ISLAM SUDAH SEMPURNA. Dahulu ketika saya masih *"pemula"* dalam belajar agama beranggapan Islam sudah sempurna itu tidak perlu ditambah-tambahi ilmu fikih, ilmu hadits, ilmu tasawuf dll. "Sudah sempurna kok ditambah-tambahi?" Tidak perlu ilmu tafsir, fikih, hadits, tasawuf, nahwu, sharaf, falak (hisab) dll. Bukankah ilmu seperti fikih, tasawuf, tafsir, hadits dll itu hanya rumusan para ulama? *Memangnya mereka itu lebih pintar dari Nabi dan para sahabat?* Cukup Quran dan Sunnah saja, titik ! Tidak perlu ada ijtihad ulama, sudah sempurna kok berijtihad?. Dalilnya adalah di zaman Rosul itu tidak ada istilah ilmu fikih. Juga tidak ada istilah ilmu tasawuf, hadits, tajwid, nahwu, sharaf, tafsir quran, ushuludin, tarikh dll. Tidak ada istilah tabi'in, tabiut tabiin, salaf dan semisalnya. Jangan ditambah-tambahi, diada-adakan, itu namanya *bid'ah,* soalnya agama ini sudah sempurna. Begitu pemahaman agama saya ketika masih di TK (Taman Kanak-kanak) dan SD (Sekolah Dasar) dahulu. Tetapi ketika sudah meningkat belajar ngajinya, ternyata pemahaman agama seperti itu sangat lugu dan terlalu TK (Taman Kanak-kanak). Belajar sesudahnya yang sekarang, ilmu-ilmu disebut diatas (fikih, tasawuf, hadits dll) *menjadi wajib* karena tanpa itu semua ilmu agama tidak ada. Boleh saja orang yang gandrung kepada gerakan pembaharuan Islam, pemurnian Islam atau apa istilahnya yang katanya langsung ke sumbernya (Quran-Hadits) sehingga mengklaim gurunya Nabi Muhammad karena langsung ke sumber katanya. Kemudian anti madzab ilmu fikih dan tasawuf karena merasa belajar langsung ke sumbernya. Dengan kata lain, kalau kita sedikit-sedikit bilangnya Quran-Sunnah, Quran-Hadits, guruku Nabi Muhammad, pemahaman shahabat, salafush shalih, hijrah dll -- tetapi juga sebetulnya hanya sekedar bermain istilah saja supaya terkesan Islam yang paling murni. Padahal sesungguhnya ilmu agama itu sangat luas, mana mungkin kita akan tahu Alquran kalau tidak didukung ilmu-ilmu alat seperti nahwu, sharaf, asbabun nuzul, tafsir, dll. Memang itu semua tidak ada dizaman Nabi tetapi bukan berarti dianggap belum sempurna. Memang agama Islam itu sudah sempurna, tetapi bukan berarti menolak ijtihad dan perkembangan. Atau memang kalau belajar agama di pondok pesantren itu yang dipelajari mbulet dan bertahun-tahun, bisa puluhan atau belasan tahun, mosok lebih benar yang belajarnya instan. Ini pasti ada yang salah diantara kita dalam memahami sebuah pemahaman agama. *ANTI MADZAB* Bermadzab adalah sebuah keharusan. Namun demikian, *salah satu saja* dari Madzab 4 itu yang mana dan mayoritas apa yang dipegangi dinegaranya. Hal demikian untuk menghindari banyak perselisihan dan untuk keseragaman dalam fikih (hukum agama). Misalnya, kalau di Nusantara Madzab Syafii, ya kita ambil Madzab Syafiii. Hal ini karena 2 alasan : 1. Mereka (madzab 4) memiliki *pertautan langsung secara sanad dengan para sahabat* melalui tabi'in, sehingga lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya. 2. Adanya madzab 4 sesungguhnya juga *meminimalisir perpecahan.* Bisa kita bayangkan seandainya tidak dirumuskan dalam madzab 4, misalnya hanya ada AlQuran atau Hadits saja tentu generasi belakangan akan timbul perbedaan sampai ratusan madzab dan perpecahan aliran semakin longgar. Oleh karena itu bisa dimengerti mengapa para imam seperti Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai, Abu Dawud adalah ulama-ulama salafus shaleh yang, walaupun ahli hadits tetapi juga bermadzab (mereka bermadzab Syafii). Tidak hanya itu (ahli hadits), ahli-ahli tafsir AlQuran seperti Ibnu Katsir, AlQurtubi, As-Suyuthi dll juga bermadzab. Mungkinkah kita lebih benar ketimbang mereka kalau misalnya kita anti atau tidak bermadzab?. *ANTI TASAWUF* Coba *sebutkan satu saja* dari sekian para penyebar agama Islam di Nusantara ini yang bukan ahli tasawuf? Bahkan, jangankan di Nusantara, di belahan benua Asia dan Afrika, para penyebar agama Islamnya yang bukan ulama atau para walinya bukan ahli tasawuf, sebutkan satu saja! Ketahuilah proses islamisasi diberbagai negara ini disebarkan melalui saluran tasawuf. Dan hampir bisa dipastikan daerah-daerah yang tidak disinggahi para sufi ahli tasawuf pada umumnya adalah menjadi daerah nonmuslim, wilayah yang mayoritas beragama bukan Islam. Islamisasi Nusantara, Malaisya dll itu jasa siapa kalau bukan ulama-ulama tasawuf? Lalu model Islam yang anti tasawuf itu apa peranannya terhadap islamisasi di Nusantara ini, atau jangan-jangan *hanya mendompleng* jasa para ulama yang telah disesat-sesatkannya itu? 💯i
ok
Jazakallah khairan ustadzi
👍
Untuk rujukan psikologi Islam, apakah ada kitabnya?
