Gamelan Sekaten: Sarana Penyebaran Dakwah Islam

แชร์
ฝัง
  • เผยแพร่เมื่อ 4 ต.ค. 2024
  • KGPH Adp Dipo Kusumo Senin (9/9) siang, menceritakan jika keberadaan Sekaten yang dimaksudkan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 12 Maulud itu sudah lebih 500 tahun atau abad ke 14 di zaman bertahtanya Raden Patah pada Kerajaan Demak Bintoro, kini masuk wilayah Jawa Tengah.
    "Bermula dari keinginan Raden Patah yang disampaikan kepada Kanjeng Sunan Kalijaga agar dalam syi'ar Islam nya bisa menarik serta mengumpulkan banyak orang untuk berkenan hadir berbondong-bondong mendengarkan khutbah, caramah sang raja tentang ketauhidan, ke Esa an Allah SWT. Dari cerdasnya ulama besar Sunan Kalijaga, dibuatlah musik gamelan supaya bisa didengar jarak jauh dan mendatangi,"ujarnya.
    Sekaten, lanjut Gusti Dipo, bermula disebutkan sebagai kalimat syahadat, Syahadatain artinya peng Esa an kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi Akaryo Jagad Allah SWT sekaligus pengakuan pula akan Rasulullah SAW sebagai utusan Nya. Seiring perkembangan zaman lantaran kebiasaan logat Latah orang Jawa, sehingga ucapan yang diucapkan berubah menjadi sekaten.
    Saat itu pula, apa yang menjadikan permintaan Raden Patah langsung dipenuhi oleh Kanjeng Sunan Kalijaga untuk dibuatkan sebuah gamelan yang fungsinya untuk memanggil sekaligus mengumpulkan massa agar berkenan datang berduyun-duyun ke Masjid Agung Demak untuk mendengarkan tausyiah Islam dari Raden Patah. Gayung pun bersambut, rakyat banyak berdatangan ke arah datangnya bunyi gamelan. Syiar Islam pun tepat sasaran.
    Seiring kemajuan zaman dan bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Demak Bintoro yang dipindahkan oleh Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam ke Kerajaan Kasultanan Pajang, sekarang ini masuk wilayah Kota Solo, sepertinya mulai hilang perayaan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulud Nabi yang juga dikenal sebagai Syahadatain atau Sekaten.
    Barulah oleh beliau Raja ke 3 dari Dinasti Mataram Islam yang ada di Plered, kini masuk wilayah Bantul, Jogjakarta , beliau adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645), Sekaten kembali digelar. Saat itu pula, Sultan Agung Hanyokrokusumo langsung membuat Gamelan Sekaten Kyai Guntur Madu yang kini dimilki oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Hari Ini pun mulai ditabuh, dibunyikan sampai sepekan lamanya
    Untuk lebih lengkapnya, Gamelan Sekaten Kyai Guntur Madu oleh Sinuhun Paku Buwono (PB) IV Keraton Mataram Surakarta Hadiningrat (1768-1820) dibuatkannya sebagai pasangannya yaitu Kyai Guntur Sari yang sekarang ini juga ditabuh di Pagongan halaman Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, selama 1 pekan.
    "Dari mulai Sinuhun PB IV lengkap sudah pasangan Gamelan Sekaten yang usianya sudah ratusan tahun. Tidak jauh berbeda manfaatnya kedua gamelan Sekaten Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari tersebut dengan Gamelan Kyai Naga Wilaga yasan atau buatan dari Kanjeng Sunan Kalijaga, untuk pengumpulan massa agar berkenan mendengarkan khutbah ceramah agama Islam," urai Gusti Dipo.
    "Insyaallah, masalah seputar Gamelan Sekaten ini, tidak ada sedikitpun unsur kemusyrikkan, menduakan Allah SWT, tidak sama sekali. Kalau berkah nginang atau nyirih tembakau dan gamping, daun sirih serta kapur gambir yang bersamaan bunyinya gamelan Sekaten, konon diyakini bisa menjadikan sehat , awet muda serta panjang umur, itu berkaitan dengan kesehatan. Kinang tembakau itu memang menyehatkan. Karena menjadikan gigi kuat, putih bersih serta kesehatan mulut terjaga. Mungkin ini yang menjadikan tampak awet muda," pungkasnya. []

ความคิดเห็น •