ikut Pusat atau ikut ulama lulusan Makkah? Bolo kene atau bolo kono? Kalau ikut Pusat, berarti harus meninggalkan tiga ulama lulusan Makkah. Kalau ikut tiga ulama, berarti harus angkat kaki dari jm. Tak boleh lagi ikut kegiatan dalam jm. Bahkan, ada juga yang tak boleh tinggal di kompleks jm.
Saya pribadi ingin tetap jm. Karena saya cinta dengan jm. Saya sayang pada jm. Saya bahkan berutang budi pada jm. Berkat izin Allah dan peramutan jm, saya tak terjerumus dalam pergaulan bebas.
Tapi, saya tak mau beraqidah takfiri. Karena dosa aqidah sangat besar. Betapa tidak, orang yang punya tauhid di hatinya kita tuduh sebagai kafir. Sama dengan pendeta, pastur, biksu, atheis, penyembah api, penyembah patung, dan sejenisnya. Ini sama sekali tak masuk akal. Apalagi, fakta sejarah menunjukkan umat Islam tak lagi menyatu seperti zaman Nabi dan sahabat.
Saya selalu berdoa agar jm tetap lestari. Terus berkembang, berbuah, dan berbarokah hingga menjelang yaumil qiyamah. Memberikan banyak manfaat bagi umat manusia.
Saya yakin insyaAllah jm akan makin berjaya jika meninggalkan aqidah takfiri. Sistem jm sudah sangat baik. Terbukti kuat sejak puluhan tahun silam. Akan lebih barokah jika sekat takfiri dihapuskan. Aqidah takfiri sangat mengerikan. Konflik internal jm membuktikan betapa takfiri sangat merusak.
Ada orangtua yang mengusir anaknya karena sang anak ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada mertua yang mengusir menantunya karena sang menantu ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada istri yang minta cerai suaminya karena sang suami ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Ada saudara yang memutus tali persaudaraan dengan saudaranya yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Banyak sahabat yang memutus tali pertemanan dengan sahabat yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Yang paling mengerikan, sudah ada kata-kata kasar untuk menumpahkah darah bagi mereka yang ikut ngaji dengan tiga ulama lulusan Makkah.
Saudaraku, Islam itu rahmatan lil alamiin. Jauh dari musibah lil alamiin. Jangan terjebak pada pertikaian yang terus memanas. Hati-hati dengan permainan pihak ketiga. Mereka terus ngompori dari luar. Mereka inilah yang memancing di air keruh. Mengadu domba agar orang Islam saling bertikai.
Semoga Pusat dan tiga ulama lulusan Makkah bisa segera rekonsiliasi. Bila perlu minta amal sholih ulama-ulama asli Makkah-Madinah. KHN belajar di Makkah. Itu artinya, ilmu KHN dan tiga ulama lulusan Makkah ada kesamaan. Tugas kita sebagai generasi penerus untuk menyempurnakannya.
Alhamdulillah saudaraku mendapat hidayah sunah semoga Istiqomah,,,,, amin
Assalamungalaikum...wr ..wb...maf p ustad saya mau minta solisinya..suami saya di suru solat..tapi solat nya klu mau di kirimin duit Dr saya solat..tapi klu asik main catur 1hari 1 mlm tidak solat tadinya masi solat jumatan skrng udah s tahun engga solat sm sx ..sy di sini bantu suami untuk bayarin utang" tapi suami tidak kasihan sm istri yg lg krj d luar negri..tidak perna ngubungin klu Ada mau nya baru tlp ..saya kasihan anak ku kl mlm tidur sendirian..
Kerja dmna mba, sp tau ada cabag LDII bisa bntu menjelaskan lebh dkat krjay. Aamiiiiinnnnn
Saya kerja di Dubai..brt ..
@@anwarsadat8571 jangan sembarang menuduh aliran ini dan itu sesat... Jangan jangan sampean sediri yg sesat... Gak pernah sholat baca Alquran dan mempelajari hadis yg benar
Mantaab....!
Assalamu'allaikum. Amsol Mas Hudha. Upload kajian tentang Gibah/hukum/Hadits sahih tentang Gibah. Sukron. Alhamdulillah Jazakallahu khaira
Waalaikumsalam, nggeh ms insya allah
Aamiin.. 😊😊
👍👍👍
Bner gak sih kabarnya cak emir cerai sama istrinya? Krna wayuh.
Coba biks muslim 195. 196 atau. Nasai juz 3..apakah LDII betul ahli surga
Amin