Yg berlaku di tempat aq kerja adalah secara teknisnya yg tercantum adalah PPN dikenakan 12% (karena PPN 1 tarif), tapi DPP (Dasar Pengenaan Pajaknya) dikurangi dikalikan 11/12 utk mendapatkan tetap 11 %. Utk kami yg bekerja di bagian finance accounting bisa dipahami dgn jernih, tapi apakah masyarakat bisa mengerti ? Jadi perlu sosialisasi dari dirjen pajak kepada masyarakat. Selain itu yg aq ingin soroti adalah : bagaimana mengontrol perhitungan DPP nya. Coba bayangkan jika kita membeli barang di supermarket. Begitu banyak barang yg dibeli dijumlahkan dan plg bawah muncul PPN 12 %. 😅. Siapa yg bisa menghitung DPP nya benar atau tidak. Apalagi barang2 yg dibeli merupakan bauran dari barang mewah dan bukan barang mewah 😂. Di sana ada loop hole besar yg memungkinkan perusahaan nakal utk menaikkan DPP sehingga 1% nya masuk kantong mereka. Atau jangan2 setelah masyarakat terbiasa dgn pencantuman PPN 12% maka pada akhirnya seluruh barang akan terkena kenaikan PPN 12%, kecuali memang barang yg sejak semula tidak terkena PPN. 😅 Klau itu yg terjadi, yah namanya akal2an.😅
prinsip negara koruptor klo ada yang SULIT ngapain dipermudah 11/12 itu klo dilapangan bisa aja dimainkan jadi 15/12 sebab siapa yang bisa mengontrol kan tetap UUD nya 12% negara ancur dibawah pimpinan si dungu
rakyat ambil untung 10% kadang nsak sampai 10% klo produsensih mana mau ambil untung 10% udah watak mereka jng sampai kita ambil untung lebih 10%...rakyat kita klo barang naik...biasanya ambil untung 1000 sampai 5000 padahal modal mereka bertambah...klo mereka itungan ya prosentase bukan naik sefibu dua ribu !!!
@mastur2215 Setahu aq sih produsen ataupun perusahaan besar ngga akan mengambil profit besar secara prosentase (di bawah 10 %) tapi mereka mendapatkan profit dari omzet Penjualan mereka yg besar. Beda dengan perusahaan kecil yg omzetnya terbatas. Jadi pilihannya utk mendapat profit lbh besar yah menaikkan prosentase profit.
Di konoha orang-orang itu terbiasa spekulatif. Artinya kalo isu kebijakan dihembuskan masyarakat/pengusaha sudah bergerak duluan sebagian sebelum ditetapkan jadi atau tidaknya ppn. Itu sebabnya sebuah kebijakan itu harus bener" dipikirkan baik dan buruknya sebelum di rilis ke publik.
Dari sisi politis kemungkinan nya ada dua sepertinya: 1. pemerintahan baru tidak siap menjalankan tugas, terlihat dari transisi yang ter para para ... eggghh terbata2 (ampe setengah keselek), 2. pemerintahan baru terlalu optimis melanjutkan kehebatan pemerintahan sebelumnya 🤭
Bisa jadi belum satu suara. Keputusan atas pembatalan ppn 12% sekalipun terlambat msh memberikan sedikit harapan bahwa prabowo mendengarkan suara rakyat.
Akal2an ppn 12%: Harga barang/jasa modif = Harga barang/jasa asli × (1.11÷1.12) Harga barang/jasa modif jadi dasar untuk terkena 12% ppn yang secara keseluruhan sebenarnya sama dengan harga barang/jasa asli yang dikenakan 11% ppn: Harga barang/jasa modif × 1.12 = Harga barang/jasa asli × (1.11 ÷ 1.12) × 1.12 = Harga barang/jasa asli × 1.11 Dari sudut pandang matematikanya emang pinter sih akal2annya, tapi masyarakat kita kan rata2 kecerdasannya 78, jadi sangat mungkin multitafsir nantinya. Selain itu metode modifikasi seperti ini sangat rawan penyimpangan kalau nantinya penetapan pajak kedepannya menggunakan referensi seperti ini. Saran mungkin bisa diulas kembali secara regulasi dan UU nya serta komunikasikan ke publik dengan terperinci.
seperti ny regulatur membiasakan dahulu ppn 12% agar tertera di setiap struck bill hingga saat nya tiba di kocok lagi koefisien dpp nya menjadi balik normal😂😂
Yg berlaku di tempat aq kerja adalah secara teknisnya yg tercantum adalah PPN dikenakan 12% (karena PPN 1 tarif), tapi DPP (Dasar Pengenaan Pajaknya) dikurangi dikalikan 11/12 utk mendapatkan tetap 11 %.
