Yaallah paling seneng hmba dengerin kisah2 orang 2 yg sholih,, krn menambah iman n tkwa kt,, semoga hmba dapat barokahnya,, n di kabulkan cita2nya untuk mmpunyai ank yg sholih ahli agama ahli ibadah,,, ahli alquran ,,,meskipun kami orang awam banyak dosa,,, aminnn
Alhamdulillah al fakir masih bisa mendapatkan kisah2 orang soleh semoga hamba mampuh untuk mengambil hikmahnya dan bisa meneladaninya.... Barokaluhu alaina. Aamiin
Betul tidak boleh menvonis surga atau neraka ketika masih hidup karena amal tergantung akhirnya Contohnya : Wasyi, hindun, ikrimah Dan saya juga setuju bahwa ulama tidak perlu berpolitik , jika ingin pilih pemimpin musyawarah dan shalat minta petunjuk . niscaya akan di beri taufik pemimpin yang cocok . Contoh : Saat shalat biasanya di beri gambaran pemimpin yang baik menurut Allah, sebab jika Allah memberikan petunjuk untuk memilih seseorang niscaya cocok dengan permasalahan yang akan di hadapi umat setelahnya Karena takdir sudah ditulis , akan diuji apa, apa yang akan dihadapi negeri itu. Semua sudah tertulis dalam lawh mahfuzh Maka tinggal minta petunjuk pada Allah agar sesuai dengan ujian yang akan menimpanya Disinilah pemimpin yang dipilih Allah diuji amanah dan keadilnnya. Maka jika bisa menyelesaikan persoalan umat dengan amanah dan adil , ia akan tergolong 7 golongan yang mendapat naungan Allah di hari kiamat 1.Imamun adil
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika turun ayat dari Surat Al-Maidah: 54, Rasulullah memberitakannya sambil menepuk pundak sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya bersabda: “Mereka (kaum tersebut) adalah kaum orang ini!!”. Dari hadits ini para ulama menyimpulkan bahwa kaum yang dipuji dalam ayat di atas tidak lain adalah kaum Asy’ariyyah, karena sahabat Abu Musa al-Asy’ari adalah moyang dari al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Dalam penafsiran firman Allah di atas: “Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah....” (QS. Al-Ma’idah: 54), al-Imâm Mujahid berkata: “Mereka adalah kaum dari negeri Saba’ (Yaman)”. Kemudian al-Hâfizh Ibn Asakir dalam Tabyîn Kadzib al-Muftarî menambahkan: “Dan orang-orang Asy’ariyyah adalah kaum yang berasal dari negeri Saba’". Penafsiran ayat di atas bahwa kaum yang dicintai Allah dan mencintai Allah tersebut adalah kaum Asy’ariyyah telah dinyatakan pula oleh para ulama terkemuka dari para ahli hadits. Lebih dari cukup bagi kita bahwa hal itu telah dinyatakan oleh orang sekelas al-Imâm al-Hâfizh Ibn Asakir dalam kitab Tabyîn Kadzib al-Muftarî. Beliau adalah seorang ahli hadits terkemuka (Afdlal al-Muhaditsîn) di seluruh daratan Syam pada masanya. Al-Imâm Tajuddin as-Subki dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah menuliskan: “Ibn Asakir adalah termasuk orang-orang pilihan dari umat ini, baik dalam ilmunya, agamanya, maupun dalam hafalannya. Setelah al-Imâm ad-Daraquthni tidak ada lagi orang yang sangat kuat dalam hafalan selain Ibn Asakir. Semua orang sepakat akan hal ini, baik mereka yang sejalan dengan Ibn Asakir sendiri, atau mereka yang memusuhinya”. Lebih dari pada itu Ibn Asakir sendiri dalam kitab Tabyîn Kadzib al-Muftarî telah mengutip pernyataan para ulama hadits terkemuka (Huffâzh al-Hadîts) sebelumnya yang telah menafsirkan ayat tersebut demikian, di antaranya ahli hadits terkemuka al-Imâm al-Hâfizh Abu Bakar al-Bayhaqi penulis kitab Sunan al-Bayhaqi dan berbagai karya besar lainnya. Al-Hâfizh Ibn Asakir dalam Tabyîn Kadzib al-Muftarî menuliskan pernyataan al-Imâm al-Bayhaqi dengan sanad-nya dari Yahya ibn Fadlillah al-Umari, dari Makky ibn