SEJARAH NAMA JALAN DJAKSA WEG KINI BERGANTI JALAN ALIANYANG DI KOTA PONTIANAK

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 11 ก.ย. 2024
  • SEJARAH NAMA JALAN
    pasar zaman Belanda jalan ini bernama DJAKSA WEG atau jalan jaksa.
    untuk mengenang perjuangan nya jalan ini berganti menjadi nama pahlawan daerah asal Sintang Kalimantan barat,yaitu jalan ALIANYANG
    Mohammad Ali Anyang (20 Oktober 1920 - 7 April 1970) adalah seorang tokoh pejuang kemerdekaan menentang pemerintahan Hindia Belanda di Kalimantan Barat.
    Ali Anyang lahir di desa Nanga Menantak (sekarang masuk kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang). Orangtuanya, Lakak dan Liang memberinya nama, Anjang. Dalam keluarganya yang suku Dayak ini, Ali Anyang merupakan anak bungsu dari tujuh orang bersaudara.[1]
    Pada usai 8 tahun, Ali Anyang menjadi anak angkat Raden Mas Suadi Djoyomiharjo, seorang kepala sekolah di daerah Sintang. Kemudian mengganti nama asli Ali Anyang yaitu Anjang menjadi Muhammad Ali Anyang. Ia memperoleh pengajaran agama Islam dari orang tua angkatnya. Dalam pendidikannya, Ali Anyang pernah bersekolah di Holland Inlandsche School (HIS) di Pontianak. Setelah tamat dari HIS, melanjutkan ke Sekolah Juru Rawat Centrale Burgerlijke Ziekem Inrichting (CBZ) atau Rumah Sakit Umum Pemerintah di Semarang. Setelah tamat kembali ke Pontianak dan bekerja di Rumah Sakit Umum Sei Jawi Pontianak.[2]
    Sebagai pemuda yang memiliki jiwa nasionalis tinggi, Ali Anyang tergerak hatinya untuk mengabdi dan berjuang membela kemerdekaan. Itu diwujudkan dengan bergabung bersama sejumlah pemuda yang menamakan diri Panitia Penyongsong Republik Indonesia (PPRI).
    Sebagai anggota PPRI, Ali Anyang berperan dalam mencegah perebutan kekuasaan di Pontianak, yang akan dilakukan orang-orang berketurunan Tionghua yang tergabung dalam organisasi Penjaga Keamanan Umum (PKO). Seperti diketahui, sejalan dengan diterimanya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, di Pontianak pada 27 Agustus 1945 terjadi kekosongan pemerintahan.[3]
    Pada tanggal 29 September 1945, belum lama setelah tentara Jepang pergi, Kota Pontianak kedatangan tentara Australia dan Belanda (NICA) yang bermaksud mengambil alih kekuasaan yang sebelumnya dipegang penjajah Jepang. Kedatangan tentara Australia di Pontianak hanya berlangsung kurang lebih satu bulan. Selanjutnya pada Oktober 1945, kekuasaan atas Kalimantan Barat diserahkan kepada Belanda dengan Residennya yang bernama Van Der Zwaal
    Kedatangan NICA yang bermaksud menjajah kembali Kalbar, mendapat tantangan dari masyarakat. Ali Anyang beserta pemuda-pemuda pejuang kemerdekaan lainnya berusaha menghalang-halangi maksud Belanda tersebut. Pada 12 November 1945, Ali Anyang bersama pejuang lainnya menyerbu ke tangsi dan gudang amunisi Belanda di Pontianak. Penyerbuan tersebut mengakibatkan beberapa orang pejuang mengalami luka berat dan ada yang gugur. Ali Anyang sendiri kemudian ditangkap dan ditahan di penjara Sei Jawi Pontianak.[1]
    Beberapa bulan kemudian, tepatnya Februari 1946, Ali Anyang dibebaskan. Setelah keluar dari penjara, dokter Soedarso sebagai Ketua PPRI memerintahkan Ali Anyang untuk konsolidasi dan koordinasi kepada seluruh pejuang agar terus melakukan perlawanan terhadap Belanda di daerah-daerah. Karena di Kota Pontianak saat itu sudah sulit untuk melakukan pergerakan.
    Setelah menerima perintah dokter Soedarso, Ali Anyang pergi ke wilayah Pantai Utara Kalbar, antara lain ke Mempawah, Singkawang dan Sambas. Tiba di Singkawang. Ia ditetapkan sebagai Komandan Pemberontakan di Kalbar oleh organisasi Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI). Selanjutnya ia menyusun dan mengkoordinir seluruh kekuatan yang ada. Pada 1 April 1946, terbentuklah sebuah organisasi diberi nama Barisan Pemberontak Indonesia Kalbar (BPIKB) yang bermarkas di Bengkayang yang dikomandani Ali Anyang
    Kegagalan serangan pertama tidak membuat pasukan Ali Anyang putus asa. Satu tahun kemudian tepatnya 8 Oktober 1946, Ali Anyang dan pasukannya kembali menyerbu tangsi militer Belanda di Bengkayang. Para pejuang berhasil menguasai Kota Bengkayang dan mengibarkan bendera merah putih diiringi lagu Indonesia Raya.[4]
    Penguasaan Kota Bengkayang oleh Ali Anyang dan pejuang lainnya tidak berlangsung lama, pasukan Belanda yang berasal dari Singkawang datang menggempur pasukan Ali Anyang. Pada 9 Oktober 1946, pasukan Belanda merebut kembali Kota Bengkayang
    Semasa hidupnya, Ali Anyang pernah menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) II Kabupaten Sambas di Singkawang. Saat mengemban jabatannya tersebut, pada 7 April 1970 Ali Anyang meninggal dunia karena sakit. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Bambu Runcing Singkawang
    Untuk mengenang kembali jasa-jasanya, dibangunlah sebuah monumen bernama Monumen Ali Anyang di simpang tiga jalan Trans Borneo Km-5 Kubu Raya, Kalimantan Barat.
    id.m.wikipedia...
    video diambil pada tanggal
    9 September 2022
    #pontianak
    #namajalan
    #jalan
    #kotapontianak
    #jalanraya
    #jalankota
    #jalanjalan
    #kalimantanbarat
    #namapahlawan
    #pahlawankalbar

ความคิดเห็น •