Bubarnya Jamaah Islamiyah Menurut Pengamat Terorisme Khoirul Anam: Beneran atau Gimmick?

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 7 ก.ย. 2024
  • Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru
    TRIBUN-VIDEO.COM -Sejak awal, JI agak berbeda dengan kelompok radikal terorisme lainnya. Menurut pengakuan mereka, JI hanya berlandaskan pada ilmu.
    Alasan dulu mendirikan JI adalah karena ilmu. Jadi sekarang mereka harus membubarkan diri, menyudahi organisasi ini dengan alasan sama, yaitu ilmu.
    Mereka sudah berusaha lama mengkaji doktrin-doktrin, ajaran yang mereka ikuti, misal tafsir tentang jihad, konsep al wala’ wal bara’.
    Kemudian mereka sampai pada keputusan terbaik saat ini, bubar atau membubarkan organisasinya.
    Proses ini berlangsung lama, bahkan sejak akhir 1990an. JI kan didirikan bersama-sama oleh Abdullah Sungkar, Abu Bakar Baasyir, dan Abu Rusydan.
    Dinamika lalu terjadi. Pada 1999, Abu Bakar Baasyir keluar dari JI, dan merasa sudah membubarkan Jamaah Islamiyah.
    Alasan keluar dari JI, karena Abu Bakar Baasyir berpandangan jihad yang dilakukan JI seharusnya sudah tidak siri atau rahasia lagi.
    Tapi pandangan itu ditentang orang-orang JI. Tahun 2003, ketika sudah terjadi berbagai aksi teror bom yang diikuti penangkapan-penangkapan, wacana pembubaran mencuat lagi.
    Satu di antara alasan dan pertimbangannya, jika jihad-jihad itu benar di jalan Allah, maka seharusnya jihad itu berhasil dan tidak ada anggota yang tertangkap.
    Selain itu bagi JI, musuh besar yang harus diperangi itu penjajah asing, seperti Amerika Serikat yang dianggap menindas umat Islam.
    Tapi nyatanya, yang jadi korban bukan orang Amerika, bukan tentara Amerika, tapi paling banyak orang Australia, dan bahkan merenggut nyawa orang Indonesia.
    Ini hal-hal yang disesalkan. Bagi orang JI, bom Bali (2002) itu bukan aksi JI, karena JI sebagai organisasi tidak pernah memberi izin atau memerintahkan.
    Kajian-kajian itu terus berlangsung sejak itu, hingga mencapai titik akhir pada 30 Juni 2024 saat pembacaan Deklarasi Sentul.
    Tentu deklarasi itu didahului pertemuan-pertemuan kajian para tokoh JI, dan terakhir digelar di sebuah lokasi di Solo pada 29 Juni 2024.
    Bagi saya yang juga cukup mengejutkan adalah, apa yang terjadi ini tidak diduga oleh pihak keamanan, dalam hal ini Densus 88 Antiteror.
    Maksudnya koq bisa secepat ini. Tapi bagaimanapun ini tentu menggembirakan karena JI adalah organisasi besar di Indonesia, bahkan mungkin di terbesar Asia Tenggara.
    Saya juga bertemu dengan orang-orang dari Kemenag, dan mereka terkejut tapi juga senang. Tapi tak bisa dipungkiri ada pihak yang terkejut lalu curiga.
    Curiga jangan-jangan ini gimmick, curiga jangan-jangan ini kamuflase, ini upaya mereka saja supaya tidak terlalu diawasi lagi oleh aparat keamanan.
    Tapi saya sangat yakin, ini bukan pura-pura. Mereka akan serius sekali. Buktinya selain pernyataan tegas, mereka juga menulis banyak komitmen.
    Di antaranya setelah bubar, mereka akan menyerahkan albas atau alat, bahan (peledak), dan senjata yang selama pihak kepolisian tidak tahu di mana disimpan.
    Saya mendengar belum lama ini, aparat Densus sampe menyelam ke Bengawan Solo, mencari senjata yang dibuang oleh anggota yang memberitahukan titik lokasinya.
    Mereka juga menyatakan akan menyerahkan para DPO. Ada DPO yang sudah 7-12 tahun dikejar tidak ada, tiba-tiba setelah ada kabar bubar, orangnya muncul menyerahkan diri.
    Tentu difasilitasi oleh senior-senior JI yang sudah terjalin dan menjalin komunikasi dengan aparat keamanan.
    Kemudian hal terpenting berikutnya, karena JI ini dulu berafiliasi dengan banyak pesantren, julamhya lebih dari 40 dan santrinya bisa sampai 16 ribu, mereka bersedia kurikulumnya dievaluasi.
    Ini serius dan sekali lagi meyakinkan keputusan itu bukan gimmick. Kemenag juga langsung merespon sikap ini, dan langsung mengirimkan pejabat yang membidangi ini untuk berdialog.
    Tentu ini ini sejalan dengan apa yang saya dengar dari para tokoh utama JI, seperti Ustad Para Wijayanto dan Ustad Siswanto.
    Mereka menegaskan pada dasarnya JI tidak dirancang sebagai gerakan melawan negara (Indonesia). Ini bukan organisasi yang anti terhadap negara.
    Dua kunci utama JI adalah ilmu dan jihad. Setidaknya ini yang disampaikan para petinggi terakhir Jamaah Islamiyah.
    Menurut Ustad Para Wijayanto, mungkin ada kelompok yang kuat ilmu tapi jihadnya tidak punya. Ada yang kuat jihad, tapi ilmunya tidak ada.
    Mengenai peran dan keterlibatan JI sebagai organisasi dalam berbagai aksis teror di Indonesia, kita mungkin bisa melihat di berbagai persidangan dan putusan pengadilan.
    Sejauh ini secara formal, sebagai organisasi JI tidak atau belum pernah terbukti terlibat. Misal merancang, mendukung, dan atau memerintahkan pengeboman di mana begitu.
    Tapi bahwa dalam berbagai kasus, ada orang-orang JI atau setidaknya pernah jadi anggota JI, itu realitas dan fakta yang tidak bisa dibantah.(Tribun Network/Setya Krisna Sumarga)
    Program: Wawancara Eksklusif
    Host: Krisna Sumargo
    Editor Video: Damara Abella Sakti

ความคิดเห็น • 103