FULL. CERAMAH MENYENTUH HATI [KH SHOWI AZIZ]

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 19 ก.ย. 2024
  • Semuga kita semua senantiasa mendapatkan barokah dari para ulam2 di dunia dan di akhirat nanti.
    ......................................
    Silsilah Kiai Showi
    KIAI Showi lahir di Pamekasan, 15 Syafar 1373 Hijriah. Untuk tanggal Masehi tidak ada keterangan pasti. Menurut Nyai Aisyah, Kiai Showi dilahirkan sekitar Mei 1954. Namun, jika dilacak menggunakan aplikasi konversi kalender Hijriah ke Masehi, 15 Syafar 1373 Hijriah bertepatan dengan 23 Oktober 1953 Masehi.
    Dari garis ayah, Kiai Showi merupakan putra dari Kiai Abdul Aziz bin Kiai Makki bin Kiai Syawwal bin Kiai Sariman bin Kiai Jauhari atau Buju’ Ombul bin Buju’ Janggu’ bin Khotib Mantoh. Jika yang dimaksud Khotib Mantoh adalah Pangeran Khotib yang dimakamkan di Madegan, Sampang, berarti Kiai Showi masih keturunan Sunan Giri.
    Dari garis ibu, Kiai Showi merupakan putra dari Nyai Ruqayyah binti Kiai Hasanuddin bin Mukhya bin Atong. Atong ini, menurut Nyai Aisyah, merupakan keturunan dari Buju’ Suadi alias Syekh Abu Syamdudin atau yang akrab disapa Buju’ Lattong. Buju’ Lattong merupakan cucu dari Syekh Abdul Mannan atau Buju’ Kosambi di Batuampar.
    Darah ulama besar inilah yang mengalir di tubuh Kiai Showi. Tak heran bila dia menjelma ulama berpengaruh. Tidak hanya di daerah tempat tinggalnya, tetapi juga di berbagai pelosok negeri. Sebagaimana pepatah, buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Pepatah itu juga berlaku bagi Kiai Showi.
    Kiai Showi memiliki enam saudara yang saat ini masih hidup. Tiga laki-laki dan tiga perempuan. Yakni, Kiai Muhya Azis, Kiai Fahrurrozi Aziz, dan Kiai Khatibul Umam Aziz. Sementara saudara perempuannya, yakni Nyai Wardah, Nyai Juwairiyah, dan Nyai Ulfah.
    Kiai Showi kecil diasuh oleh Kiai Abdul Adhim, pamannya sendiri. Dialah yang memiliki peran besar dalam mendidik Kiai Showi. Biaya pendidikannya, mulai saat sekolah dasar, mondok di berbagai pesantren, hingga belajar di Makkah sepenuhnya di-support Kiai Qoyyim, sapaan akrabnya.
    Kiai Showi mengenyam pendidikan dasar di SD Tattangoh, Kecamatan Proppo, masuk pada 1962. Pada 1968, dia mondok di Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan, selama sekitar delapan bulan. Selanjutnya, selama tujuh tahun, dia melanjutkan pendidikan di Ponpes Al-Wafa, Tempurejo, Jember.
    Dari Ponpes Al-Wafa, Kiai Showi melanjutkan ke Ponpes Al-Khozini, Buduran, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh KH Abbas itu, Kiai Showi belajar agama 1975-1976. Kemudian, dia pulang ke rumahnya di Desa Badung, Kecamatan Proppo. Saat itu dia mulai berdakwa dengan menjadi penceramah.
    Setahun kemudian, yakni 1977, Kiai Showi melanjutkan pendidikan di Makkah. Sembari diniatkan menjalankan ibadah haji, dia belajar kepada Syekh Ismail Utsman Zen Al-Yamani, Syekh Abdullah Al-Lahji, Syekh Daud, dan Syekh Yasin Padang.
    Pada 1981, Kiai Showi pulang ke kampung halaman untuk melangsungkan pernikahan dengan Nyai Aisyah. Namun, tak lama tinggal di Madura, dia kembali ke Tanah Suci bersama istri tercintanya hingga 1988. Pasangan ini pada akhirnya dikaruniai delapan anak. Enam meninggal, dan dua orang masih hidup.
    Tiga putra lahir di Makkah, yakni Muhammad Makki (alm), Walidul Khair, dan Wajdi Arobi (alm). Sedangkan putra-putrinya yang lain lahir di Madura yaitu, Fachro’ul Ummah, Hasanuddin (alm), Abdurrahman (alm), Zulaikhah (alm), dan Abdurrahim (alm). ”Yang hidup hanya Fachro’ul Ummah dan Walidul Khair,” tutur Nyai Aisyah.
    Pada 1988, Kiai Showi dan Nyai Aisyah pulang ke Pamekasan. Selama setahun, dia tinggal di Desa Badung. Baru pada 1989, mereka merintis pesantren di Desa Billaan, Kecamatan Proppo, yang dinamai Ponpes Nurul Ittihad.
    Pada tahun pertama merintis, santri yang mondok hanya dua orang. Tapi, jumlah tersebut terus bertambah dari waktu ke waktu. Hingga pada 1996, jumlah santrinya yang bermukim mencapai 450 orang. Jumlah tersebut bertahan hingga Kiai Showi meninggal pada Sabtu, 4 Rajab 1422 Hijriah atau bertepatan dengan 22 September 2001.
    Di tempat itu pulalah, dia membesarkan putra-putrinya hingga dewasa. Walidul Khair kemudian menikah dengan Ulfah dan memiliki dua putra. Pertama dinamai dengan nama yang sama dengan mendiang kakeknya, yakni Muhammad Showi, yang kedua bernama Muhammad Hamdan Lillah.
    Sementara Fachro’ul Ummah menikah dengan Thoriqul Khairi, cucu dari KH Alawi, Sampang. Pasangan ini dikaruniai tiga putri, yakni Tholawatan Fiddien, Thoifatu Baitil Atiq, dan Tholhin Mandud. Saat ini seluruh putra-putri dan cucu-cucunya tinggal di Ponpes Nurul Ittihad, melanjutkan misi dakwah Kiai Showi.
    Di pesantren tersebut tersedia dua jenjang pendidikan keagamaan. Yakni, taman pendidikan alquran (TPA) dan madrasah diniyah. Saat ini jumlah santri yang bermukim sekitar 60 orang.
    ”Untuk dakwah pendidikan di pesantren dilanjutkan oleh keluarga. Sementara yang menggantikan beliau ceramah di masyarakat adalah KH Fakhrurrozi Aziz, adik kandung almarhum,” pungkas Nyai Aisyah.
    Lahu Al-Faatihah
    Sumber : Jawa Pks
    JANGAN LUPA LIKE SUBSCRIBE
    @MAHMUDZAINOFFICIAL
    • #PRT2 KISAH KEUTAMAAN ...

ความคิดเห็น • 10