Allan, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami al-Hâfizh Abu al-Qasim ad-Damasyqi, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami Syaikh Abu Abdillah Muhammad ibn al-Fadl al-Furawy, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami al-Hâfizh Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Ali al-Bayhaqi, bahwa ia (al-Bayhaqi) berkata: “Sesungguhnya sebagian para Imam kaum Asy’ariyyah semoga Allah merahmati mereka mengingatkanku dengan sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Iyadl al-Asy’ari, bahwa ketika turun firman Allah: (Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah) QS. Al-Ma’idah: 54, Rasulullah kemudian berisyarat kepada sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya berkata: “Mereka adalah kaum orang ini”. Dalam hadits ini terdapat isyarat akan keutamaan dan derajat mulia bagi al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari, karena tidak lain beliau adalah berasal dari kaum dan keturunan sahabat Abu Musa al-Asy’ari. Mereka adalah kaum yang beri karunia ilmu dan pemahaman yang benar. Lebih khusus lagi mereka adalah kaum yang memiliki kekuatan dalam membela sunah-sunnah Rasulullah dan memerangi berbagai macam bid’ah. Mereka memiliki dalil-dalil yang kuat dalam memerangi bebagai kebatilan dan kesesatan. Dengan demikian pujian dalam ayat di atas terhadap kaum Asy’ariyyah, bahwa mereka kaum yang dicintai Allah dan mencintai Allah, adalah karena telah terbukti bahwa akidah yang mereka yakini sebagai akidah yang hak, dan bahwa ajaran agama yang mereka bawa sebagai ajaran yang benar, serta terbukti bahwa mereka adalah kaum yang memiliki kayakinan yang sangat kuat. Maka siapapun yang di dalam akidahnya mengikuti ajaran-ajaran mereka, artinya dalam konsep meniadakan keserupaan Allah dengan segala makhluk-Nya, dan dalam metode memegang teguh al-Qur’an dan Sunnah, sesuai dan sejalan dengan faham-faham Asy’ariyyah maka ia berarti termasuk dari golongan mereka” Al-Imâm Tajuddin as-Subki dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah mengomentari pernyataan al-Imâm al-Bayhaqi di atas, berkata: “Kita katakan; -tanpa kita memastikan bahwa ini benar-benar maksud Rasulullah-, bahwa ketika Rasulullah menepuk punggung sahabat Abu Musa al-Asy’ari, sebagaimana dalam hadits di atas, seakan beliau sudah mengisyaratkan akan adanya kabar gembira bahwa kelak akan lahir dari keturunannya yang ke sembilan al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Sesungguhnya Rasulullah itu dalam setiap ucapannya terdapat berbagai isyarat yang tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang yang mendapat karunia petunjuk Allah. Dan mereka itu adalah orang yang kuat dalam ilmu (ar-Râsikhûn Fi al-‘Ilm) dan memiliki mata hati yang cerah. Firman Allah: “Seorang yang oleh Allah tidak dijadikan petunjuk baginya, maka sama sekali ia tidak akan mendapatkan petunjuk” (QS. An-Nur: 40)”
Tlong dijelaskan bgaimana imam Hasan albashri disusui oleh Ummu salamah.padahal dia lahir dua tahun sblum Kholifah Umar wafat..? Pdahal Rosulullah wafat sbelum abu bakar jadi Kholifah.. dan Ummul mukminin tdk ada yg menikah stelah wafatnya Rosulullah.. sebab acara logika wanita bisa menyusui bila dia sedang punya bayi...
saya sangat enak sekali adem kalo denger ust .abu humairoh berkisah .
semoga sehat terus panjang umur ust
Terbaik ustaz ini Sya dari Malaysia jelas sekali sebutan dan susunan ayat nya mudah fhm sdp di dgr
Semoga ustad dan para ulama yg istikomah dalam lindugan alloh azawajala... Amiin
Masya allah.....gak kerasa, 36menit bagaikan 36detik......
