Episode 1 - "Meniti Tjinta Silat Nusantara" | Kisah Mohammad Masdan / Ki Ngabehi Soero Diwirjo🌷

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 7 ก.ย. 2024
  • Meniti Cinta Silat Nusantara
    Cerita ini adalah kisah hidup seorang pendekar bernama Ki Ngabehi Suro Diwiryo. Ia yang punya nama kecil Mohammad Masdan ini, dikenal memiliki kemauan untuk belajar ilmu silat dan ilmu batin sangat luar biasa. Suratan takdir membawanya ke tanah Sunda, Padang bahkan Aceh, sehingga memberi kesempatan belajar ilmu-ilmu silat peninggalan leluhur di Nusantara. Ilmunya kelak diwariskan ke perkumpulan silat yang bernama Persaudaraan Setia Hati.
    Pada suatu pagi dahulu kala, terdengar suara tangis bayi. Di sampingnya duduk ayah dan ibu yang terlihat bahagia melihat anak pertamanya.
    “Aku beri nama anak pertamaku Mohammad Masdan” kata sang ayah kepada istrinya. Nama itu diberikan dengan harapan bisa membahagiakan orangtuanya di dunia dan akhirat. Demikian pula setelah sudah agak besar, sang ayah selalu memberi nasehat dan cerita tentang kebaikan agama dan kehidupan akhirat.
    Ayah Mohammad Masdan adalah seorang mantri cacar yang bertugas mengobati orang yang terkena penyakit cacar di Kawedanan Ngimbang Jawa Timur, tinggal tidak jauh dari pesantren terkenal Tebuireng. Pesantren yang hingga sekarang terkenal melahirkan ulama-ulama besar itu berada di Kabupaten Jombang.
    Masa kecil Mohammad Masdan sungguh bahagia. Masdan disekolahkan di Sekolah Rakyat atau disingkat SR selama empat tahun. Tidak semua anak bisa sekolah saat itu. Menurut paman-pamannya, Mohammad Masdan termasuk bangsawan karena salah satu keturunan Bathoro Katong, sang pendiri Kadipaten Ponorogo. Bathoro Katong dan saudara tuanya yang bernama Raden Patah adalah putra dari Raja Brawijaya dari kerajaan Majapahit.
    Satu tahun setelah menyelesaikan sekolahnya, Mohammad Masdan di-suwita-kan ke seorang Belanda yang bertugas di Jombang. Ia diminta untuk tinggal serumah dengan orang Belanda itu, dan bekerja magang tanpa dibayar sebagai juru tulis. Ia diserahi tugas mengawasi anak orang Belanda itu hingga sore hari.
    Hati perasaan Mohammad Masdan tidak lepas dari nasehat dan cerita ayahnya tentang agama dan kehidupan akhirat. Rasa penasarannya membawa dirinya menggunakan waktu senggang setelah bekerja untuk ikut belajar di pesantren Tebuireng. Suatu saat, dirinya bertanya kepada salah seorang santri yang sudah lama belajar di pesantren itu.
    “Kangmas, mengapa kita harus belajar agama?” tanya Mohammad Masdan.
    “Karena, kita hanya hidup sekali di dunia. Siapa yang berbuat baik, maka akan mendapat balasan kebaikan, dan bagi yang berbuat buruk akan mendapatkan balasan keburukan pula di akhirat” kata sang santri.
    Mohammad Masdan mengangguk-angguk tanda mengerti. Walau demikian, masih ada yang mengganjal di hatinya. Ia melihat para santri juga belajar silat. Bukankah silat itu belajar melukai orang lain? Bukankah seharusnya berbuat baik?
    “Tidak salah, kamu tidak salah!” jawab sang santri.”Tetapi, dunia ini pasti ada orang baik dan ada orang jahat. Apakah engkau mau ada orang jahat melukai orang baik?” terang sang santri.
    Tercenung Mohammad Masdan. Akhirnya ia membulatkan tekad untuk belajar agama sekaligus belajar silat. Ternyata, ia menyukai silat karena dirinya punya watak pemberani dan berkemauan keras. Berani sakit ketika berlatih, dan pantang menyerah jika belum terampil. Hal ini juga karena tertular semangat para santri yang mahir silat hasil latihan yang keras dan berat.
    Pesantren Tebuireng pada awalnya memang didirikan di daerah yang banyak terdapat kejahatan seperti perjudian, perampokan, pencurian dan lain-lainnya. Karena merasa terganggu, para penjahat sering menyerang pesantren tersebut sehingga keamanan terancam. Oleh karena itu, pendiri pesantren yang bernama Kiai Haji Hasyim mengutus santrinya ke Cirebon untuk menemui sahabat-sahabatnya : Kiai Saleh Benda, Kiai Abdullah Panguragan, Kiai Samsuri Wanantara, dan Kiai Abdul Jamil Buntet. Dengan bantuan-bantuan sahabatnya, berhasil melatih para santri untuk bisa membela diri dari orang-orang jahat.
    Bagi Mohammad Masdan, ilmu silat baru sangat menarik baginya. Ilmu silat yang didatangkan dari Cirebon, bisa dengan mudah mengalahkan para penjahat yang menggunakan ilmu silat lokal. Tetapi, ketertarikannya tidak tersalurkan karena para santri di Tebuireng lebih mengutamakan pelajaran agamanya.
    Takdir ternyata berpihak kepada Mohammad Masdan. Tuannya orang Belanda ternyata menyukai kejujuran dan perilaku hormatnya. Setelah satu tahun, Mohammad Masdan pun diajak ke tanah Parahiyangan Bandung. Di sana ia juga diberi pekerjaan yang sama tanpa digaji, hanya diberi uang saku. Kesempatan ini digunakan Mohammad Masdan untuk belajar ilmu silat lebih dalam.(Bersambung…)
    (Catatan : Cerita ini adalah fiksi, namun berdasarkan kisah dari mulut ke mulut dan sumber-sumber di internet. Beberapa nama mungkin sesuai dengan sejarah yang sesungguhnya, mungkin pula tidak)
    .
    .
    .
    .
    .
    #stkdihatiku #shwinongo #pshw

ความคิดเห็น • 5

  • @warsini1467
    @warsini1467 3 ปีที่แล้ว +3

    Jadikan kebaikan Sebagai Tradsi SETIA HATI
    MADIUN BUMI PERSAUDARAN .
    TUNAS MUDA WINONGO
    S T K 1 9 0 3 .

  • @SantriKampongOn
    @SantriKampongOn 2 ปีที่แล้ว

    Mantap kang maaas

  • @carikcintatani1917
    @carikcintatani1917 3 ปีที่แล้ว +1

    Dibuatkan film sangat mendidik mas...salam ayatullah warga PSHT dari Pamotan rembang, guyub rukun dunia akhirat lahir batin

    • @alwingen8886
      @alwingen8886 2 ปีที่แล้ว

      Jawa claim silat trosss

  • @bunurjogja8554
    @bunurjogja8554 2 ปีที่แล้ว

    Sang maestro pencak silat