ISLAM SUDAH SEMPURNA.
Dahulu ketika saya masih *"pemula"* dalam belajar agama beranggapan Islam sudah sempurna itu tidak perlu ditambah-tambahi ilmu fikih, ilmu hadits, ilmu tasawuf dll. "Sudah sempurna kok ditambah-tambahi?" Tidak perlu ilmu tafsir, fikih, hadits, tasawuf, nahwu, sharaf, falak (hisab) dll.
Bukankah ilmu seperti fikih, tasawuf, tafsir, hadits dll itu hanya rumusan para ulama? *Memangnya mereka itu lebih pintar dari Nabi dan para sahabat?* Cukup Quran dan Sunnah saja, titik ! Tidak perlu ada ijtihad ulama, sudah sempurna kok berijtihad?.
Dalilnya adalah di zaman Rosul itu tidak ada istilah ilmu fikih. Juga tidak ada istilah ilmu tasawuf, hadits, tajwid, nahwu, sharaf, tafsir quran, ushuludin, tarikh dll. Tidak ada istilah tabi'in, tabiut tabiin, salaf dan semisalnya. Jangan ditambah-tambahi, diada-adakan, itu namanya *bid'ah,* soalnya agama ini sudah sempurna. Begitu pemahaman agama saya ketika masih di TK (Taman Kanak-kanak) dan SD (Sekolah Dasar) dahulu.
Tetapi ketika sudah meningkat belajar ngajinya, ternyata pemahaman agama seperti itu sangat lugu dan terlalu TK (Taman Kanak-kanak). Belajar sesudahnya yang sekarang, ilmu-ilmu disebut diatas (fikih, tasawuf, hadits dll) *menjadi wajib* karena tanpa itu semua ilmu agama tidak ada.
Boleh saja orang yang gandrung kepada gerakan pembaharuan Islam, pemurnian Islam atau apa istilahnya yang katanya langsung ke sumbernya (Quran-Hadits) sehingga mengklaim gurunya Nabi Muhammad karena langsung ke sumber katanya. Kemudian anti madzab ilmu fikih dan tasawuf karena merasa belajar langsung ke sumbernya.
Dengan kata lain, kalau kita sedikit-sedikit bilangnya Quran-Sunnah, Quran-Hadits, guruku Nabi Muhammad, pemahaman shahabat, salafush shalih, hijrah dll -- tetapi juga sebetulnya hanya sekedar bermain istilah saja supaya terkesan Islam yang paling murni. Padahal sesungguhnya ilmu agama itu sangat luas, mana mungkin kita akan tahu Alquran kalau tidak didukung ilmu-ilmu alat seperti nahwu, sharaf, asbabun nuzul, tafsir, dll. Memang itu semua tidak ada dizaman Nabi tetapi bukan berarti dianggap belum sempurna. Memang agama Islam itu sudah sempurna, tetapi bukan berarti menolak ijtihad dan perkembangan.
Atau memang kalau belajar agama di pondok pesantren itu yang dipelajari mbulet dan bertahun-tahun, bisa puluhan atau belasan tahun, mosok lebih benar yang belajarnya instan. Ini pasti ada yang salah diantara kita dalam memahami sebuah pemahaman agama.
*ANTI MADZAB*
Bermadzab adalah sebuah keharusan. Namun demikian, *salah satu saja* dari Madzab 4 itu yang mana dan mayoritas apa yang dipegangi dinegaranya. Hal demikian untuk menghindari banyak perselisihan dan untuk keseragaman dalam fikih (hukum agama). Misalnya, kalau di Nusantara Madzab Syafii, ya kita ambil Madzab Syafiii. Hal ini karena 2 alasan :
1. Mereka (madzab 4) memiliki *pertautan langsung secara sanad dengan para sahabat* melalui tabi'in, sehingga lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya.
2. Adanya madzab 4 sesungguhnya juga *meminimalisir perpecahan.* Bisa kita bayangkan seandainya tidak dirumuskan dalam madzab 4, misalnya hanya ada AlQuran atau Hadits saja tentu generasi belakangan akan timbul perbedaan sampai ratusan madzab dan perpecahan aliran semakin longgar. Oleh karena itu bisa dimengerti mengapa para imam seperti Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai, Abu Dawud adalah ulama-ulama salafus shaleh yang, walaupun ahli hadits tetapi juga bermadzab (mereka bermadzab Syafii). Tidak hanya itu (ahli hadits), ahli-ahli tafsir AlQuran seperti Ibnu Katsir, AlQurtubi, As-Suyuthi dll juga bermadzab.
Mungkinkah kita lebih benar ketimbang mereka kalau misalnya kita anti atau tidak bermadzab?.
*ANTI TASAWUF*
Coba *sebutkan satu saja* dari sekian para penyebar agama Islam di Nusantara ini yang bukan ahli tasawuf? Bahkan, jangankan di Nusantara, di belahan benua Asia dan Afrika, para penyebar agama Islamnya yang bukan ulama atau para walinya bukan ahli tasawuf, sebutkan satu saja!
Ketahuilah proses islamisasi diberbagai negara ini disebarkan melalui saluran tasawuf. Dan hampir bisa dipastikan daerah-daerah yang tidak disinggahi para sufi ahli tasawuf pada umumnya adalah menjadi daerah nonmuslim, wilayah yang mayoritas beragama bukan Islam. Islamisasi Nusantara, Malaisya dll itu jasa siapa kalau bukan ulama-ulama tasawuf?
Lalu model Islam yang anti tasawuf itu apa peranannya terhadap islamisasi di Nusantara ini, atau jangan-jangan *hanya mendompleng* jasa para ulama yang telah disesat-sesatkannya itu? 💯i