Subhanallah Alhamdulillah Allahuakbar
Comal ikut nyimak tadz
Yaallah paling seneng hmba dengerin kisah2 orang 2 yg sholih,, krn menambah iman n tkwa kt,, semoga hmba dapat barokahnya,, n di kabulkan cita2nya untuk mmpunyai ank yg sholih ahli agama ahli ibadah,,, ahli alquran ,,,meskipun kami orang awam banyak dosa,,, aminnn
Alhamdulillah al fakir masih bisa mendapatkan kisah2 orang soleh semoga hamba mampuh untuk mengambil hikmahnya dan bisa meneladaninya.... Barokaluhu alaina. Aamiin
Amin ya rabbal alami n
Subhanalloh
Masya Allah
mulyadi hadir dari tanggerang banten
Subhanallah. Semoga Alloh. Melindungi Ustadz dan kluarga selalu sihat2
sangat bermanfaat
Asal ustadz ni yg menerangkan
Pasti ku dengerin
Mashaa Allah
penting disimak ceramah Ustadz Abu Humairoh
dari channel ASAKAMI
Semoga bermanfaat amin ya rabb
Betul tidak boleh menvonis surga atau neraka ketika masih hidup karena amal tergantung akhirnya
Contohnya : Wasyi, hindun, ikrimah
Dan saya juga setuju bahwa ulama tidak perlu berpolitik , jika ingin pilih pemimpin musyawarah dan shalat minta petunjuk . niscaya akan di beri taufik pemimpin yang cocok .
Contoh : Saat shalat biasanya di beri gambaran pemimpin yang baik menurut Allah, sebab jika Allah memberikan petunjuk untuk memilih seseorang niscaya cocok dengan permasalahan yang akan di hadapi umat setelahnya
Karena takdir sudah ditulis , akan diuji apa, apa yang akan dihadapi negeri itu. Semua sudah tertulis dalam lawh mahfuzh
Maka tinggal minta petunjuk pada Allah agar sesuai dengan ujian yang akan menimpanya
Disinilah pemimpin yang dipilih Allah diuji amanah dan keadilnnya. Maka jika bisa menyelesaikan persoalan umat dengan amanah dan adil , ia akan tergolong 7 golongan yang mendapat naungan Allah di hari kiamat
1.Imamun adil
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika turun ayat dari Surat Al-Maidah: 54, Rasulullah memberitakannya sambil menepuk pundak sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya bersabda: “Mereka (kaum tersebut) adalah kaum orang ini!!”. Dari hadits ini para ulama menyimpulkan bahwa kaum yang dipuji dalam ayat di atas tidak lain adalah kaum Asy’ariyyah, karena sahabat Abu Musa al-Asy’ari adalah moyang dari al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari.
Dalam penafsiran firman Allah di atas: “Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah....” (QS. Al-Ma’idah: 54), al-Imâm Mujahid berkata: “Mereka adalah kaum dari negeri Saba’ (Yaman)”. Kemudian al-Hâfizh Ibn Asakir dalam Tabyîn Kadzib al-Muftarî menambahkan: “Dan orang-orang Asy’ariyyah adalah kaum yang berasal dari negeri Saba’".
Penafsiran ayat di atas bahwa kaum yang dicintai Allah dan mencintai Allah tersebut adalah kaum Asy’ariyyah telah dinyatakan pula oleh para ulama terkemuka dari para ahli hadits. Lebih dari cukup bagi kita bahwa hal itu telah dinyatakan oleh orang sekelas al-Imâm al-Hâfizh Ibn Asakir dalam kitab Tabyîn Kadzib al-Muftarî. Beliau adalah seorang ahli hadits terkemuka (Afdlal al-Muhaditsîn) di seluruh daratan Syam pada masanya. Al-Imâm Tajuddin as-Subki dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah menuliskan: “Ibn Asakir adalah termasuk orang-orang pilihan dari umat ini, baik dalam ilmunya, agamanya, maupun dalam hafalannya. Setelah al-Imâm ad-Daraquthni tidak ada lagi orang yang sangat kuat dalam hafalan selain Ibn Asakir. Semua orang sepakat akan hal ini, baik mereka yang sejalan dengan Ibn Asakir sendiri, atau mereka yang memusuhinya”.
Lebih dari pada itu Ibn Asakir sendiri dalam kitab Tabyîn Kadzib al-Muftarî telah mengutip pernyataan para ulama hadits terkemuka (Huffâzh al-Hadîts) sebelumnya yang telah menafsirkan ayat tersebut demikian, di antaranya ahli hadits terkemuka al-Imâm al-Hâfizh Abu Bakar al-Bayhaqi penulis kitab Sunan al-Bayhaqi dan berbagai karya besar lainnya.
