Seru, $emarak, Asyik.. yuk ikut Jalan jalan ke Malioboro Street

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 8 ต.ค. 2024
  • Jalan Malioboro, atau Malioboro Street, adalah salah satu jalan paling ikonik di Yogyakarta, Indonesia. Terletak di jantung kota, jalan sepanjang dua kilometer ini membentang dari Tugu Yogyakarta hingga Keraton Yogyakarta (Kraton), menjadi pusat budaya dan komersial.
    Nama "Malioboro" mungkin berasal dari bahasa Sanskerta "Malyabhara," yang berarti "rangkaian bunga." Secara historis, jalan ini menghubungkan Keraton Yogyakarta dengan pusat pemerintahan kolonial Belanda. Saat ini, Malioboro adalah pasar yang ramai dan tujuan wisata utama.
    Berjalan di sepanjang Jalan Malioboro adalah pengalaman yang menyenangkan bagi indera. Aroma makanan tradisional seperti gudeg, sate, dan bakpia memenuhi udara. Pedagang kaki lima menjual pakaian batik, kerajinan tangan, suvenir, dan aksesori. Kain batik yang berwarna-warni dan kerajinan tangan yang rumit mencerminkan warisan budaya Yogyakarta yang kaya.
    Kereta kuda tradisional, yang dikenal sebagai andong atau delman, menawarkan cara nostalgia untuk menjelajahi jalan ini. Selain itu, becak dan motor menambah suasana yang ramai.
    Malioboro juga merupakan pusat budaya dengan penghibur jalanan, musisi, dan penari yang menghibur para pejalan kaki. Landmark penting termasuk Pasar Beringharjo, pasar tradisional yang telah beroperasi sejak abad ke-18, menawarkan berbagai barang dari produk segar hingga pakaian tradisional. Benteng Vredeburg, sebuah bekas benteng Belanda yang diubah menjadi museum, memberikan wawasan sejarah tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.
    Pada malam hari, jalan ini berubah dengan lesehan (warung makan pinggir jalan) di mana pengunjung dapat menikmati hidangan lokal di atas tikar. Suasana yang meriah, lampu pedagang yang berkelap-kelip, dan musik gamelan tradisional menciptakan suasana magis.
    Jalan Malioboro lebih dari sekadar destinasi belanja; ini adalah bukti warisan budaya Yogyakarta dan perpaduan tradisi serta modernitas. Pesonanya dan energi yang ramai membuatnya menjadi tujuan yang wajib dikunjungi bagi siapa saja yang berwisata ke Yogyakarta.
    Best times to visit Malioboro Street is Friday Saturday and Sunday nights, we enjoyed exploring the delights of Malioboro and we feel its well worth your visit while staying in Yogyakarta.
    Malioboro Street, or Jalan Malioboro, is one of the most iconic streets in Yogyakarta, Indonesia. Located in the city's heart, this two-kilometer stretch from Tugu Yogyakarta to the Yogyakarta Palace (Kraton) is a cultural and commercial hub.
    The name "Malioboro" possibly derives from the Sanskrit "Malyabhara," meaning "garland." Historically, it connected the Yogyakarta Palace to the Dutch colonial center. Today, it is a vibrant marketplace and a top tourist destination.
    Walking down Malioboro Street is a sensory delight. The aroma of traditional foods like gudeg, satay, and bakpia fills the air. Street vendors sell batik clothing, handicrafts, souvenirs, and accessories. The vibrant batik fabrics and intricate handmade crafts reflect Yogyakarta’s rich cultural heritage.
    Traditional horse-drawn carriages, known as andong or delman, offer a nostalgic way to explore the street. Alongside these, becak (pedicabs) and motorbikes add to the lively atmosphere.
    Malioboro is also a cultural hotspot with street performers, musicians, and dancers entertaining passersby. Key landmarks include the Beringharjo Market, a traditional market since the 18th century, offering everything from fresh produce to traditional clothing. Fort Vredeburg, a former Dutch fort turned museum, provides historical insights into Indonesia’s struggle for independence.
    At night, the street transforms with lesehan (street-side eateries) where visitors can enjoy local dishes on mats. The festive atmosphere, twinkling vendor lights, and traditional gamelan music create a magical ambiance.
    Malioboro Street is more than a shopping destination; it’s a testament to Yogyakarta’s cultural heritage and blend of tradition and modernity. Its charm and bustling energy make it a must-visit for anyone traveling to Yogyakarta.

ความคิดเห็น • 9

  • @eviahmed4294
    @eviahmed4294 หลายเดือนก่อน +2

    Iyah enjoy bangat mba cristi... Happy traveling

    • @CarlsLivinglife
      @CarlsLivinglife  หลายเดือนก่อน

      Thank you @eviahmed4294😃

  • @pendisurahmat386
    @pendisurahmat386 2 หลายเดือนก่อน +1

    👍👍👍

  • @teguhwibowo761
    @teguhwibowo761 2 หลายเดือนก่อน +2

    Keren Kang....

  • @teguhwibowo761
    @teguhwibowo761 2 หลายเดือนก่อน +2

    Kang Carls

  • @darwinaga214
    @darwinaga214 หลายเดือนก่อน

    I was from Malioboro 3 months ago. I witnessed how sad the horses pulling the carts were forced to stand waiting for rent under the hot sun and after getting passengers had to go around in the middle of the hot sun. It is truly despicable human behavior to ride carts and the officers who torture their horses for a morsel of rice. I think we can still earn a living without having to sacrifice these worthless horses. You can see their tongues sticking out from the heat and their fast, gasping breaths. I really can't bear to witness this barbaric act.