Utk kami yg bekerja di bagian finance accounting bisa dipahami dgn jernih, tapi apakah masyarakat bisa mengerti ? Jadi perlu sosialisasi dari dirjen pajak kepada masyarakat.
Selain itu yg aq ingin soroti adalah : bagaimana mengontrol perhitungan DPP nya. Coba bayangkan jika kita membeli barang di supermarket. Begitu banyak barang yg dibeli dijumlahkan dan plg bawah muncul PPN 12 %. 😅. Siapa yg bisa menghitung DPP nya benar atau tidak. Apalagi barang2 yg dibeli merupakan bauran dari barang mewah dan bukan barang mewah 😂.
Di sana ada loop hole besar yg memungkinkan perusahaan nakal utk menaikkan DPP sehingga 1% nya masuk kantong mereka. Atau jangan2 setelah masyarakat terbiasa dgn pencantuman PPN 12% maka pada akhirnya seluruh barang akan terkena kenaikan PPN 12%, kecuali memang barang yg sejak semula tidak terkena PPN. 😅
Klau itu yg terjadi, yah namanya akal2an.😅
prinsip negara koruptor klo ada yang SULIT ngapain dipermudah 11/12 itu klo dilapangan bisa aja dimainkan jadi 15/12 sebab siapa yang bisa mengontrol kan tetap UUD nya 12% negara ancur dibawah pimpinan si dungu
rakyat ambil untung 10% kadang nsak sampai 10% klo produsensih mana mau ambil untung 10% udah watak mereka jng sampai kita ambil untung lebih 10%...rakyat kita klo barang naik...biasanya ambil untung 1000 sampai 5000 padahal modal mereka bertambah...klo mereka itungan ya prosentase bukan naik sefibu dua ribu !!!
@mastur2215 Setahu aq sih produsen ataupun perusahaan besar ngga akan mengambil profit besar secara prosentase (di bawah 10 %) tapi mereka mendapatkan profit dari omzet Penjualan mereka yg besar. Beda dengan perusahaan kecil yg omzetnya terbatas. Jadi pilihannya utk mendapat profit lbh besar yah menaikkan prosentase profit.
Istilah ppn kan emang untuk semua, n ya emang cuma akal2an bahasa halus pemerintah 😂
Di konoha orang-orang itu terbiasa spekulatif. Artinya kalo isu kebijakan dihembuskan masyarakat/pengusaha sudah bergerak duluan sebagian sebelum ditetapkan jadi atau tidaknya ppn. Itu sebabnya sebuah kebijakan itu harus bener" dipikirkan baik dan buruknya sebelum di rilis ke publik.
Dari sisi politis kemungkinan nya ada dua sepertinya:
1. pemerintahan baru tidak siap menjalankan tugas, terlihat dari transisi yang ter para para ... eggghh terbata2 (ampe setengah keselek),
2. pemerintahan baru terlalu optimis melanjutkan kehebatan pemerintahan sebelumnya
🤭
Bisa jadi belum satu suara. Keputusan atas pembatalan ppn 12% sekalipun terlambat msh memberikan sedikit harapan bahwa prabowo mendengarkan suara rakyat.
Akal2an ppn 12%:
Harga barang/jasa modif = Harga barang/jasa asli × (1.11÷1.12)
Harga barang/jasa modif jadi dasar untuk terkena 12% ppn yang secara keseluruhan sebenarnya sama dengan harga barang/jasa asli yang dikenakan 11% ppn:
Harga barang/jasa modif × 1.12 = Harga barang/jasa asli × (1.11 ÷ 1.12) × 1.12 = Harga barang/jasa asli × 1.11
Dari sudut pandang matematikanya emang pinter sih akal2annya, tapi masyarakat kita kan rata2 kecerdasannya 78, jadi sangat mungkin multitafsir nantinya. Selain itu metode modifikasi seperti ini sangat rawan penyimpangan kalau nantinya penetapan pajak kedepannya menggunakan referensi seperti ini. Saran mungkin bisa diulas kembali secara regulasi dan UU nya serta komunikasikan ke publik dengan terperinci.
seperti ny regulatur membiasakan dahulu ppn 12% agar tertera di setiap struck bill hingga saat nya tiba di kocok lagi koefisien dpp nya menjadi balik normal😂😂
Prabowo maen php nya lebih parah dari jokowi, stop impor eh 1jt beras india aja masuk 😂
Presiden punya wewenang engga sih ??
Presiden lu dah demensia