Al-Hâfizh Ibn Asakir dalam Tabyîn Kadzib al-Muftarî menuliskan pernyataan al-Imâm al-Bayhaqi dengan sanad-nya dari Yahya ibn Fadlillah al-Umari, dari Makky ibn Allan, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami al-Hâfizh Abu al-Qasim ad-Damasyqi, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami Syaikh Abu Abdillah Muhammad ibn al-Fadl al-Furawy, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami al-Hâfizh Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Ali al-Bayhaqi, bahwa ia (al-Bayhaqi) berkata:
“Sesungguhnya sebagian para Imam kaum Asy’ariyyah semoga Allah merahmati mereka mengingatkanku dengan sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Iyadl al-Asy’ari, bahwa ketika turun firman Allah: (Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah) QS. Al-Ma’idah: 54, Rasulullah kemudian berisyarat kepada sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya berkata: “Mereka adalah kaum orang ini”. Dalam hadits ini terdapat isyarat akan keutamaan dan derajat mulia bagi al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari, karena tidak lain beliau adalah berasal dari kaum dan keturunan sahabat Abu Musa al-Asy’ari. Mereka adalah kaum yang beri karunia ilmu dan pemahaman yang benar. Lebih khusus lagi mereka adalah kaum yang memiliki kekuatan dalam membela sunah-sunnah Rasulullah dan memerangi berbagai macam bid’ah. Mereka memiliki dalil-dalil yang kuat dalam memerangi bebagai kebatilan dan kesesatan. Dengan demikian pujian dalam ayat di atas terhadap kaum Asy’ariyyah, bahwa mereka kaum yang dicintai Allah dan mencintai Allah, adalah karena telah terbukti bahwa akidah yang mereka yakini sebagai akidah yang hak, dan bahwa ajaran agama yang mereka bawa sebagai ajaran yang benar, serta terbukti bahwa mereka adalah kaum yang memiliki kayakinan yang sangat kuat. Maka siapapun yang di dalam akidahnya mengikuti ajaran-ajaran mereka, artinya dalam konsep meniadakan keserupaan Allah dengan segala makhluk-Nya, dan dalam metode memegang teguh al-Qur’an dan Sunnah, sesuai dan sejalan dengan faham-faham Asy’ariyyah maka ia berarti termasuk dari golongan mereka”
Al-Imâm Tajuddin as-Subki dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah mengomentari pernyataan al-Imâm al-Bayhaqi di atas, berkata:
“Kita katakan; -tanpa kita memastikan bahwa ini benar-benar maksud Rasulullah-, bahwa ketika Rasulullah menepuk punggung sahabat Abu Musa al-Asy’ari, sebagaimana dalam hadits di atas, seakan beliau sudah mengisyaratkan akan adanya kabar gembira bahwa kelak akan lahir dari keturunannya yang ke sembilan al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Sesungguhnya Rasulullah itu dalam setiap ucapannya terdapat berbagai isyarat yang tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang yang mendapat karunia petunjuk Allah. Dan mereka itu adalah orang yang kuat dalam ilmu (ar-Râsikhûn Fi al-‘Ilm) dan memiliki mata hati yang cerah. Firman Allah: “Seorang yang oleh Allah tidak dijadikan petunjuk baginya, maka sama sekali ia tidak akan mendapatkan petunjuk” (QS. An-Nur: 40)”
Masya Allah
Semoga bermanfaat
Assalamu'alaikum ust izin bertanya🙏🙏 kitab apa yg tuan kaji??? 🙏🙏
Assalamualaikum..maaf bertanya..bagaimana Ummu Salamah boleh memiliki susu hingga boleh diberi minum kpd Hasan al Basri yg masih bayi?
Tlong dijelaskan bgaimana imam Hasan albashri disusui oleh Ummu salamah.padahal dia lahir dua tahun sblum Kholifah Umar wafat..?
Pdahal Rosulullah wafat sbelum abu bakar jadi Kholifah.. dan Ummul mukminin tdk ada yg menikah stelah wafatnya Rosulullah.. sebab acara logika wanita bisa menyusui bila dia sedang punya bayi...
Mashaa Allah